Share

Sang penolong

Vanesa terus berjalan menuju ke jalan raya. Dia tidak tahu harus pergi kemana lagi. Sesampainya di jalan, ada sebuah mobil yang mendekat. Vanesa menghentikan langkah untuk melihat siapa orang yang ada menuju ke arahnya.

"Hai gadis yang malang, sekarang kamu sudah menjadi gembel. Kamu tahu bagaimana perasaanku? Tentu saja sangat senang dan bahagia, entah kenapa itu terjadi aku pun nggak tahu," seru Mama Leni pada Vanesa.

Vanesa diam tak menjawab hinaan itu. Air matanya terus menetes membasahi pipi.

Mama Leni pun terus mengejeknya. "Kenapa diam? Apa kamu juga puas dengan semua yang terjadi? Atau kamu ingin berterima kasih padaku?" ejeknya dengan kasar.

"Kenapa Tante sekeji itu sama aku? Tante sudah mendapatkan semuanya, apakah masih belum puas sehingga anda terus menindas ku seperti ini?" teriak Vanesa begitu memilukan.

Mama Leni menggeram kesal, dia membuka pintu mobil dengan sangat keras dan membuat Vanesa terjungkal ke atas trotoar.

"Awww ...." pekik Vanesa dengan terus memegangi perutnya.

"Itu balasan untuk orang nggak tahu diri sepertimu. Kamu itu nggak ada hak untuk berteriak dihadapan ku, gadis murahan. Menjijikkan sekali," seru Mama Leni dengan sangat keras. Dia menendang kaki Vanesa sebelum masuk ke dalam mobil.

"Ahhhh," rintih Vanesa. Dia merasa sangat menderita sekali. "bu aku tidak kuat lagi. Aku ingin menyusulmu Ibu, izinkan aku ikut, Bu."

"Ibumu meninggal itu gara-gara kelakuanmu, jadi salahkan saja nasibmu yang buruk itu," ucap Mama Leni, setelah itu dia pergi meninggalkan Vanesa sendiri.

"Aduh, perutku sakit sekali. Tolong ... tolong saya!" rintih Vanesa tak berdaya. Dia mencoba untuk berdiri dan meminta bantuan pada orang lain.

"Tolong ... tolong saya," seru Vanesa dengan memegangi perutnya. Kakinya tidak sanggup lagi untuk berjalan. Dari betisnya terlihat darah yang mengalir.

Langkah Vanesa mulai melambat. Kepalanya pusing dan pandangan mata kabur. Dia sudah tidak bisa mengeluarkan suaranya lagi walau hanya sekedar minta tolong. Akhirnya tubuh Vanessa jatuh ke tengah jalan raya dengan darah yang masih mengalir dari kakinya.

Dari kejauhan terlihat sebuah mobil yang berjalan lurus menuju ke tempat Vanesa pingsan. "Mami, ada yang tergeletak di tengah jalan. Seperti keadaannya sangat kritis," seru orang tersebut.

"Abaikan saja, lanjut jalan!" jawab wanita yang dipanggil Mami itu.

Namun, lelaki itu tidak menghiraukan ucapan wanita yang ada di belakang. Dia justru mengerem mobilnya untuk menolong Vanesa. "Maaf Mami, tapi aku nggak bisa diam jika melihat kecelakaan di depan mataku," jawabnya.

Laki-laki itu segera melambatkan mobilnya kemudian keluar dan menolong Vanesa. "Kamu kenapa? Kakimu berdarah," seru lelaki tersebut.

"To-tolong ... pe-perutku sangat sakit," ucap Vanesa dengan suara terputus-putus.

"Cepat bawa masuk ke mobil," teriak wanita yang ada di dalam mobil.

Lelaki itu menoleh dan langsung mengangkat tubuh Vanesa untuk masuk ke dalam mobil. Setelah itu dia melajukan mobil menuju ke rumah sakit. Di tempat duduk bagian belakang, Vanesa sedang bersandar dalam keadaan tidak sadar.

"Kaki gadis ini berdarah, apa dia sedang hamil dan keguguran? Kalau kamu ingin menyelamatkannya, kamu harus tambah kecepatan mobil ini. Kalau sampai terlambat dia bisa mati," seru wanita itu.

Lelaki yang sedang menyetir itu mengangguk dan menambah kecepatan mobilnya. Sekitar 20 menit kemudian mereka sudah sampai di sebuah rumah sakit. Lelaki itu segera keluar dan turun dari mobil untuk memanggil suster yang berada di IGD.

"Suster ... Suster ada pasien terluka parah," teriak lelaki itu.

Lalu, tak lama kemudian, ada beberapa suster yang keluar dengan mendorong brankar. Lelaki itu mengeluarkan Vanesa dari dalam mobil dan memindahkan ke atas brankar tersebut. Dia ingin ikut masuk ke dalam akan tetapi dicegah oleh wanita yang sedang bersamanya.

"Kamu mau kemana? Ingin masuk ke dalam, apa kamu lupa kalau harus mengantarkan ku ke acara penting?" seru wanita tersebut.

Lelaki itu pun menghentikan langkahnya dan berbalik masuk ke dalam mobil. Setelah itu dia pergi dari rumah sakit tersebut.

"Kenapa kamu sangat peduli dengan gadis itu?"

" Entahlah Mi, aku merasa ada yang menggerakkan hatiku untuk menolongnya. Setelah ini, aku ingin kembali ke rumah sakit untuk membantu proses biayanya, Mi," jawab lelaki tersebut.

Mereka adalah seorang atasan dan bawahan. Wanita tersebut adalah seorang mucikari dan lelaki itu adalah asistennya.

Mami Ayu adalah seorang mucikari di salah satu lokalisasi yang cukup terkenal di kota A. Dia juga memiliki panti pijat sekaligus bar dalam satu lokasi. Bisnisnya itu sudah menjadi langganan para bos-bos yang kaya raya. Mereka rela merogoh uang banyak hanya untuk membeli para gadis muda nan cantik.

Setelah berjalan hampir setengah jam, mobil Mami Ayu sampai di sebuah hotel mewah. Dia keluar dan turun dari mobilnya. "Nanti aku akan menghubungimu jika aku sudah selesai," ucap Mami Ayu.

"Telepon saja Mi, nanti aku akan segera datang," jawab lelaki itu. Dia adalah Aldo Andreas, dia sudah 3 tahun menjadi asisten pribadi Mami Ayu.

Mami Ayu masuk ke dalam hotel, kemudian Aldo langsung pergi dari tempat tersebut untuk kembali ke rumah sakit. Entah kenapa dia selalu kepikiran dengan kondisi Vanesa. "Ada apa denganku? kenapa aku begitu simpatik kepadanya, "gumam Aldo dalam hati.

Aldo melajukan mobilnya dengan sangat kencang. Dia harus segera sampai di sana karena pihak rumah sakit tidak akan memproses lebih lanjut jika belum ada kejelasan identitas.

Kurang lebih 40 menit, Aldo sampai juga di rumah sakit tadi. Setelah parkir dia langsung menuju ke IGD untuk mencari keberadaan gadis yang ditolongnya tadi.

"Suster bagaimana keadaan pasien yang tadi saya bawa ke sini," tanya Aldo cemas.

"Pasien itu masih ada di dalam ruangan sana, Pak. Dokter belum melakukan pemeriksaan karena belum ada identitas yang jelas," jelas sunter itu.

"Saya Sus, saya yang bertanggung jawab atas dirinya. Tolong segera lakukan penanganan," sahut Aldo.

"Sebaiknya anda ke bagian pendaftaran saja agar pemeriksaan segera dimulai."

Setelah mendapatkan arahan suster, Aldo langsung pergi menuju ke tempat pendaftaran. Dia membayar biaya pemeriksaan dan juga rawat inap. Selesai mendaftar dan membayar, Aldo menuju ke ruang pemeriksaan untuk menunggu Vanesa. Dia merasa tidak tenang atas kondisi gadis yang tak dikenalnya itu.

Satu jam menunggu, dokter pun keluar dari ruang pemeriksaan. Aldo langsung berdiri menghampiri dokter tersebut. "Bagaimana keadaan teman saya, dok? apakah nyawanya bisa selamat?" tanya Aldo pada dokter.

"Teman anda mengalami keguguran, untung saja tidak sampai pendarahan. Dia seperti depresi dan sangat stres sekali. Pasien masih pingsan, dan akan sadar beberapa jam lagi karena harus beristirahat. Kalau begitu saya permisi dulu!" Dokter pergi dari ruangan itu.

Aldo sedikit lega karena nyawa Vanesa tertolong. Dia belum berani masuk ke dalam karena takut mengganggu istirahat Vanesa.

"Aku akan menunggu sampai dia sadar. Aku juga heran, kenapa sangat peduli dengannya," gumam Aldo dalam hati. Dia mondar-mandir di depan ruang rawat Vanesa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status