Aku senang melihat kedua anak konglomerat itu bertengkar. Tuan Ghazali sebagai pemilik perusahaan tapi Valerie istrinya lebih berkuasa dari dia, konon katanya wanita itu lebih dipercayai oleh mertuanya.
Selain cerdas dan memiliki banyak koneksi Valerie Sanjaya juga cantik dan berkharisma, tapi dibalik semua kesempurnaan itu, dia menyimpan kekejaman. Dia wanita perfeksionis yang tidak bisa mentoleransi kesalahan. Dia akan menyakiti orang-orang yang bekerja tidak sesuai dengan rencana atau tidak segan memecatnya seketika. Dia tidak akan mengampuni apapun yang tidak sesuai dengan keinginannya. Segala sesuatu harus berjalan sesuai aturan dan perintah. * Sore itu selepas pulang kantor, aku dan Rudi sahabatku pergi minum-minum di kafe yang ada di sekitar barisan kantor kami. Aku dan dia memesan koktail lalu duduk di bar sambil berusaha melegakan nafas. "Untung aku memahami sinyal darimu dan segera memberitahu Tuan Ghazali kalau wanita jahat itu memanggilmu! Dan untung saja ...Tuan Ghazali segera menyelamatkanmu." "Iya, kau adalah Dewa penolongku," balasku sambil meraih gelas dan mengesap sedikit dari isinya. "Uufffh ...aku tidak mengerti kenapa Nyonya Valerie sangat memusuhimu!" "Aku juga tidak tahu Rudi, tapi sepertinya dia cemburu!" "Kenapa cemburu, apakah ini karena fakta kau sangat cantik atau Tuan Ghazali memang tidak bisa lepas darimu." "Sepertinya dua-duanya." "Tapi itu bukan salahmu, kau cantik dan Tuan Ghazali mengandalkanmu. Seharusnya wanita itu merasa beruntung bahwa suaminya memiliki asisten yang bisa dipercaya!" "Kau tahu kan' zaman sekarang... Bahkan dinding pun punya mata dan telinga. Jadi ada beberapa orang yang menyampaikan isu padanya sehingga dia terbakar amarah!" "Oh...." Sahabatku menggelengkan kepalanya. "Andai Tuan Ghazali tidak datang wanita itu nyaris memukulku." "Kau juga terlalu berani padanya," ucap sahabatku sambil tertawa. "Aku harus membela diriku sebelum dia terus merendahkanku! Aku hanya bekerja dan dia seharusnya tidak cemburu." "Ya begitulah, kalau orang sudah kehilangan akal sehat. Kau tahu kan kalau seluruh gedung tahu bahwa kedua suami istri itu tidak akur. Mereka memang terlihat kemana-mana saling menggandeng tangan dan bermesraan tapi itu hanya topeng!" "Hmmm." Aku hanya menanggapi dengan gelengan kepala. "Tuan Ghazali adalah lelaki yang baik... Kasihan aku padanya karena dia harus menghadapi wanita gila itu setiap hari!" Temanku menghirup minumannya sambil menerawang ke arah pintu yang terbuka. "Yang lebih tidak kupahami... kenapa mereka bisa menikah." "Tahu kan... Kalau para konglomerat hanya mau dijodohkan dengan yang sama kelasnya dengan mereka. Jadi kuyakin Nyonya Valerie dan Tuan Ghazali dijodohkan." "Kalau memang tidak cocok kenapa tidak cerai?" "Kau pikir mudah cerai dan membagi aset! Nyonya Valeri adalah anak dari pemilik raksasa perusahaan tambang. Sementara Tuan Ghazali adalah pemilik Sanjaya and Co. Mereka adalah perpaduan yang hebat, kau tahu?' "Dia sangat kaya dan cantik tapi kenapa dia begitu jahat?" "Mana kutahu! Kadang orang kaya tidak bisa memperlihatkan sisi rapuh dan kesedihan mereka jadi mereka menggunakan keangkuhan sebagai perisai agar terlihat berwibawa." "Hmm, itu masuk akal." Aku mengangguk setuju dengan Rudi. "Kalau begitu bersulang untuk keselamatanmu. Lain kali kau harus menjaga diri karena aku tidak bisa selalu menyelamatkanmu," ucap sahabatku itu sambil memasang wajah kesal sementara aku tertawa dan menyulang gelasku dengan gelasnya. * Aku tiba di apartemen, meletakkan sepatu dan tasku ke tempatnya lalu menjatuhkan diriku di atas sofa. Kuhela napas sambil mengumpulkan sisa energi, hariku panjang dan melelahkan, di ujung hari sulit itu aku akan lbali pada hidupku yang kesepian, bekerja keras mengurus diri sendiri lalu pulang ke apartemen dan menikmati keheningan. Sejak suamiku meninggal aku belum memutuskan untuk membuka hati apalagi berencana menikah. Aku terbiasa menyendiri dan bebas dari drama. Jadi, tidak ada yang lebih kuinginkan sekarang selain merebahkan diri di tempat tidur dan pulas. Sekali lagi kupandangi dinding di mana pigura foto keluarga kecilku terpasang di sana, ada gambarku dan Mas Hardi juga putraku Rion, kami terlihat tertawa dalam gambar itu, tapi sayang, kedua orang yang kucintai sudah pergi untuk selamanya. Andai Valerie tidak menabraknya, mungkin putraku sudah duduk di bangku SMP dan berusia 13 tahun. Dia adalah putra yang cerdas dan menggemaskan, aku yakin dia akan tumbuh jadi pemuda yang tampan dan hebat. Sayangnya.... Kecelakaan naas itu merenggut segalanya dariku. Dan suamiku.... Ahhh. Aku benar-benar merindukannya. Tak terasa air mataku meleleh, mengingat betapa aku sangat merindukan kehadiran putra dan suamiku. Kuraih potongan pakaian mereka dari dalam tas, menciumnya sedalam mungkin, lalu menangis tersedu meratapi nasibku tanpa mereka. Masih tersisa aroma parfum suamiku di sana serta kerinduan yang tak akan pernah terobati selamanya. Entah kenapa, setiap kali ingat suamiku maka dendamku akan semakin membara pada Valerie. Aku bertekad membalasnya, tidak peduli apapun yang terjadi, akan kulenyapkan satu persatu keluarganya, akan kurampas harta dan suaminya, akan kulempar wanita itu ke dalam penderitaan tanpa ujung, juga membuatnya seperti gelandangan tanpa arah. Aku bersumpah demi nyawa suami dan anakku, wanita itu akan membayarnya. Aku dalam proses membuat Valerie semakin dibenci oleh suaminya dan itu akan semakin meningkat setiap harinya. * Tring! Tuan Ghazali meneleponku begitu aku selesai mandi. Masih dengan handuk di kepala, aku segera membalas panggilannya dengan menggeser tombol hijau. "Apa kau baik-baik saja? Kau pulang kantor tanpa bertemu denganku apa semuanya baik setelah istriku memarahimu?" "Jujur saja saya sedikit takut, Tuan. Dia mengancam akan melenyapkan saya jika saya terus berada di sekitar Anda. Jika anda peduli, sebaiknya posisi saya diturunkan dan pindahkan saja ke departemen lain, Tuan. Saya tidak bisa melawan kemarahan istri Anda yang mengerikan." "Kau tidak akan ke mana-mana! Aku akan pulang dan bicara pada Valerie. Aku tidak akan membiarkan dia mengganggumu karena kau adalah asisten yang kupercayai." "Justru jika anda melakukan itu ...Nyonya akan semakin membenci saya!" "Aku tidak peduli pada kebenciannya. Kau hanya perlu bekerja padaku dan mengabaikannya!" "Tapi Anda berdua adalah pemilik gedung! Setengah bagian Anda adalah setengah milik Nyonya Valerie. Dia sangat berkuasa dan dia bisa lakukan apapun untuk menyakiti saya Tuan!" Kali ini aku mulai menangis, tapi tangisanku hanya kepura-puraan, karena aku ingin menciptakan celah diantara Tuan Ghazali dan istrinya. "Aku tidak akan membiarkan dia mengganggumu, aku bersumpah Valeri tidak akan mendekatimu sekali lagi." "Dan itu akan semakin menyulitkan saya tuan!" "Tidak! Aku tidak akan membuatmu kesulitan. Aku berjanji bahwa kau akan baik-baik saja dan posisimu akan semakin meningkat! Aku berjanji aku akan berikan apapun agar kau merasa aman." Wow... Lihat 'kan lelaki itu benar-benar tergila-gila padaku. Dia rela pertaruhkan apapun demi membelaku di mata semua orang. Sepertinya dia akan lakukan semuanya jika aku menerima cintanya. Jadi, tunggu apa lagi? Aku harus segera melancarkan aksiku untuk menghancurkan hidup Valeri dan membalaskan dendamku.Berhubung Valerie memutuskan untuk vakum dari dunia bisnis demi fokus mengurus Kevin, aku dipanggil ibu mertua dan diajak bicara olehnya. Wanita yang selalu memandangku dingin dan bicara seperlunya itu tiba-tiba mengajakku minum teh."Kau betah dengan posisi manajer bayangan?""Apa maksud ibu?" " aku tahu secara teknis kau belum diangkat sebagai apapun semenjak berhenti jadi asisten Ghazali tapi kau mengatur segalanya, mengambil alih tugas banyak orang dan kurasa itu merepotkan."" tidak juga, saya berusaha melakukan yang terbaik, dan semua yang terjadi sudah atas bimbingan suamiku."" Bagaimana kalau kau kuberikan posisi strategis yang akan membuatmu puas dan bahagia.""Apa itu?""Direktur perencanaan dan strategi!"Aku terkejut mendengarnya aku nyaris melompat bahagia Tapi aku berusaha mengendalikan diriku. Kupandateg Nyonya Reiko tanpa berkedip sedikit pun sementara dia hanya menganggukkan kepalanya dengan tatapan tegas." hanya yakin Bukankah itu posisi yang sangat penting dan
"Arimbi!" Melihatku berdiri mematung dan salah tingkah di antara para pelayat dan orang-orang yang memperhatikan ibu mertua segera mengambil peran, dan memberiku isyarat dengan anggukan kepalanya. "Pergilah ke dapur, lihat persiapan para pelayan dan catering. Kita harus menjamu tamu minimal menyiapkan minuman.""Baik Nyonya." Aku mengangguk lalu merapikan kerudung dan beranjak ke dapur. Saat melewati bibi dan keluarga suamiku, wanita-wanita elit itu memandang diri ini dengan sinis, tapi aku tidak membalas, hanya memberikan gestur hormat dengan menundukkan kepala pada mereka. "Itu siapaa?""Bininya Ghazali." Tante dengan kerudung merah memandangku dari atas ke bawah aku hanya tersenyum tipis dan beranjak perkahan. "Cantik ya.""Iya tapi licik." Suara bisikan itu terdengar sumbang di telinga, tapi aku berusaha menyadarkan diri sambil mengelus dada, dalam kondisi hamil dan berduka seperti ini kesabaranku sedang diuji habis-habisan, namun aku harus pandai mengendalikan diriku. "N
Suasaba di ruang ICU makin mencekam, bunyi mesin seakan berlomba, saturasi oksigen makin menurun dan detak jantung Alisa melemah. Aku menggenggam tangan anak sambungku dengan air mata berderai sembari memohon pada Tuhan agar Dia menyelamatkannya. "Tuhan jangan hari ini...aku belum sanggup kehilangan anak lagi, belum satu tahun aku bersamanya tapi ini malah terjadi," Bisikku sambil mengusap air mata. "Alisa..." Aku membisikan nama Gadis itu di telinganya lalu mulai mengucapkan syahadat dan dzikir dzikir pendek yang mungkin bisa didengarkan olehnya. "La ilaha illallah...." terus aku ulangi kalimat itu di telinganya sambil berusaha menguatkan hati dan berdoa semoga suamiku bisa tiba secepatnya di rumah sakit dan berpamitan dengan putrinya. Di sisi lain, dua orang asisten Valeri terus berusaha membangunkan wanita yang masih terkulai di pangkuan pembantunya itu. "Nyonya bangunlah..." salah seorang asistennya nampak begitu khawatir dia mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tasnya
Aku tak peduli pada keramaian lorong Rumah Sakit Begitu tiba di sana, aku melompat dan langsung berlari mencari ruang ICU di mana anak sambungku sedang dirawat. Baru saja tiba di ujung koridor Valeri langsung berdiri, menyambut kedatanganku wanita itu langsung menangis."Gimana keadaannya." "Nggak sadarkan diri, kritis Arimbi!" Valerie berseru dengan nada sedih.Aku langsung beralih pada jendela kaca dan melihat putri sambungku di sana. Beberapa alat bantu kesehatan menancap di tubuhnya, bunyi mesin-mesin penunjang kehidupan membuat jantungku juga ikut berdegup kencang. Tak bisa ditolak keadaannya sangat lemah, matanya tertutup rapat menunjukkan bahwa ia sedang bertarung dengan sakitnya."Kapan masuk icu!""Sejam lalu.""Apa kata dokter?"" mereka akan terus memantaunya!"" Mas Ghazali di mana?"" Sebenarnya dia lagi di luar kota, memantau tambang batubara yang baru kami akuisisi. Dia sedang mengatur manajemen dan melihat lokasi proyek!""Wah!" Aku kehilangan kata-kata tapi aku ti
Valeri sangat syok atas sakit yang diderita putrinya, wanita itu menangis berjam-jam di ujung koridor, seakan kesedihan akan membunuhnya, bahkan saat aku menawari dia makan dan minum wanita itu hanya menanggapinya dengan gelengan dia tidak memperdulikanku hanya sibuk merutuki dirinya. Aku berusaha menguatkan Mas Ghazali memberi dia keyakinan bahwa apa yang terjadi bisa kami lewati dan semuanya akan kembali seperti semula. *Waktu bergulir dari hari menjadi bulan, berminggu-minggu keadaan Alisa tidak kunjung membaik meski dia sudah dibawa berobat ke tempat yang mumpuni bahkan ke luar negeri. Kadang situasinya bagus, kadang dia terlihat begitu sehat tapi kadang juga gadis itu akan mengalami drop lalu dilarikan ke UGD. Keluar masuk rumah sakit sudah seperti rutinitas yang dilakukan sepanjang Minggu .Aku yang tidak serumah dengan mereka kadang dipanggil untuk menemani Kevin atau mengurusi beberapa berkas yang harus ditangani oleh kedua buat perusahaan Sanjaya. Mereka jarang sekali k
Lagi duduk di sisinya aku menggenggam tangannya membiarkan lelaki itu mencurahkan kesedihannya."Dia akan baik-baik saja mas kita akan merawatnya.""Kenapa aku tidak tahu dari awal Kalau anakku sakit padahal dia terlihat baik-baik saja." "Tidak ada yang bisa menebak masa depan Mas, tugas kita adalah menjadi tegar dan Lakukan yang terbaik untuk anakmu. Kau juga harus memberitahunya vallery kalau mulai sekarang kalian akan fokus merawat Alisa.""Valeri akan histeris," balas Mas Ghazali dengan sedih. "Yang paling baik menyampaikannya adalah kamu jadi aku percaya kamu bisa menenangkannya."Aku dan Mas Ghazali berjalan menuju kamar Ariza melihat kami dari Abang pintu gadis yang masih diinfus itu terlihat tersenyum pada kami. " Apa yang Dokter katakan, Bu."" Kamu baik-baik saja hanya butuh sedikit perawatan dan kontrol yang rutin."" Kontrol, kenapa aku harus kontrol?" " Karena tubuhmu sedang lemah jadi dokter ingin memantaunya itu akan bagus untuk perkembangan kesehatanmu, anakku."