Aku dan lelaki itu masih berhadapan di dalam ruangannya, dia berdiri menghadap ke jendela dengan tatapan menerawang ke arah gedung-gedung pencakar langit yang menjulang sementara aku menyandar di meja kerjanya.
"Tuan Ghazali, saya menghargai perasaan Anda, tapi saya hanya asisten pribadi. Dan selamanya akan terus begitu, tak pantas bagi saya berusaha menjerat Anda dengan cinta sementara orang-orang akan melihat itu sebagai bentuk ambisi untuk mendapatkan harta." "Tapi saya tahu perasaanmu yang sebenarnya." Hahaha... Lelaki itu tidak pernah tahu perasaanku yang asli bahwa aku sangat membenci mereka sekeluarga. Memang lelaki rendah hati yang selalu bersikap baik pada semua karyawannya itu, tidak pernah jahat padaku tapi bagaimanapun dia adalah bagian anggota keluarga Sanjaya. Di depannya aku selalu menurut, mendukung keputusan dan ada saat dia membutuhkanku, tapi di balik semua itu aku menyusun rencana agar dia ketergantungan denganku, agar dia tidak bisa jauh dan selalu ada aku di sisinya. Dan itu berhasil terjadi, kemanapun lelaki itu pergi dia selalu membawa serta diriku, hal itu kemudian mulai membakar perasaan istrinya. Perlahan wanita itu mulai cemburu dengan kedekatan kami, mulai curiga kenapa aku selalu ikut keluar kota atau ke manapun Tuan Ghazali mengadakan rapat. Padahal suaminya adalah lelaki santun yang tidak pernah sekalipun terlihat bernafsu atau ingin menjamahku, dia menghormatiku dengan memberiku tempat yang layak juga memperlakukanku layaknya wanita yang patut dihargai. "Aku sudah lelah dengan pernikahan ini, Arimbi. Aku ingin bercerai dari Valerie." "Tapi Anda punya anak Pak, dan saran terbaik yang bisa diberikan adalah mempertahankan pernikahan Anda." "Tidak." "Apakah pantas menjandakan istri anda demi seorang janda, terlebih Anda tidak tahu bagaimana masa lalu dan latar belakang saya," jawabku dengan lirih. Satu hal yang selalu kuletakkan pada prinsip bahwa aku tidak akan terlihat jalan di matanya. "Aku mencari informasi tentang kamu, kau Arimbi Lestari seorang lulusan ilmu sosial dan politik dengan nilai terbaik, kau pekerja yang jujur dan berasal dari keluarga yang baik. Hal apa yang harus aku cari lagi. Aku nyaman denganmu," balasnya sambil mencoba meyakinkanku dengan memegang bahu. Perlahan aku menatap matanya dan menggelengkan kepala sambil menepis kedua tangan itu dari bahuku. Aku khawatir orang-orang yang lewat akan melihat kami dari balik dinding kaca dan melaporkan hal itu pada nyonya Valerie yang ruangannya hanya beda satu lantai dari tempat ini. "Pak, saya hanya asisten pribadi dan saya puas dengan posisi itu. Saya tidak berani ingin menggantikan posisi istri Anda yang hebat. Dia wanita yang cantik dan berkuas, saya tidak pantas bersaing dengannya." "Justru kamu memenangkan segalanya di atas Valerie. Kau pribadi yang hangat dan peduli pada orang lain sementara Valerie berhati diinginkan kejam. Dia tidak menerima kesalahan dan akan menghukum orang-orang tanpa memperdulikan alasan di balik itu. Aku tidak bisa bertahan dengan pasangan semacam dia." "Tapi anda sudah menikah dengannya selama 15 tahun." "Dan aku tidak tahan lagi Arimbi. Nafasku sesak bila aku teringat kalau aku adalah suami Valeri." "Tuan... sebaiknya Anda lanjutkan pekerjaan... Saya akan kembali ke meja saya." "Aku tidak ingin kau terus bekerja seperti ini, jadilah istriku dan nyonya di rumahku, kau tidak perlu bersusah payah lagi." "Kalaupun aku bersedia nyonya Valeri tidak akan membiarkan itu terjadi. Dia akan menyulitkan proses perceraian dan menyulitkan hidupku. Bahkan bukan tidak mungkin dia akan melenyapkanku, Tuan." "Aku akan melindungimu. Aku tidak akan membiarkan Valeri menyakitimu!" Lelaki itu menggenggam tanganku tak peduli bahwa saat ini ada beberapa orang yang lewat di sekitar ruangannya. Aku segera menepis tangan itu dan bersurut mundur dari hadapannya. "Maaf tuan saya harus pergi ada beberapa jadwal Anda yang harus saya revisi." "Kenapa kau menghindariku dan menolak cintaku?" "Aku tidak bilang aku menolak, kita dalam posisi yang tidak bisa saling mencintai, meski saya sangat mengagumi Anda." Aku membalas, setengah memberinya harapan dan setengah menolaknya. Aku tidak ingin terlihat tidak berminat, tapi aku harus membuat dia jatuh cinta padaku, bertekuk lutut dan mengabaikan nyonya Valerie. Begitu aku keluar dari ruangan Tuan Ghazali, nyonya Valerie ada di ujung lorong berjalan dengan dua orang asisten yang selalu mengikutinya kemanapun ia berjalan. Melihatku dia berhenti, wanita itu memicingkan mata dan memandangku dari atas ke bawah, memandang kemeja satin berwarna hijau emerald yang kukenakan serta rok span selutut yang selalu membuatku terlihat cantik dan seksi di mata semua orang. Wanita itu mendecih sinis seakan ia sangat jijik melihatku, lalu dia menghembuskan nafas dan melanjutkan jalannya. "Wanita jalan ini selalu berada di sekitar suamiku!" ujarnya menghardik diri ini begitu aku melewatinya. "Maaf Bu?" Aku berhenti dan membalikkan badan sementara wanita itu hanya tertawa sinis. "Tidak, aku tidak mengatakan apapun!" Ucapnya sambil melirik kedua asistennya lalu mereka beranjak. Aku tidak peduli dengan sindirannya atau dia akan merundungku bersama orang-orang kepercayaannya. Selagi Tuan Ghazali berdiri di sisiku dan mendukung diri ini maka aku tidak akan mundur. Dia tahu bahwa Tuhan Ghazali menaksir diri ini tapi wanita itu belum pernah mendapatkan bukti kedekatanku dengan suaminya, aku pandai menjaga jarak dan menyembunyikan identitasku yang asli. Dan.... Namaku bukan Arimbi, aku adalah Fika Handayani, wanita yang pernah ia rebut suaminya dengan kecelakaan yang naas dan mengerikan. Setiap kali menatap wanita itu aku selalu ingat ledakan mobil suami dan teriakan anakku! Aku tidak akan mengampuninya, begitu aku mendapatkan posisi dan uang yang banyak, akan kugunakan kekuasaanku untuk melenyapkan satu persatu orang-orang yang dicintai oleh vallerie. Akan kubuat dia menangis, merasa terbunuh dalam keadaan masih bernyawa dan tersiksa layaknya mayat hidup. Aku ingin melihat wanita sombong yang selalu pamer kemewahan itu, terpuruk dan kehilangan segalanya. Aku tidak akan membiarkannya hidup dengan lega dan selalu tertawa di atas penderitaan orang lain."Perbuatan yang mana?!' tanya Nyonya Valeri dengan santainya. Seakan dia lupa kalau kemarin dia menganiaya diri ini Dan hampir melenyapkan nyawaku. "Akan kutelepon ayahku sekarang dan kuberitahu apa yang telah kau lakukan. Ia pasti akan sangat marah jika seorang CEO yang dia banggakan melakukan perbuatan rendahan!""Tunggu apa maksudmu!' Valerie panik, dia segera merampas ponsel Tuan Ghazali dari tangan suaminya. "Akan ku beritahu kalau kau memukuli dan hampir menguburkan Arimbi hidup-hidup!""Ayah tidak akan marah karena itu! Dia tahu kalau aku sangat membencinya dan bagaimana sepak terjang wanita ini. Seharusnya kalau Arimbi punya malu dia sudah lama mengundurkan diri mengingat ia telah menerima uang dari ayahmu.""Uang itu tidak ada pada Arimbi! Uang itu ada padaku!" Tuan gak saling berbohong untuk membela diri ini di muka istrinya. Wanita itu semakin meradang saja, nafasnya memburu naik turun dengan jelas. "Kau jangan keterlaluan Mas! Apa kau benar-benar akan memilih wanita itu
Dendamku bertumpuk, setelah menghancurkan keluarga dan melenyapkan nyawa orang yang kucintai. Wanita itu memukuliku, menyebarkan gosip, selalu mencurigaiku dan sekarang memfitnahku sebagai pencuri. Ditambah kemarin dia hampir menguburkanku hidup-hidup. Sekarang aku akan menjawab perbuatannya, aku akan membuat dia membayar dengan cara yang lebih keji lagi. *"Kudengar kau berpengalaman dalam bidang ini?" Aku bertemu seorang pria yang berprofesi sebagai escort, gig0l0 pemuas nafsv wanita. Dia cukup tampan, terkenal di kalangan sosialita dan berpenampilan menarik. Selain itu dia terlihat seperti seorang pebisnis yang begitu meyakinkan. Tampilannya rapi, tatanan rambut dan bau parfumnya juga berkelas. "Ya, aku berpengalaman. Tapi siapa targetnya?!'"Wanita ini!" Aku menyodorkan amplop berisi foto Valeri yang sedang duduk di ruang kerjanya. Wanita itu tampak sangat berkarisma dengan perhiasan berlian yang ia kenakan. "Bukankah ini adalah Valeri Sanjaya.""Iya.""Berapa bayarannya.""
Wanita itu salah perhitungan ingin menyakitiku, tapi akan kuikuti alur permainannya dan kubiarkan dia bersenang-senang. Mungkin dia ingin membunuhku tapi aku tidak akan dipatahkan oleh ancaman dan sedikit kesakitan. "Jadi kau ingin membunuhku sekarang?!""Aku akan melakukan, akan kucor mayatmu di balik di dinh, sehingga tidak akan yang menyadari kalau aku membunuh seseorang.""Kalau begitu tunggu apa!""Aku akan memberimu harga betapa sakitnya konsekuensi menggoda suami orang!" Wanita itu mendekatkan wajahnya sambil tertawa tapi aku yang membencinya, mengingat betapa sakitnya kematian suamiku langsung meludahi wajah wanita itu sembari menghantamkan kepalaku ke hidungnya.Gubrak!Wanita itu terjengkang, jatuh menabrak tumpukan papan yang tergeletak di lantai, hidungnya berdarah, ia menjerit, salah satu pria yang memegangiku sigap menolongnya, membantunya berdiri dan memberinya sebuah sapu tangan untuk mengelap darah dari hidungnya. "Pukuli dia, masukkan dia ke dalam bak mandi dan tu
Melihat Valeri menangis, melihat Tuan Ghazali dan Tuan Sanjaya saling bersitatap dengan netra yang berkobar atas kemarahan masing-masing aku berinisiatif untuk kembali memanaskan suasana. Alih-alih diam saja dan bersikap lemah seperti seorang gundik, aku memutuskan untuk bermain drama. "Pak Ghazali... Sebaiknya Anda dengarkan perkataan ayah anda. Toh saya dan Anda tidak berpacaran. Hubungan kita hanya sebatas atasan dan bawahan. Mendengarkan istri dan ayah anda!""Ada apa denganmu? Aku sudah meyakinkanmu bahwa semua ini akan berhasil. Aku juga sudah tidak tahan lagi dengan pernikahan penuh sandiwara ini!""Sandiwara apa Mas!" Wanita itu sontak terdiam sambil mengusap air mata. "Apa maksudnya, aku dan kamu menjalani pernikahan penuh kepura-puraan?" Wanita berambut sebahu itu kembali bertanya pada suaminya dengan heran. "Kau dan aku sudah lama tidak akur. Kita tak lagi bahagia dan saling mencintai, tidak ada lagi percakapan sehat atau sentuhan yang menyenangkan. Aku sudah tidak tahan
Aku keluar sambil menggebrak pintu ruangan Nyonya Valeri dengan marah, begitu melihatku muncul dari sana para pegawai yang sedangs sibuk dengan tugasnya memperhatikanku.Mereka semua memandangku seakan ingin mengkonfirmasi isu yang sedang terjadi. "Kenapa??!" Aku mendengus dengan kesal sambil mengedarkan pandangan tajam. "Apa yang kalian lihat!" Aku tidak bisa mengendalikan kemarahanku tapi untungnya mereka tidak menanggapiku. "Sialan!" Aku menggeram lalu kembali ke mejaku. Aku mulai merasa bahwa wanita itu sedang mengacaukan dan ingin menyingkirkanku. Aku tahu bahwa dia tidak akan tinggal diam melihat sinyal bahaya dalam rumah tangganya, terlebih aku dan Tuan Ghazali makin hari makin dekat saja. Wanita itu jelas melihatku tapi sebagai saingan yang akan menghancurkan hidupnya, hingga dia merasa penting untuk menyingkirkanku. Tapi aku tidak akan berhenti, semakin ia berusaha untuk membuatku menjauh, aku akan semakin dekat dan nekat. Sebelum ia mengatur langkah untuk membuat renca
Sore itu langit terlihat syahdu dari sisi dermaga, ombak berkejaran perlahan menghantam tiang-tiang pancang penopang jembatan, beberapa perahu terlihat mengikuti irama riak air dengan tali yang tadi yang ditambatkan ke ujung kayu dermaga. Setelah pembicaraan dengan Tuan Ghazali, aku pilih untuk pergi ke laut menenangkan diri. Senja dan lautan seperti rumah bagiku, mereka tidak pernah menolakku setiap kali aku ke sana untuk meluahkan keluh kesah dan cerita hidupku. Aku suka berlama-lama menatap ombak yang berkejaran, menjuntaikan kakiku di sisi jembatan sambil membiarkan air menjilati kakiku, menikmati tiupan angin di wajah dan sela anak rambut, serta kicauan burung yang berterbangan dengan kawanan. Begitu cakrawala berubah menjadi kuning dengan semburat merah lalu setengah bola matahari tenggelam di balik lautan, aku akan merasakan kedamaian. Kunikmati momen tersebut sambil mengenang memori tentang suami dan anakku. Kuraih ponselku, untuk mengabadikan momen matahari yang terb