LOGINDalam perjalanan setelah pernikahan, Duke terus menatap gadis yang duduk di sampingnya dari atas hingga ke bawah. Duke heran, kenapa gadis seusianya memiliki tubuh semungil itu? Ia jadi khawatir nantinya orang-orang akan mengira dirinya menikahi anak kecil.
Elowyn yang sadar akan tatapan Duke jadi merasa agak risih. Dia bahkan sengaja memalingkan wajah untuk menghindari kontak mata dengan Duke. Namun, akhirnya ia kalah juga. “Kenapa Tuan melihat saya seperti itu?” Suara Elowyn menyadarkan lamunan Duke. Saat Elowyn balas menatapnya dengan pandangan menuntut, Duke justru menampilkan ekspresi dingin. “Memang kenapa? Saya melihat istri sendiri, ada masalah?” tanyanya datar. “Masalah. Karena saya jadi risih,” jawab Elowyn sekenanya. “Benarkah?” Duke mengangkat sebelah alisnya. “Kalau begitu saya akan sering menatapmu agar kau terbiasa.” Elowyn melirik ke arah Emilio yang menyetir di depan. Pria itu dengan kikuk berdehem kecil saat menyadari tatapan Elowyn. “Abaikan saja aku. Anggap saja dunia ini milik berdua,” ucap Emilio. Elowyn mendengus. “Berhenti menatap saya, Tuan. Wajah saya bisa berlubang kalau terus kau tatap seperti itu!” Duke terkekeh, ia tak menyangka gadis mungil ini ternyata sangat menggemaskan jika kesal. Ia jadi ingin terus menggodanya. “Baik-baik saya berhenti. Tapi ada syaratnya.” “Syarat?” tanya Elowyn. “Iya. Mari kita berhenti memanggil dengan sebutan formal karena kita sudah menikah,” ucap Duke, Elowyn mengernyitkan keningnya bingung. “Panggilan tuan rasanya terlalu aneh untuk pasangan suami istri. Nanti orang-orang mengira kau bukan istriku tapi pelayanku.” Duke mencondongkan tubuhnya ke arah Elowyn agar lebih dekat. “Panggil namaku, Elowyn …,” bisik Duke lembut. “I-iya baiklah, Duke. Tapi tolong menjauhkan sedikit dariku!” Setuju Elowyn sambil mendorong dada Duke. Elowyn menarik napasnya. Wajahnya kini pasti sudah semerah tomat. “Perasaanku pertama bertemu dia tidak semenyebalkan ini deh,” gerutunya dalam hati. “Tapi meskipun menyebalkan, sepertinya menikah dengannya bukan hal yang buruk. Selain dia akan membantuku menemukan keluargaku, aku bisa memanfaatkannya jadi batu loncatan untuk membalas dendam pada keluarga Adison. Hmm, aku akan memanfaatkan kontrak ini sebaik mungkin!” Suaranya dalam hati. “Kau jangan salah paham. Aku ingatkan padamu sekali lagi, pernikahan kita hanya di atas kertas. Jadi aku sarankan kau jangan baper padaku meski aku akan menjadikanmu bebanku.” Perkataan Duke sukses membuat Elowyn melongo. “Hah! Siapa yang baper?” balas Elowyn. “Tentu saja kau. Lihat wajahmu yang merona itu.” “Ma-mana ada?! Aku tidak baper! Lagipula, aku masih suka pria yang normal,” jawab Elowyn gugup. “Apa maksudnya pria yang normal? Kau pikir aku tidak normal?” sahut Duke ngegas. Tapi hal itu membuat Emilio yang sedang menyetir di depan hampir terbahak. “Tapi orang-orang di kantor bilang begitu,” gumam Elowyn. Sayangnya, suaranya itu masih bisa didengar oleh Duke. “Siapalah yang membuat rumor aneh itu? Hei dengar, kalau aku tidak normal lalu apa yang kita lakukan malam itu, hmm?” Duke balas bertanya pada Elowyn. “Itu ….” Elowyn tak mampu berkata-kata lagi. Kalau dipikir lagi, tidak mungkin pria yang tidak normal mau berhubungan dengan wanita. Elowyn menggigit bibir bawahnya sambil memalingkan muka malu. “Hah! Emilio, apa kau memberitahu Kakek soal kedatanganku ke sana?” tanya Duke mengalihkan pembicaraan. Dia kemudian menyandarkan kepalanya. “Aku tidak memberitahu Tuan besar sesuai perintah Tuan. Tapi sudah kupastikan beliau ada di mansionnya,” jawab Emilio cepat. “Baguslah. Ini akan menjadi kejutan untuk Kakek tua itu.” Seringai Duke. Sisa perjalanan mereka dilalui dalam diam. Duke sibuk melihat ke luar jendela, Elowyn sibuk dengan pikiran dan rencana kedepannya. Dan Emilio terus menyetir sambil sesekali melirik dua makhluk di belakangnya lewat kaca di depannya. ~••~ “Silakan turun!” Emilio membuka pintu untuk Elowyn sambil mengulurkan tangannya. Siapa sangka Duke menepisnya dan langsung meraih tangan Elowyn. Emilio sempat heran karena biasa dialah yang melakukan itu setiap kali Duke melakukan kencan buta dengan wanita-wanita lain. “Ini mansionnya? Wah besar sekali!” kagum Elowyn dalam hati. Seingatnya rumah keluarga angkatnya sudah sangat besar, tapi hunian di hadapannya kini berkali-kali lipat lebih besar lagi. “Ayo masuk.” Ajak Duke, menggandeng tangan Elowyn. Elowyn menoleh keadaan sekitar mansion mewah itu. Entah sudah berapa kali hatinya berdecak kagum. Banyak sekali lukisan dan karya seni lainnya yang dipajang di dalam mansion. “Astaga, apa ini istana? Apa kau tinggal disini juga?” bisik Elowyn terpana. “Tidak. Rumahku tidak sebesar ini, tapi mungkin cukup untuk menampung sekitar 15 orang,” jawab Duke tidak yakin. “Apa? 15 orang?!” seru Elowyn. “Itu sama saja seperti 3 keluarga dalam satu rumah.” “Sebentar lagi akan jadi 4 keluarga dengan kita.” Duke mengatakannya dengan datar. Meski begitu, pria itu berhasil membuat rona merah muncul lagi di wajah Elowyn. “Astaga! Kenapa dia mengucapkan kata-kata manis sedatar itu?” ucapnya dalam hati. Beberapa menit mengikuti pergerakan Duke, akhirnya sekarang mereka berhenti tepat di depan pintu hitam. “Dengarkan aku baik-baik. Apapun yang terjadi nanti di dalam, kau hanya boleh menjawab iya atau tidak. Mengerti?!” ucap Duke. “Kenapa harus begitu?” tanya Elowyn bingung. “Ikuti saja kataku. Kakek bukan orang yang mudah dihadapi.” Duke memperingati Elowyn sebelum akhirnya mengetuk pintu. “Akhirnya datang juga kamu!” Seruan sang kakek langsung terdengar begitu Duke dan Elowyn memasuki kamar tuan besar Zain. “Kemari, ada yang ingin aku bicarakan denganmu!” Sementara Elowyn yang mengekor di belakang Duke muncul sambil tersenyum ramalah. Kakek Zain mengernyitkan keningnya, melihat ke arah Duke seolah bertanya ‘siapa dia?’ Pasalnya Elowyn masih memakai gaun yang ia kenakan saat pernikahan tadi. Mereka mendekat ke arah pria yang seluruh rambutnya hampir memutih. Tapi wajahnya masih terlihat segar meski usianya tidak muda lagi. Kakek Zain yang asli keturunan Korea memiliki wajah yang hampir persis dengan Duke yang sudah blasteran. “Oh, siapa gadis cantik ini? Apa dia sekretaris barumu?” Duke memutar bola matanya malas. Tidakkah sang kakek melihat gadis ini mengenakan gaun pengantin? Memangnya ada seorang sekretaris bekerja mengenakan gaun seperti itu? “Selamat malam, Kek,” sapa Elowyn ramah. “Ya ampun! Manis sekali anak ini.” Kakek Zain mempersilakan Elowyn duduk. “Sudah berapa hari bekerja dengan Duke? Dia tidak menyusahkanmu kan?” Elowyn dengan senyumnya yang ramah menggeleng. Tapi sebelum sempat ia menjawab, suara Duke lebih dulu memotongnya. “Dia istriku. Bukan sekretaris,” ucap Duke dengan penuh rasa percaya diri. “Apa?!” tanya Kakek Zain. Duke mengeluarkan akte nikahnya dengan Elowyn. “Kami sudah menikah dan ini buktinya.” Kakek Zain terpaku di tempatnya. Ia memandang Elowyn dan Duke bergantian sebelum mengambil akta nikah tersebut. Beberapa detik kemudian, raut wajah pria tua itu berubah merah. Kakek Zain melempar akter nikah itu ke atas meja dengan kasar. “Apa maksud semua ini, Duke?!” tanya Kakek Zain, suaranya meninggi. Dengan tenang, Duke membalas tatapan sang kakek. “Aku sudah menikah sesuai perintah Kakek. Jadi, aku harap mulai sekarang Kakek tidak mencampuri urusanku lagi.” “Aku memang memintamu menikah, tapi bukan dengan cara seperti ini!” bentak Kakek Zain. Ia menatap Elowyn tajam. “Kau, siapa namamu dan dari mana asalmu?” Elowyn menelan salivanya susah payah. Ia tak menyangka suasananya akan sepanas ini. “A-aku ….” “Namanya Elowyn. Dia gadis yang kupilih,” potong Duke. Kakek Zain meraup wajahnya frustasi. “Kau menolak dijodohkan, bahkan anak perdana menteri pun sampai pindah ke luar negeri setelah kau permalukan dia saat kencan buta. Sekarang, kau menikahi wanita ini tanpa memberitahu?” “Apa pentingnya? Yang penting aku menikah, kan? Seperti yang pernah Kakek katakan dulu, siapapun dia dan apa statusnya, asal dia wanita aku boleh menikahinya,” ucap Duke, yang berhasil membuat Elowyn melebarkan matanya. “Memang benar. Tapi tidak seperti ini, astaga!” Sementara Elowyn mematung melihat pertengkaran kakek dan cucu tersebut. Ia yang awalnya tak mengerti maksud mereka, kini sepertinya mulai memahami sesuatu. “Em permisi … Sayang, boleh aku bicara berdua dengan Kakek?” tanya Elowyn. Duke yang tiba-tiba dipanggil sayang, mendadak tidak bisa berkata-kata. Elowyn menatap Duke dengan sorot mata berbinar. “Boleh ya?” “Ah … kau mau bicara apa?” tanya Duke gugup. Elowyn tersenyum tipis, ia menarik bahu Duke untuk menunduk agar bisa berbisik. “Serahkan padaku, Duke.” “Kau gila?!” seru Duke tiba-tiba. “Percayalah padaku,” kata Elowyn meyakinkan. “Tapi kau tidak tahu Kakek seperti apa, Elowyn!” Duke merasa cemas dengan rencana Elowyn. Karena yang ia tahu, tidak ada seorangpun yang bisa mengalahkan pria yang penuh otoriter tersebut. “Keluarlah! Aku juga ingin bicara dengannya,” sela Kakek Zain. Dan akhirnya dengan berat hati, Duke keluar meninggalkan Elowyn bersama kakeknya. Ia hanya berharap kakeknya tidak mengatakan hal-hal yang menyinggung istrinya. “Tuan, bagaimana?” tanya Emilio begitu melihat Duke keluar. “Entahlah. Aku cemas karena mereka hanya berdua saja.” “Tuan besar ingin bicara empat mata dengan Nona?” tanya Emilio lagi. “Bukan, tapi Elowyn yang mau.” Emilio membelalakkan matanya melebar, ia tak percaya ada orang yang sukarela mau berhadapan dengan Kakek Zain. “Sepertinya Nona itu orang yang unik ya?” kata Emilio. “Daripada unik menurutku lebih ke aneh. Ah ya, bagaimana tugas yang kusuruh?” Emilio mengambil tabletnya, kemudian menunjukan hasil penyelidikannya. “Rupanya Nona meninggalkan keluarga Adison setelah dikhianati tunangannya dan keluarganya. Dia juga dibesarkan di sebuah pedesaan oleh neneknya.” Duke menggeser layar, laporan tentang penyelidikan Emilio tentang Elowyn. Namun, tiba-tiba ia berhenti saat melihat sebuah laporan yang disertai foto masa kecil Elowyn. “Katanya itu Nona saat usia 8 tahun,” jelas Emilio. Duke tersenyum tipis. “Aku tahu. Ternyata dunia memang sangat sempit,” ucapnya membuat Emilio heran. ~••~ Setelah hampir 1 jam bercakap-cakap berdua, Kakek Zain kembali memanggil Duke masuk ke kamarnya. Duke yang sejak tadi cemas, tidak dapat mengalihkan tatapannya pada Elowyn. Namun, hal yang tak dimengerti adalah, Kakek Zain dan Elowyn yang tampak akrab sekarang. Padahal sebelumnya sang kakek seperti ingin menelan Elowyn hidup-hidup. Duke berbisik minta penjelasan pada Elowyn, tetapi gadis itu hanya menjawabnya dengan senyuman saja. “Duke, karena sekarang kau sudah menikah, Kakek tidak akan mengganggumu lagi,” ucap Kakek Zain. “Aku tidak yakin. Bukankah Kakek tidak setuju tadi?” balas Duke. Kakek Zain yang gemas langsung memukul lengan cucunya dengan tongkatnya. “Aku hanya tidak terima, bukan tidak setuju!” “Bukannya sama saja?” “Ck, kau ini!” Beruntung Elowyn meraih tangan Kakek Zain, jika tidak, tongkatnya itu pasti akan mengenai mengenai Duke lagi. “Ehem … aku akan merestui kalian jika kalian mengadakan pesta pernikahan,” ujar Kakek Zain. “Apa itu perlu? Yang penting aku sudah menikah sesuai keinginan Kakek.” “Jelas itu perlu karena Elowyn adalah cucu menantuku yang pertama. Aku juga akan memberinya 50% saham ku untuknya agar kau tidak bisa menceraikannya!” Kakek Zain mendongak menatap wajah Duke. “Apa?!”Dalam perjalanan setelah pernikahan, Duke terus menatap gadis yang duduk di sampingnya dari atas hingga ke bawah. Duke heran, kenapa gadis seusianya memiliki tubuh semungil itu? Ia jadi khawatir nantinya orang-orang akan mengira dirinya menikahi anak kecil.Elowyn yang sadar akan tatapan Duke jadi merasa agak risih. Dia bahkan sengaja memalingkan wajah untuk menghindari kontak mata dengan Duke. Namun, akhirnya ia kalah juga. “Kenapa Tuan melihat saya seperti itu?” Suara Elowyn menyadarkan lamunan Duke. Saat Elowyn balas menatapnya dengan pandangan menuntut, Duke justru menampilkan ekspresi dingin. “Memang kenapa? Saya melihat istri sendiri, ada masalah?” tanyanya datar. “Masalah. Karena saya jadi risih,” jawab Elowyn sekenanya.“Benarkah?” Duke mengangkat sebelah alisnya. “Kalau begitu saya akan sering menatapmu agar kau terbiasa.” Elowyn melirik ke arah Emilio yang menyetir di depan. Pria itu dengan kikuk berdehem kecil saat menyadari tatapan Elowyn. “Abaikan saja aku. Anggap saj
Menurut rumor, Duke Alexander Aslan Kim itu tidak tertarik dengan wanita karena telah menolak banyak perempuan yang dijodohkan dengannya. Sifatnya yang angkuh dan dingin selalu membuat banyak orang segan mendekatinya duluan. Tapi tidak menutup fakta jika itulah pesona dirinya.. “Saya berikan waktu 5 menit untuk berpikir. Silakan pikirkan baik-baik tawaran saya, Nona. Menikah dengan saya atau bayar denda.” Bulu kuduk Elowyn langsung merinding mendengar ucapan pria di hadapannya ini. Ia tak menyangka jika calon bosnya akan segila ini. Menikah bukan hal yang bisa dijadikan permainan. Lagipula, mereka baru bertemu dua kali. Ini benar-benar diluar dugaan. Bagaimana mungkin pria itu dengan mudah menyuruhnya menjadi istrinya? Ini terdengar sangat konyol meski sebelumnya mereka telah melewati malam panas bersama. Bukankah ia sudah berjanji akan melunasi sisa bayarannya jika sudah punya uang? “3 menit 10 detik.” “Tu-tunggu dulu!” ucap Elowyn terbata. “Kenapa saya harus menikah denganm
“Hah! Beruntung semua berkas ini bisa cepat di urus. Ingat Elowyn, saat diwawancarai nanti kau harus menunjukan wajah yang garang!” Elowyn seketika meletakan sendoknya saat hendak memasukannya ke dalam mulut. Ia menghela napas panjang. “Kau mau aku ditolak sebelum wawancara? Lagian bukan salahku kalau wajahku imut begini,” ucapnya kemudian meraih tas dan berkas-berkas yang telah Elie siapakah. “Masalahnya pekerjaan yang kau dapatkan ini sangat jauh dari bidang yang kau ambil saat kuliah. Dan lagi, kau sama sekali tidak punya pengalaman di bidang ini.” Elowyn merotasi bola matanya malas, tidak mau lagi mendengar omelan dari sahabatnya. Sejak dua hari yang lalu setelah Elowyn mendapatkan panggilan untuk wawancara, Elie selalu memperingatinya banyak hal layaknya anak kecil. “Jangan khawatir, El. Aku tidak akan menyia-nyiakan usahamu yang membantuku sejauh ini. Akan kutraktir jika diterima, okay pesek!” Setelah puas membuat Elie kesal dengan kata-kata terakhirnya, Elowyn men
Elowyn melangkah keluar dari kediaman keluarga Adison. Tatapannya perlahan tertuju pada jalanan yang sunyi dan kosong di depannya, sesaat ia merenungkan 20 tahun hidupnya yang dihabiskan bersama keluarga Adison. Tidak ada sesuatu yang istimewa ataupun kenangan indah bersama mereka. Dia menyadari betapa menyedihkannya hidupnya selama ini. Lebih sedih lagi, yang dia dapatkan selama ini hanyalah sikap apatis dan tuntutan yang tiada henti dari keluarga yang ia harapkan kasih sayangnya. Kini ia telah melepaskan segalanya. Fasilitas mewah, tunangannya, dan keluarganya. Meski rasa sakit karena pengkhianatan dan amarah masih tertinggal ruang hatinya.“Aku harus kemana sekarang?” gumamnya tanpa sadar telah berjalan jauh dari dari rumah.Tiba-tiba Elowyn tersenyum saat menoleh ke samping kirinya. Ada sebuah pantai dengan pemandangan senja yang indah. “Aku bahkan tidak sadar kalau sudah sampai di pantai.”Elowyn melangkah ke arah tepi laut lalu menapaki sebuah batu besar dan berdiri di atasnya.
“Dari mana saja kamu?” Suara dingin Adrian—sang Ayah, membuat Elowyn membeku. “Apa saja yang kamu lakukan semalaman di luar?” tanyanya dengan tatapan tajam. “Tanyakan saja ke anak kesayangan Ayah itu. Dia lebih tahu apa yang terjadi padaku,” jawab Elowyn dingin. Ia mengepalkan tangannya kuat saat melihat ke arah Liona yang tengah menunduk tapi diam-diam tersenyum sinis. “Oh, jadi yang dikatakan Liona itu benar?” Berlya, sang Ibu yang duduk di sofa pojok menyahut. Ia melempar tumpukan foto ke atas meja. “Jelaskan semua ini!” Elowyn tersenyum miris. Tepat seperti yang ia duga sebelumnya. “Ya, seperti yang kalian lihat.” “Menjijikkan! Bikin malu keluarga!” murka Adrian. Sementara itu, Zeros mantan tunangannya yang sejak tadi berada disamping Liona, tiba-tiba ikut bicara. “Aku tidak menyangka ternyata kamu serendah itu, Elow.” “Hah! Lihat siapa yang bicara? Kau berkata seperti itu tanpa berkaca lebih dulu, Tuan Zeros?” celetuk Elowyn, tatapannya beralih pada Liona. “Dan kau … h
“Ada apa dengan tubuhku? Ughh panas sekali ….” Seorang gadis cantik terlihat sedang duduk sendiri di sudut bar. Tubuhnya bersandar dan sedikit menggeliat pada kursi tinggi yang tengah didudukinya. Elowyn ingat, siang tadi dia baru saja mengetahui fakta bahwa dirinya bukan bagian asli dari keluarganya. Dia juga ingat bagaimana tadi memergoki tunangannya yang sedang bercumbu dengan saudarinya sendiri—Liona. Tapi dia tidak ingat bagaimana bisa sampai di tempat terkutuk ini dan menghabiskan satu gelas vodka yang membuat tubuhnya terasa panas. “Kenapa semuanya jadi berputar-putar? Apa dunia sedang gempa?” Ia terkekeh sambil memegangi kepalanya yang begitu pusing. Elowyn melihat sekelilingnya untuk mencari seseorang yang cocok untuk diajak menghabiskan malam bersama. Hingga atensinya menemukan seorang pria tampan yang duduk sendirian di sofa single pojok ruangan. Pria itu rupanya juga tengah menatap ke arahnya. “Tuan … maukah kau bermalam denganku?” Pria dengan tatapan setajam elang i







