Menjelang jam istirahat, Aldan merapikan beberapa dokumen di atas meja. Di titik ini tiba-tiba ponsel miliknya bergetar. Ada sebuah pesan dari Verra Kristian.[Putra, ketemuan di restoran aja, ya. Gak usah jemput aku. hehe malu sama teman-teman, bunyi pesannya dengan diselipi smile emoticon.Aldan membalas pesan itu dengan mengulas senyuman tipis, [Iya GPL] [Iya iya bawel,] balas lagi dari Verra, diakhiri dengan emoji menjulurkan lidah.Aldan memasukkan ponsel ke kantong baju. Perlahan senyuman miring terbit di bibirnya dan membatin, 'Verra aku kasian padamu. Tatapan matamu mengharapkan aku mengatakan cinta padamu. Tapi maaf, Verrra. Aku mencintai orang lain, hatiku sudah kuberikan pada Adeliaku. Kamu cuma aku manfaatkan untuk memuluskan balas dendamku pada iblis-iblis yang membunuh orang tuaku. Salah satu iblis itu adalah Papamu. Papamu juga harus mendapat hukuman dariku.'Aldan bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Faizal yang masih merapikan beberapa dokumen.“Pasti mau n
Saat ini Wahyu digiring ke ruangan rahasia. Tatapan matanya seperti tak mempunyai semangat untuk melanjutkan hidup. Dia sudah tak sanggup menahan gempuran-gempuran siksaan dari skenario yang Hendrawan ciptakan. Sementara di depan Wahyu, ada seorang kepala polisi yang duduk dengan tatapan mata berkilat iblis. “Berikan rekaman itu padaku,” ucap Hendrawan memulai pembicaraan. Dia masih meminta dengan baik-baik. “Rekaman apa?” Wahyu tak mengerti. “Jangan pura-pura sok polos, Wahyu. Berikan Flashdisk itu lagi padaku.” Hendrawan mulai sedikit meninggikan suaranya. “Flashdisk apa lagi, Hendrawan? Kemarin kamu sudah merampasnya dariku,” respon Wahyu yang mengira Hendrawan sedang berakting. Hendrawan mendengkus miring, lalu dia memberikan ponsel miliknya pada Wahyu, “Mau mengelak lagi?” Wahyu masih mengira Hendrawan sedang bermain-main. Dia mengambil ponsel itu yang sudah disuguhkan sebuah rekaman cctv yang menunjukkan pencurian Flasdisk. Namun, Wahyu justru tersenyum kecut dan melempa
Faizal memarkirkan mobil di pinggir jalan di sekitar daerah rumah Wahyu.Menggunakan nomor baru, Faizal mengirim sebuah video rekaman itu ke nomor Hendrawan. Tentu dia melakukannya atas perintah Aldan.Tujuan mengirim video rekaman percakapan 3 sekawan 10 tahun silam untuk memperkeruh keadaan dan mempermainkan Hendrawan dan Wahyu. Dengan begitu, mereka pasti saling menuduh satu sama lain.“Skenario permainan Bos sangat menakjubkan. Bos membuat tontonan film yang penuh plot twish. Ini wajib ditayangkan di bioskop seluruh dunia. Ini film terbaik, terdahsyat, terkeren yang pernah ada,” gumam Faizal tersenyum puas dan berganti menjadi tawa lucu.“Aku gak sabar menantikan episode selanjutnya, sayang sekali untuk dilewatkan,” ucap Faizal terkekeh pelan sembari melepaskan sim card dari ponsel. “siapa yang akhirnya mati duluan, ya? Hemmm penasaran aku.” Faizal mematahkan sim card dan membuangnya ke luar mobil. Pekerjaannya harus rapi agar musuh tidak bisa melacak. Tujuan mengirim video di da
Di kamar pribadi miliknya,Adelia baru saja selesai mandi dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Beberapa hari, dia hanya berdiam diri di rumah. Dia masih trauma atas kejadian percobaan pembunuhan oleh penjahat terhadap dirinya. Padahal banyak pesan dan telepon masuk yang meminta dirinya untuk menjadi pengacara orang-orang itu. Namun, dia menolak secara halus dan merekomendasikan pengacara lain yang menurutnya juga mengutamakan keadilan hukum.“Huhhhh bosen,” keluh Adelia sembari memainkan ponselnya.Tetiba jari-jemari Adelia bergerak mencari sebuah foto di galeri, “Kalung ini sangat cantik.”Adelia memandangi foto kalung liontin berwarna putih yang masih menghantui dirinya. “Gak nyangka kalung ini udah 10 tahun bersamaku.” Adelia memperbesar foto itu dan mengamati ciri-ciri khasnya.Tidak puas hanya memandangi foto, Adelia bangun dari rebahan dan mengambil kalungnya yang disimpan di dalam lemari.“Siapa pemilikmu? Kenapa kamu kayak gak mau kembali lagi ke pemilikmu? Apa kar
Suara klakson bus terdengar nyaring seketika, sementara Aldan berusaha tidak panik. Dia meliukkan motor ke arah kiri sebelum bus itu mencium badan motornya.“Rem blong!” teriak Aldan sembari membunyikan klakson untuk memberi tahu pengendara lainnya.Pengalaman Aldan disini berbicara. Semua panca indranya saling bekerja sama, Dia meliuk-liuk melewati beberapa kendaraan sembari menurunkan gigi gas motor secara bertahap.Usaha Aldan membuahkan hasil, kecepatan laju motornya semakin melambat dan akhirnya bisa dikendalikan.“Kurang ajar! Siapa yang berani merusak rem motorku? Aku akan membalasnya,” gumam Aldan kesal sembari menepikan motornya di tepi jalan.Aldan turum dan memeriksa keadaan motornya. Ternyata dugaannya benar, kabel rem-nya rusak dan tak tersambung sempurna. Bukan hanya itu saja, kanvas rem juga hilang.“Bangsat!” umpat Aldan pelan. “Awas saja kau, Pak Tua. Aku akan membalasnya.”“Siapa lagi kalo bukan pak tua bangka? Brengsek!” umpat Aldan sembari naik ke motor dan melajuk
Seseorang itu adalah karyawan yang bertugas menjaga tempat parkiran khusus karyawan kantor.“Stop. Diperlambat,” pinta Dhea dan seketika petugas itu menurut. “Bukankah dia pak Santoso?”Dari rekaman cctv itu jelas terlihat Santoso, seorang karyawan penjaga tempat parkiran sedang melangkah dengan tatapan mata penuh waspada. Dia membuka bungkusan koran yang berisi tang potong dan beberapa kunci motor. Dia bergerak cepat dan gemetaran saat memulai aksinya merusak kabel dan mengambil canvas motor milik Aldan.Spontan saja Dhea dan semua petugas melotot melihat rekaman itu. Bahkan kini sang CEO mengepalkan tangan dengan sempurna. Sementara Aldan bersikap biasa saja. Dia sudah tak heran lagi, pasti Santoso disuruh oleh Lukman Wafa untuk merusak rem motornya.Namun, di detik berikutnya Aldan berpura-pura memasang wajah sedih ketika beberapa petugas IT menoleh ke arahnya, “Apa salahku? Kenapa Cindy dan pak Santoso mau mencelakaiku? Padahal aku baru kerja disini.”“Kamu tidak salah apa-apa,” u
Dhea sangat kegirangan mendengar pengakuan jujur dari Santoso. Akhirnya ada bukti kuat untuk menyeret Lukman ke jalur hukum sekaligus menendangnya dari perusahaan cosmo indofood.Petugas IT yang ada di sana pun tak kalah girangnya. Mereka seperti sudah mengetahui sifat Lukman yang semena-mena, tetapi tidak berani melaporkan pada Dhea Diantama selaku ceo perusahaan karena takut. Lukman sudah pasti menyewa preman untuk mencelakai siapa saja yang melawan dan mengadu pada sang CEO.Namun, berbeda dengan Aldan. Dia tampak belum puas hanya mendengar pengakuan Santoso. Dia yakin itu masih belum cukup untuk melumpuhkan Lukman.Dia butuh bukti yang lebih kuat lagi sehingga sekretaris ceo itu tak bisa bermain kelicikan.“Apa anda berkata jujur?” tanya Dhea untuk memperjelas pengakuan Santoso.Santoso menoleh ke arah Dhea dengan tangisan masih melekat, “Saya berkata jujur. Pak Lukman yang telah menyuruh saya untuk merusak rem motor punya pak Putra. Saya terpaksa menuruti permintaannya. Saya tak p
Sebelum pulang, Aldan memberi saran pada Dhea untuk menangkap Lukman keesokan harinya di kantor. Aldan juga mengingatkan pada sang ceo untuk memastikan tidak ada permainan hukum yang dilakukan Lukman dengan pihak yang berwenang.Setelah urusan selesai, Aldan pulang dengan memesan gojek. setiba di rumah kontrakan, senyuman manis terbit di bibirnya ketika melihat Adelia berdiri di ambang pintu dengan tatapan cemberut.Aldan memberi isyarat pada Adelia untuk menunggunya di dalam. Lalu dia masuk ke rumah kontrakan untuk membersihkan diri sebelum akhirnya dia pergi ke rumah kekasihnya lewat pintu belakang.“Hai cantik,” sapa Aldan menghampiri Adelia yang tengah duduk di sofa. “ maaf ya udah nunggu lama. Tadi ada urusan mendadak di kantor.”Adelia cemberut dan memalingkan wajah ke arah lain, “Alasan. Katanya cepet pulang, eh gak tau-nya ingkar janji. Dasar.”“Hehe iya, iya maaf aku salah,” ucap Aldan sembari mengelus rambut Adelia dengan lembut.Adelia melipatkan tangan dengan ekspresi masa