Dua jam berikutnya ....
"Permisi!" Seorang wanita menghampiriku saat aku sedang sibuk bekerja di layar komputer. Dia adalah Fani asisten pribadi nyonya Valeri. Wanita itu bertumbuh kurus dengan wajah yang selalu terlihat ketakutan karena dirundung oleh bosnya sendiri. Berhari-hari hidupnya selalu tertekan dan menerima teriakan wanita jahat itu. Bahkan jika kopinya kurang gula, Velerie tidak akan segan-segan untuk menyiramnya ke wajah Fani. Makanya gadis itu paling tidak harus membawa dua atau tiga pakaian ke kantor. "Tadi kulihat kau pakai baju biru sekarang kau sudah ganti kemeja putih," ucapku yang sengaja membuat gadis itu malu sekaligus marah pada bosnya. "Biasalah," balasnya dengan senyum getir. "Ada apa Fani?" "Nyonya memanggil Anda. Dia ingin bertemu dan bicara sesuatu." "Tapi aku berada di departemen yang berbeda darinya, secara teknis kita memang satu gedung tapi kantor kita berbeda. Aku bekerja sebagai asisten untuk suaminya yang mengelola departemen keuangan sementara dia adalah CEO. Ada apa bos besar ingin bertemu denganku?" "Ah, entahlah!" Gadis muda itu hanya mengangkat bahu. Aku tutup buku besar yang sedang kucatat lalu mengikuti langkahnya pergi ke kantor Nyonya Valeri yang ada di lantai 10. Di tengah lorong aku bertemu dengan Rudi sahabatku, teman sekantorku yang sangat perhatian dan baik. Dia juga adalah asisten Tuan Ghazali. Pemuda itu memberi isyarat padaku dengan lirikan matanya seakan bertanya aku akan kemana. Lalu aku pun membalas dengan lirikan bahwa ini adalah sinyal bahaya. Dia memahaminya, dan dia pasti akan memberitahu Tuan Ghazali. * Begitu tiba di ruangan Valerie, wanita itu terlihat sedang duduk dan berputar-putar dengan kursi kerjanya. Begitu melihatku datang, wajahnya yang selalu terlihat kasar itu makin cemberut saja. "Boleh saya duduk Ibu?" "Tidak usah! Berdiri saja karena kau bahkan tidak layak duduk di kursi itu!" Dia tertawa sinis sementara aku hanya mengangguk dengan hormat. Tetap bersikap penuh hormat. "Oh, baik." Aku selalu bersikap polos dan rendah hati padahal sebenarnya--andai punya waktu berdua saja---akan kulempar wanita itu dari lantai 10 untuk memuaskan dendamku. "Kau tahu kan posisimu sebagai apa di kantor ini?!" Ucapnya membuka percakapan sambil menekan pulpennya di atas permukaan kertas. "Iya Nyonya!" "Kenapa aku mulai merasa bahwa kau mengambil kesempatan lebih dari yang pantas kau dapatkan!" "Maaf, saya tidak mengerti!" Aku menggeleng sementara wanita itu tertawa sinis memutar bola matanya. "Begini saja biar cepat! Tolong jawab dengan jujur, apa kau menyukai suamiku!?" "Hah? Tidak!" tegasku. "Tapi ada yang melihatmu dan kalian terlihat mengobrol dengan intens. Tatapan suamiku sangat mendalam dan kau juga menerima sentuhan darinya! Apa kau ingin menyangkal?" "Itu memang tidak benar!" Aku menggeleng cepat sambil menatap matanya dengan tegas. "Jadi orang-orang yang menyampaikan berita itu padaku, adalah orang-orang yang bohong!" "Saya tidak tertarik pada suami Anda! Saya hanya asisten yang cukup tahu diri dengan posisi saya!" "Beraninya kau melawan dan menatap mataku!" Wanita itu berdiri dan menggebrak meja, aku terkejut tapi aku berusaha tenang. "Kalau aku mau, aku bisa memecatmu sekarang juga atau membuatmu lenyap dari jalanan!" "Tapi saya hanya asisten pribadi. Memecat saya melanggar undang-undang ketenagakerjaan, juga sangat tidak etis karena saya bekerja dengan profesional. Jika saya selalu mengikuti Tuan Ghazali... Itu karena bagian dari tugas saya sebagai asisten pribadinya. Saya harus ikut dan mencatat apapun yang ia sebutkan!" "Tapi Rudi bisa menggantimu!" "Rudi juga punya tugas lain! Begitu Tuan Gazali memerintahkan, saya tidak berani menolaknya, Nyonya!" "Kau hanya cari-cari alasan agar bisa selalu lengket dengan suamiku!" "Itu tidak benar Nyonya. Ini hanya kecemburuan Anda!" "Beraninya kau bilang aku cemburu! Aku tahu suamimu memberi bonus 10 juta dari bulan yang lalu. Bonus apa sampai sebesar itu! Karyawan di perusahaan ini hanya mendapatkan 20% dari total gajinya untuk bonus. Kenapa kau mendapatkan dua kali lipat?' "Saya juga tidak tahu nyonya! Anda dan suami Anda adalah pemilik perusahaan ini jadi saya tidak akan mempertanyakan kenapa dia melakukan itu! Bos bisa lakukan apapun!' "Oh kau benar juga! Jika posisimu sudah terlalu tinggi kurasa aku bisa menurunkannya sampai kau lebih pantas menjadi pesuruh di tingkat paling rendah!" "Saya tidak masalah selagi alasannya bisa diterima dan saya memang membuat kesalahan!" "Dasar arogan!" Wanita itu melempar pulpennya dan nyaris mengenai wajahku, lalu membalikkan badan sambil berkacak pinggang, mendengus seperti sapi yang sedang kepanasan. "Ada apa ini??" Tuan Ghazali tiba-tiba merangsek masuk ke dalam ruangan Nyonya Valerie. Dia datang dengan kemarahan diikuti oleh Fani di belakangnya. Melihat suaminya masuk, wanita itu terbelalak dan kaget sekali. "Maaf ibu saya sudah beritahu Tuan kalau Anda sedang sibuk," ucap Fani dengan suara gemetar dan ketakutan. Kelihatannya asisten wanita itu memang menghadang Tuan Ghazali di depan pintu tapi dia tidak berdaya melakukannya. "Kenapa kamu memanggil asistenku?!" "Aku sedang menanyakan sesuatu padanya!" "Tapi aku baru saja mendengar ancamanmu!" "Astaga ini konyol!" Wanita itu tertawa sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja. "Apanya yang konyol! Kenapa kamu memanggil asisten yang sama sekali tidak bekerja di bawah departemenmu! Apa keperluanmu dengannya!" "Aku sedang menanyakan sesuatu!" "Menanyakan tentang aku dan kegiatanku?!" "Bisa jadi!" "Untuk apa kau tahu! Selama ini kau tidak pernah peduli padaku. Jangankan memperdulikan kegiatanku kau bahkan tidak pernah membuatkan kopi untukku. Ada apa tiba-tiba kau ingin tahu segalanya!" Mendengar suaminya membentak wanita itu hanya mengedarkan pandangannya, melirik padaku dengan delikan mata penuh kebencian. Lalu berteriak meminta kami untuk meninggalkan ruangan. "Keluar kalian semua!" Aku segera beranjak dari sekitar Tuan Ghazali dan Nyonya vallery. Dua manusia yang terikat pernikahan tapi terjebak dalam hubungan cinta dan benci. Aku tidak mengerti kenapa orang-orang kaya begitu rumit, kalau tidak suka, kenapa tidak bercerai saja? Tapi sepertinya ada nilai aset dan warisan yang harus dipertahankan dan akan lebih baik jika tetap utuh daripada dibagi dua. Ada uang serta kekayaan yang harus dijaga dan reputasi yang tidak boleh tercoreng. "Lain kali jangan ikut campur dengan urusanku!" "Kenapa kau melindunginya!" "Dia adalah asistenku!" "Kenapa kau memperlakukan dia layaknya kekasihmu!" "Kau terlalu berlebihan!" "Aku tidak berlebihan aku adalah istrimu dan aku merasakan perasaanmu!" Wanita itu terdengar membela diri. "Tahu apa kau tentang perasaanku. Kau hanya wanita keji berhati dingin!"Tuan Ghazali balas membentaknya. "Pantaskah kau mengatakan itu di kantor! Kamu mempermalukanku Mas!" "Aku sudah tidak tahan denganmu!" Dari balik dinding kaca Tuan Ghazali terlihat mengacak rambutnya sendiri dengan frustasi sementara Nyonya Valeri membuang tatapan dari suaminya dengan sedih. Aku dan Fanny hanya saling lirik melihat drama itu, gadis muda itu menghela napas sementara aku mohon pamit darinya. Aku tidak prihatin dengan yang terjadi, karena itulah yang kuinginkan untuk terjadi. Kedua orang itu harus terpecah belah dan terpisahkan.Berhubung Valerie memutuskan untuk vakum dari dunia bisnis demi fokus mengurus Kevin, aku dipanggil ibu mertua dan diajak bicara olehnya. Wanita yang selalu memandangku dingin dan bicara seperlunya itu tiba-tiba mengajakku minum teh."Kau betah dengan posisi manajer bayangan?""Apa maksud ibu?" " aku tahu secara teknis kau belum diangkat sebagai apapun semenjak berhenti jadi asisten Ghazali tapi kau mengatur segalanya, mengambil alih tugas banyak orang dan kurasa itu merepotkan."" tidak juga, saya berusaha melakukan yang terbaik, dan semua yang terjadi sudah atas bimbingan suamiku."" Bagaimana kalau kau kuberikan posisi strategis yang akan membuatmu puas dan bahagia.""Apa itu?""Direktur perencanaan dan strategi!"Aku terkejut mendengarnya aku nyaris melompat bahagia Tapi aku berusaha mengendalikan diriku. Kupandateg Nyonya Reiko tanpa berkedip sedikit pun sementara dia hanya menganggukkan kepalanya dengan tatapan tegas." hanya yakin Bukankah itu posisi yang sangat penting dan
"Arimbi!" Melihatku berdiri mematung dan salah tingkah di antara para pelayat dan orang-orang yang memperhatikan ibu mertua segera mengambil peran, dan memberiku isyarat dengan anggukan kepalanya. "Pergilah ke dapur, lihat persiapan para pelayan dan catering. Kita harus menjamu tamu minimal menyiapkan minuman.""Baik Nyonya." Aku mengangguk lalu merapikan kerudung dan beranjak ke dapur. Saat melewati bibi dan keluarga suamiku, wanita-wanita elit itu memandang diri ini dengan sinis, tapi aku tidak membalas, hanya memberikan gestur hormat dengan menundukkan kepala pada mereka. "Itu siapaa?""Bininya Ghazali." Tante dengan kerudung merah memandangku dari atas ke bawah aku hanya tersenyum tipis dan beranjak perkahan. "Cantik ya.""Iya tapi licik." Suara bisikan itu terdengar sumbang di telinga, tapi aku berusaha menyadarkan diri sambil mengelus dada, dalam kondisi hamil dan berduka seperti ini kesabaranku sedang diuji habis-habisan, namun aku harus pandai mengendalikan diriku. "N
Suasaba di ruang ICU makin mencekam, bunyi mesin seakan berlomba, saturasi oksigen makin menurun dan detak jantung Alisa melemah. Aku menggenggam tangan anak sambungku dengan air mata berderai sembari memohon pada Tuhan agar Dia menyelamatkannya. "Tuhan jangan hari ini...aku belum sanggup kehilangan anak lagi, belum satu tahun aku bersamanya tapi ini malah terjadi," Bisikku sambil mengusap air mata. "Alisa..." Aku membisikan nama Gadis itu di telinganya lalu mulai mengucapkan syahadat dan dzikir dzikir pendek yang mungkin bisa didengarkan olehnya. "La ilaha illallah...." terus aku ulangi kalimat itu di telinganya sambil berusaha menguatkan hati dan berdoa semoga suamiku bisa tiba secepatnya di rumah sakit dan berpamitan dengan putrinya. Di sisi lain, dua orang asisten Valeri terus berusaha membangunkan wanita yang masih terkulai di pangkuan pembantunya itu. "Nyonya bangunlah..." salah seorang asistennya nampak begitu khawatir dia mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tasnya
Aku tak peduli pada keramaian lorong Rumah Sakit Begitu tiba di sana, aku melompat dan langsung berlari mencari ruang ICU di mana anak sambungku sedang dirawat. Baru saja tiba di ujung koridor Valeri langsung berdiri, menyambut kedatanganku wanita itu langsung menangis."Gimana keadaannya." "Nggak sadarkan diri, kritis Arimbi!" Valerie berseru dengan nada sedih.Aku langsung beralih pada jendela kaca dan melihat putri sambungku di sana. Beberapa alat bantu kesehatan menancap di tubuhnya, bunyi mesin-mesin penunjang kehidupan membuat jantungku juga ikut berdegup kencang. Tak bisa ditolak keadaannya sangat lemah, matanya tertutup rapat menunjukkan bahwa ia sedang bertarung dengan sakitnya."Kapan masuk icu!""Sejam lalu.""Apa kata dokter?"" mereka akan terus memantaunya!"" Mas Ghazali di mana?"" Sebenarnya dia lagi di luar kota, memantau tambang batubara yang baru kami akuisisi. Dia sedang mengatur manajemen dan melihat lokasi proyek!""Wah!" Aku kehilangan kata-kata tapi aku ti
Valeri sangat syok atas sakit yang diderita putrinya, wanita itu menangis berjam-jam di ujung koridor, seakan kesedihan akan membunuhnya, bahkan saat aku menawari dia makan dan minum wanita itu hanya menanggapinya dengan gelengan dia tidak memperdulikanku hanya sibuk merutuki dirinya. Aku berusaha menguatkan Mas Ghazali memberi dia keyakinan bahwa apa yang terjadi bisa kami lewati dan semuanya akan kembali seperti semula. *Waktu bergulir dari hari menjadi bulan, berminggu-minggu keadaan Alisa tidak kunjung membaik meski dia sudah dibawa berobat ke tempat yang mumpuni bahkan ke luar negeri. Kadang situasinya bagus, kadang dia terlihat begitu sehat tapi kadang juga gadis itu akan mengalami drop lalu dilarikan ke UGD. Keluar masuk rumah sakit sudah seperti rutinitas yang dilakukan sepanjang Minggu .Aku yang tidak serumah dengan mereka kadang dipanggil untuk menemani Kevin atau mengurusi beberapa berkas yang harus ditangani oleh kedua buat perusahaan Sanjaya. Mereka jarang sekali k
Lagi duduk di sisinya aku menggenggam tangannya membiarkan lelaki itu mencurahkan kesedihannya."Dia akan baik-baik saja mas kita akan merawatnya.""Kenapa aku tidak tahu dari awal Kalau anakku sakit padahal dia terlihat baik-baik saja." "Tidak ada yang bisa menebak masa depan Mas, tugas kita adalah menjadi tegar dan Lakukan yang terbaik untuk anakmu. Kau juga harus memberitahunya vallery kalau mulai sekarang kalian akan fokus merawat Alisa.""Valeri akan histeris," balas Mas Ghazali dengan sedih. "Yang paling baik menyampaikannya adalah kamu jadi aku percaya kamu bisa menenangkannya."Aku dan Mas Ghazali berjalan menuju kamar Ariza melihat kami dari Abang pintu gadis yang masih diinfus itu terlihat tersenyum pada kami. " Apa yang Dokter katakan, Bu."" Kamu baik-baik saja hanya butuh sedikit perawatan dan kontrol yang rutin."" Kontrol, kenapa aku harus kontrol?" " Karena tubuhmu sedang lemah jadi dokter ingin memantaunya itu akan bagus untuk perkembangan kesehatanmu, anakku."