Share

Dendam Setelah Kematian Suamiku
Dendam Setelah Kematian Suamiku
Author: Ria Abdullah

1. vel

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-06-12 08:17:36

"Kembalikan suamiku! Kau tidak pantas bersama! Beraninya wanita miskin berambisi menggantikan posisiku sebagai nyonya! Gara-gara kau! suamiku mengancam menceraikanku!"

Wanita itu memandangku dengan tatapan penuh kobaran api di matanya, nafasnya naik turun mencetuskan emosinya yang sedang menggelegak. Dua orang memeganginya menahannya agar tidak memukuliku.

Tapi aku hanya menyerigai, bukan karena aku bangga sebagai pelakor, tapi aku masih ingat betul perbuatannya pada keluargaku!

Valerie Sanjaya!

Setiap kali melihatnya, setiap nafas yang dia hembuskan ke udara yang sama, aku merasa pengap.

Ingin kuhapus dendam dan kebencianku tapi aku tak mampu, bertahun-tahun aku hidup dengan racun di dadaku, dengan duri-duri sakit hati yang tak akan mampu kucabut selain memberinya balasan setimpal.

Aku menyimpan bara api yang siap kulempar ke wajahnya, karena setiap kali melihatnya bersama keluarganya atau tertawa bahagia, aku akan ingat kembali teriakan suami dan jerit kesakitan putraku.

Ya, wanita itu melenyapkan keluargaku, merampas satu-satunya milikku yang paling berharga dan kucintai di dunia ini.

*

Hari itu langit tampak cerah, awan putih yang berarak di antara cakrawala biru serta angin yang berhembus sejuk menjelang musim bunga, membuat suamiku bersemangat mengajak kami piknik.

"Ayo bunda kemasi makanan dan pakaian ganti. Kita akan pergi memancing dan menghabiskan waktu di dekat danau."

"Tumben mendadak," ucapku menanggapinya sementara dia tertawa dengan ceria.

"Segala sesuatu yang direncanakan dadakan akan lebih berkesan."

"Tapi aku yang repot menyiapkan semuanya," protesku sambil mencucu tapi dia kembali mencuil pipiku. Memelukku dari belakang dan menciptakan kemesraan yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidup.

"Beli makanan di jalan aja Bun, bawa minuman dan alat makan aja."

Kuletakkan beberapa makanan ringan dan minuman keranjang piknik lalu alat makan dan buah. Tak lupa membawa karpet kecil dan payung.

Kami berkendara ke arah timur menuju sebuah danau di balik bukit dengan taman rumput yang indah, suamiku suka ke sana sejak kami masih berpacaran dulu, menghabiskan waktu untuk memancing dan melihat senja, sementara aku suka situasinya, landscape danau dengan barisan pohon cemara dan hijau bukit-bukit yang menyejukkan mata.

"Tunggu dulu, aku mau isi bensin." Suamiku berbelok ke stasiun pengisian bahan bakar, kebetulan ada toko ritel dan rest area di sekitarnya.

"Kalau begitu aku beli makanan di sini aja ya, Mas."

"Ok sayang!"

Aku meraih dompetku, lalu keluar, sementara dia menggodaku dengan kedipan mata membuatku tergelak melihatnya.

Aku berbelanja sambil memperhatikan mobil suamiku, perlahan mengantri mengisi bahan bakarnya. Kupilih beberapa potong roti, nasi kepal, dan makanan cepat saji, tak lupa 2 cangkir kopi Americano favorit suamiku.

Baru akan membayar saat tiba-tiba aku mendengar dentuman yang begitu kencang, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi berbelok ke arah POM bensin, menabrak beberapa motor lalu melindas apa yang ada, tanpa mampu dicegah, dalam satu detik mobil Range Rover itu menghantam mobil suamiku.

Mobil itu terseret lalu terlempar menghantam dispenser bensin kemudian menimbulkan kobaran api.

Aku tidak bisa memproses apa yang terjadi di kepalaku, aku ingin berlari dan menyelamatkan suamiku tapi kepalaku membeku, kakiku seakan dipaku di atas tempatku berpijak. Aku ingin berteriak tapi tenggorokanku tercekat.

"Tolong!!!!" Suamiku berteriak, mobilnya ringsek dan dia kesulitan untuk keluar dari sana. Anakku menggapai-gapai dari balik jendela kaca, kepalanya berdarah dan dia terus memanggil namaku.

"Bundaaaaa!"

"Mas Hardi!" Hanya itu yang bisa kukatakan, aku berlari begitu syarafku merespon anggota gerak.

Dan baru beberapa langkah....

Blaastt!!!

Dum!!!

Mobilnya meledak diikuti oleh kobaran api yang begitu besar, aku terjatuh dengan jantung yang berdetak cepat, aku tak percaya penglihatanku, aku tidak mampu berpikir bahwa yang terbakar barusan adalah suami dan anakku. Aku tersengal, nafas tersumpal seakan ada yang mencekik leherku dengan keras, aku mencoba meyakinkan diriku bahwa ini hanya mimpi, tapi tidak!! Orang-orang berteriak panik di sekitarku dan berlarian, ada yang panik menelpon ambulans sedang beberapa korban luka-luka menjerit minta pertolongan.

Dan mobil range Rover maut yang menimbulkan insiden itu, dia meluncur dan menabrak pembatas taman. Tapi tidak terjadi apa-apa dengannya. Seorang wanita turun dari sana dengan jaket kulit berwarna hitam dan kacamata, dia nampak ketakutan dan panik lalu aku tidak ingat semuanya karena pandanganku gelap dan aku terjatuh seketika.

*

Pelakunya adalah Valerie, wanita kaya anak pemilik Sanjaya and Co, perusahan perhiasan terkenal.

Dia memang ditangkap dan dibawa ke kantor polisi, tapi tak lama ia dilepaskan dengan alasan yang tidak masuk akal.

Intinya, wanita itu dinyatakan tidak bersalah, dia berhasil membeli hukum untuk membebaskan dirinya.

Tak ada kompensasi yang ia berikan padaku atas kehilanganku, bahkan ia tak menunjukkan simpatinya sama sekali. Hanya karangan bunga berukuran 2 x 3 m yang ia kirim ke atas nama perusahaannya untuk berbelasungkawa atas kematian suami dan anakku.

Setelah melakukan konferensi pers hidup wanita itu mulai kembali normal, dia bekerja seperti biasa, berkumpul bersama teman-temannya dan menghabiskan akhir pekan yang bahagia. Aku memeriksa Instagramnya, aku memeriksa setiap postingan dan pesta-pesta yang ia hadiri seakan tidak pernah ada rasa bersalah di hatinya.

Berbulan-bulan aku menangisi kehilanganku, aku tidak bisa tidur setiap kali mengingat anakku, aku tersiksa mengingat setiap momen yang kuhabiskan bersama suamiku dan barang-barangnya yang masih tersimpan di dalam rumah. Aku menangis, aku menjerit berharap Tuhan juga mengambil nyawaku tapi itu tak pernah terjadi.

Bagian terburuknya adalah kerinduan yang tak bisa terobati, hanya pakaian mereka yang selalu kupeluk dan kubawa bersamaku kemanapun aku pergi.

Aku mungkin mulai ikhlas atas kepergian keluargaku, tapi ada satu hal yang tidak pernah hilang di hatiku. Ialah dendam yang semakin kesumat dan membara di dalam dada. Aku berencana untuk membalas dendamku, aku berencana untuk menghancurkan kehidupan Valerie dan merampas segala yang berharga dari dirinya.

Bertahun-tahun aku mengejar karirku, aku bekerja di perusahaan Valerie, aku menyamar dengan identitas baru, aku memulai sebagai staff biasa lalu perlahan-lahan naik dan jadi orang kepercayaan suaminya.

Suatu hari, lelaki berperawakan tinggi dengan sikap sederhana itu menyatakan rasa sukanya padaku. Dia bilang ada sisi hatinya yang tidak pernah terisi oleh kehadiran Valerie, wanita itu hanya bersenang-senang dan menghabiskan harta, datang ke kantor hanya formalitas dan menandatangani berkas, lalu pergi dan menghamburkan uang untuk berpesta.

Tuan Ghazali mencari sosok yang bisa mengisi hatinya Dengan cinta, wanita yang bisa memberinya ketentraman dan rasa aman juga membangkitkan kepercayaan diri dan ada saat dia membutuhkan. Dia bilang aku adalah sosok paling ideal, dia mengagumiku, dia memuji kejujuran dan etos kerjaku, dia bilang aku profesional dan wanita yang layak dihargai. Tapi aku aku tidak mudah terpengaruh, aku membuatnya menyukaiku, aku menjadikannya berlutut di kakiku, tapi aku tidak membiarkan dia menyentuhku.

Lelaki itu tergila-gila padaku, dia mengemis cintaku dan rela memberikan setengah hartanya untuk mendapatkan hatiku.

"Jadilah istriku!"

"Bagaimana jadi istri Anda jika nyonya Valerie ada di sisimu?"

Pria pria itu menggelengkan kepalanya sambil berusaha meraih tanganku tapi aku menepisnya karena kami sedang berada di jam kerja dan kantor.

"Tolong berpikirlah dengan waras. Kadang anda sedang berada di kantor dan orang-orang memandangi kita. Saya mohon jangan buat saya dipecat dari tempat ini!"

"Jangankan membuatmu dipecat... Aku malah bisa menjadikan pemilik kantor ini. Jadilah istriku, berikan aku keturunan dan kita akan bahagia!"

"Lalu nyonya Valerie?!"

"Wanita kejam itu.... Aku tidak bisa memaafkannya!" Ucap Tuan Ghazali sambil memicingkan mata.

Sama dengannya, aku sangat benci nyonya vallerie, dendam di hatiku masih memuncak dan aku tidak akan pernah puas sebelum aku merampas segala sesuatu yang disukainya lalu melempar dia kembali ke penjara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Setelah Kematian Suamiku   68

    Berhubung Valerie memutuskan untuk vakum dari dunia bisnis demi fokus mengurus Kevin, aku dipanggil ibu mertua dan diajak bicara olehnya. Wanita yang selalu memandangku dingin dan bicara seperlunya itu tiba-tiba mengajakku minum teh."Kau betah dengan posisi manajer bayangan?""Apa maksud ibu?" " aku tahu secara teknis kau belum diangkat sebagai apapun semenjak berhenti jadi asisten Ghazali tapi kau mengatur segalanya, mengambil alih tugas banyak orang dan kurasa itu merepotkan."" tidak juga, saya berusaha melakukan yang terbaik, dan semua yang terjadi sudah atas bimbingan suamiku."" Bagaimana kalau kau kuberikan posisi strategis yang akan membuatmu puas dan bahagia.""Apa itu?""Direktur perencanaan dan strategi!"Aku terkejut mendengarnya aku nyaris melompat bahagia Tapi aku berusaha mengendalikan diriku. Kupandateg Nyonya Reiko tanpa berkedip sedikit pun sementara dia hanya menganggukkan kepalanya dengan tatapan tegas." hanya yakin Bukankah itu posisi yang sangat penting dan

  • Dendam Setelah Kematian Suamiku   67

    "Arimbi!" Melihatku berdiri mematung dan salah tingkah di antara para pelayat dan orang-orang yang memperhatikan ibu mertua segera mengambil peran, dan memberiku isyarat dengan anggukan kepalanya. "Pergilah ke dapur, lihat persiapan para pelayan dan catering. Kita harus menjamu tamu minimal menyiapkan minuman.""Baik Nyonya." Aku mengangguk lalu merapikan kerudung dan beranjak ke dapur. Saat melewati bibi dan keluarga suamiku, wanita-wanita elit itu memandang diri ini dengan sinis, tapi aku tidak membalas, hanya memberikan gestur hormat dengan menundukkan kepala pada mereka. "Itu siapaa?""Bininya Ghazali." Tante dengan kerudung merah memandangku dari atas ke bawah aku hanya tersenyum tipis dan beranjak perkahan. "Cantik ya.""Iya tapi licik." Suara bisikan itu terdengar sumbang di telinga, tapi aku berusaha menyadarkan diri sambil mengelus dada, dalam kondisi hamil dan berduka seperti ini kesabaranku sedang diuji habis-habisan, namun aku harus pandai mengendalikan diriku. "N

  • Dendam Setelah Kematian Suamiku   66

    Suasaba di ruang ICU makin mencekam, bunyi mesin seakan berlomba, saturasi oksigen makin menurun dan detak jantung Alisa melemah. Aku menggenggam tangan anak sambungku dengan air mata berderai sembari memohon pada Tuhan agar Dia menyelamatkannya. "Tuhan jangan hari ini...aku belum sanggup kehilangan anak lagi, belum satu tahun aku bersamanya tapi ini malah terjadi," Bisikku sambil mengusap air mata. "Alisa..." Aku membisikan nama Gadis itu di telinganya lalu mulai mengucapkan syahadat dan dzikir dzikir pendek yang mungkin bisa didengarkan olehnya. "La ilaha illallah...." terus aku ulangi kalimat itu di telinganya sambil berusaha menguatkan hati dan berdoa semoga suamiku bisa tiba secepatnya di rumah sakit dan berpamitan dengan putrinya. Di sisi lain, dua orang asisten Valeri terus berusaha membangunkan wanita yang masih terkulai di pangkuan pembantunya itu. "Nyonya bangunlah..." salah seorang asistennya nampak begitu khawatir dia mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tasnya

  • Dendam Setelah Kematian Suamiku   65

    Aku tak peduli pada keramaian lorong Rumah Sakit Begitu tiba di sana, aku melompat dan langsung berlari mencari ruang ICU di mana anak sambungku sedang dirawat. Baru saja tiba di ujung koridor Valeri langsung berdiri, menyambut kedatanganku wanita itu langsung menangis."Gimana keadaannya." "Nggak sadarkan diri, kritis Arimbi!" Valerie berseru dengan nada sedih.Aku langsung beralih pada jendela kaca dan melihat putri sambungku di sana. Beberapa alat bantu kesehatan menancap di tubuhnya, bunyi mesin-mesin penunjang kehidupan membuat jantungku juga ikut berdegup kencang. Tak bisa ditolak keadaannya sangat lemah, matanya tertutup rapat menunjukkan bahwa ia sedang bertarung dengan sakitnya."Kapan masuk icu!""Sejam lalu.""Apa kata dokter?"" mereka akan terus memantaunya!"" Mas Ghazali di mana?"" Sebenarnya dia lagi di luar kota, memantau tambang batubara yang baru kami akuisisi. Dia sedang mengatur manajemen dan melihat lokasi proyek!""Wah!" Aku kehilangan kata-kata tapi aku ti

  • Dendam Setelah Kematian Suamiku   64

    Valeri sangat syok atas sakit yang diderita putrinya, wanita itu menangis berjam-jam di ujung koridor, seakan kesedihan akan membunuhnya, bahkan saat aku menawari dia makan dan minum wanita itu hanya menanggapinya dengan gelengan dia tidak memperdulikanku hanya sibuk merutuki dirinya. Aku berusaha menguatkan Mas Ghazali memberi dia keyakinan bahwa apa yang terjadi bisa kami lewati dan semuanya akan kembali seperti semula. *Waktu bergulir dari hari menjadi bulan, berminggu-minggu keadaan Alisa tidak kunjung membaik meski dia sudah dibawa berobat ke tempat yang mumpuni bahkan ke luar negeri. Kadang situasinya bagus, kadang dia terlihat begitu sehat tapi kadang juga gadis itu akan mengalami drop lalu dilarikan ke UGD. Keluar masuk rumah sakit sudah seperti rutinitas yang dilakukan sepanjang Minggu .Aku yang tidak serumah dengan mereka kadang dipanggil untuk menemani Kevin atau mengurusi beberapa berkas yang harus ditangani oleh kedua buat perusahaan Sanjaya. Mereka jarang sekali k

  • Dendam Setelah Kematian Suamiku   63

    Lagi duduk di sisinya aku menggenggam tangannya membiarkan lelaki itu mencurahkan kesedihannya."Dia akan baik-baik saja mas kita akan merawatnya.""Kenapa aku tidak tahu dari awal Kalau anakku sakit padahal dia terlihat baik-baik saja." "Tidak ada yang bisa menebak masa depan Mas, tugas kita adalah menjadi tegar dan Lakukan yang terbaik untuk anakmu. Kau juga harus memberitahunya vallery kalau mulai sekarang kalian akan fokus merawat Alisa.""Valeri akan histeris," balas Mas Ghazali dengan sedih. "Yang paling baik menyampaikannya adalah kamu jadi aku percaya kamu bisa menenangkannya."Aku dan Mas Ghazali berjalan menuju kamar Ariza melihat kami dari Abang pintu gadis yang masih diinfus itu terlihat tersenyum pada kami. " Apa yang Dokter katakan, Bu."" Kamu baik-baik saja hanya butuh sedikit perawatan dan kontrol yang rutin."" Kontrol, kenapa aku harus kontrol?" " Karena tubuhmu sedang lemah jadi dokter ingin memantaunya itu akan bagus untuk perkembangan kesehatanmu, anakku."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status