Ada rasa dongkol di hati Nathan ketika melihat anak sulungnya seintim itu dengan Abizar. Walau mereka sudah sah menjadi suami istri, namun tetap saja sebagai ayah rasanya masih tidak rela melepas sang anak seutuhnya menjadi milik pria lain selain dirinya. Apalagi menyadari kini Gea harus menjadikan pria itu sebagai pusat dunianya.Jangankan melihat Gea, melihat Luna yang sudah satu tahun menikah dengan Tama saja Nathan terkadang masih kepanasan. "Sekarang dua anak Kita sudah bukan hak milik kita lagi," lirih Nathan pada Livy."Aelah, Mas kenapa melow sih? 'Kan dua anak kita menikah dengan pria yang disukai mereka, sejak remaja pula. Mereka berdua menikah dengan cinta pertama dan cinta satu-satunya mereka, Mas. Jangan melow ginilah! Lagian kalau mereka tetap menjadi milik kita seutuhnya artinya mereka gak nikah-nikah dong. Apa Mas mau mereka jadi perawan tua?" Livy berusaha seriang mungkin untuk menghibur suaminya yang sedang masuk mode melow-melow sendu ini."Ya gak gitu juga, Sayang.
Abizar memilih menghabiskan malam di sofa panjang yang berada di kamar pengantinnya bersama Gea. Tidur di sebelah Gea jelas damage tersendiri untuknya. Padahal Gea menggunakan piyama panjang yang tertutup, namun entahlah, otak Abizar tetap saja bertamasya kemana-mana. Apalagi ketika aroma mawar menyeruak dari tubuh sang istri, lonjakan hormon testosteronnya semakin menjadi-jadi.Dia bersikeras untuk tidak menyentuh istrinya itu. Dia berusaha mengingat semua kekesalan Gea padanya. Semua penghianatan perempuan cantiknya itu 7 tahun silam. Dia berharap dengan mengingat semua itu bisa menekan kenaikan hormon testosteronnya.Gea sendiri tidak peduli. Malah jauh lebih baik Abizar tidur di sofa seperti itu untuk saat ini, sejujurnya dia masih kikuk harus berbagi ranjang dengan pria yang sudah sah menjadi suaminya sejak pagi tadi itu. Walau sebenarnya dia ingin sekali tidur sambil dipeluk-peluk manja oleh Abizar, hehehe. Apalagi dada bidangnya itu loh, Lord, menggoda sekali.Ah, besok mungkin
Keesokan paginya, Gea yang sudah bangun terlebih dulu daripada sang suami memilih untuk segera membersihkan diri. Setelah dia sudah cantik dengan dress floral berwarna sage dan liptint merah mudanya, bergegas ia membangunkan sang suami."Mas ... " lirih Gea. Mereka berdua harus sarapan bersama Papa Edgar dan Mama Thabita pagi ini. Kedua mertuanya mengatakan bahwa ada beberapa hal yang akan disampaikan sebelum kedua mertuanya itu berangkat ke London siang ini untuk urusan pekerjaan sekaligus liburan. Set dah, yang pengantin baru siapa, yang liburan siapa.Gea sendiri baru akan berangkat bulan depan bersama Abizar untuk bulan madu mereka, ah tidak tidak! Bukan bulan madu, melainkan bulan racun sepertinya, kecuali dalam waktu satu bulan dia sudah bisa menaklukkan hati Abizar. Ah, sepertinya sulit. Melihat malam pertama mereka saja dilalui dengan tidur terpisah seperti ini. Bau-baunya bulan madunya benar-benar akan menjadi bulan racun, HUFT!Bulan depan rencananya Gea akan pergi selama ti
Gea terus saja menangis di dada bidang Abizar. Rasanya dia ingin melepas semua sesak yang dirasakannya selama 7 tahun terakhir. Sesak karena sikap Abizar padanya, kesalahpahamannya, dan sesak karena harus terus membunuh perasaannya pada Abizar padahal sesungguhnya hati kecilnya terus saja menahan semua rasa rindu pada cinta pertamanya itu.Abizar terpaku. Dadanya sudah sangat basah dengan air mata istrinya itu. Dia bingung mendefinisikan perasaannya saat ini. Entah mengapa hatinya seperti teriris mendengar tangisan Gea. Dia ingin membalas pelukan Gea, namun kedua tangannya sulit sekali dia gerakkan. Alhasil Abizar hanya mematung dengan tangan kanan dan kiri berada di sisi tubuhnya. Dia membiarkan Gea memeluknya semakin erat tanpa membalas sedetikpun pelukan istrinya itu."Semenjijikkan itu kah Aku di mata Mas sampai Mas tidak mau membalas pelukanku?"Abizar terdiam. Mendengar pertanyaan frustasi Gea sambil terus saja melihat Gea menangis seperti ini entah mengapa membuat hatinya semak
"Maaf ya menganggu pengantin baru pagi-pagi seperti ini." Thabita sedikit menggoda putra kesayangannya dan menantu cantiknya. Ah ... kebahagiaan yang sempurna bagi Thabita melihat pengantin baru ini. Rasanya benar-benar seperti mimpi bisa berbesanan dengan Livy, sahabat oroknya.Dulu jangankan berharap menjadi mertua Gea, berharap Abizar bisa kembali manis pada Gea saja susahnya bukan main, apalagi membuka hatinya kembali pada Gea. Bahkan Thabita sudah sempat akan menjodohkan Abizar dengan Tiffany, anak salah satu teman sosialitanya.Melihat usia Abziar yang tidak lagi muda dan betah saja sendiri, membuatnya memilih untuk menjodohkan Abizar dengan anak salah satu temannya itu. Eh, ternyata takdir berkata lain. Memang benar ungkapan, kalau jodoh ya gak akan kemana. Contoh nyatanya ya Abizar dan Gea, takdir mereka berdua menyatukan kedua anak muda ini tanpa dia dan Livy harus repot-repot mendekatkan keduanya lagi.Ah, indahnya kini hidupnya bisa melihat anaknya bersanding dengan Gea, pe
Nafas Gea tercekat. Rasanya dia masih belum bisa meyakinkan dirinya atas apa yang dilihatnya hari ini. Sebuah nisan bertuliskan nama lengkap Reksa dengan tanggal lahir dan tanggal meninggalnya di bagian bawahnya. Apa ini? Re-Reksa su-sudah me-meninggal? TIDAK! TIDAK! TIDAK MUNGKIN! Reksa bukannya sedang berada di Jepang untuk fase pemulihannya? Gea masih terus mencerna apa yang ada di hadapannya saat ini. Apalagi ketika dia melihat tanggal meninggal yang tercantum pada batu nisan di hadapannya, tertulis bahwa Reksa meninggal 3 tahun lalu. TIDAK! TIDAK! TIDAK MUNGKIN! Nafas Gea semakin tercekat. Rasanya dadanya benar-benar terasa sangat sesak. Paru-parunya terasa sulit dikembangkan. Istimewa setelah itu Gea melihat wajah Abizar yang selama di perjalanan tadi hanya terdiam tanpa ekspresi, kini sudah menjadi sangat dingin. Sedangkan Edgar dan Thabita hanya menatap nisan anak bungsunya itu dengan tatapan nanar. Kesedihan sangat terbaca dari sorot mata mama dan papa mertuanya itu. "
Hanya hening yang tercipta di sepanjang perjalanan dari rumah terakhir Reksa menuju kembali ke hotel milik keluarga Permadi. Tampak empat manusia di dalam mobil mewah yang melaju dalam kecepatan sedang sibuk dengan sel-sel otaknya masing-masing.Tak lama mereka sudah tiba di depan lobby hotel bintang lima yang berlokasi di salah satu sudut Ibukota tersebut. Sebelum turun dari mobil, Gea memberanikan diri meminta waktu pada Thabita untuk berbincang sejenak. Menanyakan apapun yang masih terasa mengganjal di hatinya pada mama mertuanya tersebut "Baiklah. Mama masih ada waktu sampai sore ini. Sebelum malam nanti mama sudah harus terbang ke London. Jadi Mama masih bisa menghabiskan waktu berdua dengan menantu cantik Mama." Walau senyum terukir di wajah cantik Thabita, namun semua tau bagaimana remuknya hatinya setiap kali ia pulang dari rumah terakhir anak bungsunya.Thabita selalu berusaha menyembunyikan kesedihannya. Seperti janjinya pada Reksa, setiap Thabita selesai berkunjung dari ru
Hi, Ge.Lo pasti sebel banget waktu baca surat ini. Karena gue yakin mama pasti baru bisa kasih surat ini setelah gue pergi cukup lama. Ya ... kalau dipikir-pikir salah Lo juga sih! Siapa suruh lama amat kagak nikah-nikah sama Abang gue.Kalian berdua itu padahal saling cinta, tapi entahlah abang gue kesambet jin dari provinsi mana sampai-sampai segitu marahnya sama Lo. Gue harap prahara pelik antara kalian berdua segera terurai ya sebelum kalian menikah. Tapi kalau belum juga terselesaikan, coba deh Lo selidiki mantan pacar super tampan gue dan sepupu cantiknya yang tidak lain tidak bukan friendzone Bang Izar, si Mbak Melly. Kayaknya ada sangkut pautnya sama mereka berdua deh.BTW, Selamat menempuh hidup baru ya Ge! Alhamdulillah, jadi Kakak ipar gue juga akhirnya Lo ya! Gue berbahagia untuk pernikahan Lo dan Bang Izar. Sayangi abang gue seperti rasa sayang Lo ke Bang Izar jaman orok dulu. Menyayanginya tanpa kata karena dan tetapi.Gue percaya rasa sayang antara kalian berdua itu ak