Gaun merah itu masih terlipat rapi di dalam kotak, ada tas cantik dengan untaian mutiara sebagai talinya, juga sepatu dari brand mewah. Lelaki itu menghadiahkan segalanya dengan romantis sementara satu lantai di atas kami ada istrinya yang sedang sangat butuh perhatian dan kehadiran suaminya.
Bila wanita tahu tentang hadiah dan ucapan Tuan Ghazali, dia pasti akan menyeret dan melemparku ke neraka. Tapi di sisi lain aku akan bersenang-senang melihat kemarahannya, aku menuangkan anggur dan menikmatinya di atas kecemburuan dan keresahan hati Valerie. Aku tidak akan menyimpan semua ini tapi aku akan memamerkannya. Lihat saja. "Terima kasih Tuan. Kalau begitu saya akan kembali ke meja." "Ok." Aku tersenyum lalu mengambil kotak itu, tak panjang percakapan dan tak perlu banyak penolakan yang kuberikan sebab gaun itu sangat mahal, kalau aku tidak memakainya aku sisa melelangnya dan mendapatkan uang yang banyak dari itu. Sebuah rezeki tidak boleh ditolak, alih-alih ditolak lebih baik dimanfaatkan. "Apa itu?" Rudi yang baru saja datang dan menghidupkan laptopnya terlihat terkejut melihat kotak merah dengan pita berwarna putih itu. "Tebak siapa yang memberikannya padaku?" "Oh pria itukah?" "Uh-hmm." "Kau beruntung!" Temanku memukul bahuku dengan tawa gembira, aku mendelik padanya karena dia selalu kebiasaan memukul orang saat senang, dan dia segera minta maaf. "Ups, sorryy...." "Kalau kau lihat gaunnya kau akan mati... Dia sangat cantik dan mewah." "Aku yakin kau akan terlihat seperti ratu saat memakainya." "Tentu saja," bisikku perlahan,sebenarnya aku pura-pura berbisik, tapi sengaja memperdengarkan suaraku pada orang lain agar berita tersebut sampai ke telinga nyonya Valerie. Di dalam divisiku ada satu perempuan yang suka sekali mencari muka dan mengadu domba para staf yang berseberangan pendapat dengannya. Aku yakin, gadis muda bernama Cindy itu akan segera melapor kepada nyonya besar. "Hei, kau! Hati-hati saat bicara Cindy akan bicara pada nyonya besar!" "Memang itu keinginanku!" "Emang kamu nggak capek dipanggil terus?" "Aku bersenang-senang di atas kemarahannya!" "Tapi tuanmu itu tidak selalu ada untukmu. Bagaimana kalau dia kebetulan rapat di luar dan tidak ada yang menyelamatkanmu?!" "Bukankah kau akan ada di sini?" "Tapi aku tidak bisa naik ke lantai 5 dan langsung merangsek ke ruangan nyonya Valerie. Apa kau gila!" Sahabatku mendelik lagi sementara aku tergelak dengan senang. * Seperti yang kuduga, berita hadiah yang diberikan oleh tuanku terdengar oleh wanita itu. Terbukti saat kami sedang rapat dengan tim manajemen wanita itu selalu melirik ke arahku dan menatapku dengan tajam. Aku yang selalu duduk di belakang suaminya sebagai asisten dan pencatat, terlihat begitu dibenci olehnya. Setiap kali ia curi pandang dan kami bertemu tatapan, wanita itu selalu mencengkeram tangan dan melotot ke arahku. Seolah dia ingin memamerkan dominasi dan membuatku ketakutan. Sayangnya aku tidak takut sama sekali. "Baiklah, terima kasih semuanya!" Tuan Ghazali mengakhiri rapat, lalu menyalami para manajernya dengan senyum lebar. Presentasi laba pada kuartal awal membuat lelaki itu tersenyum bahagia dan bersyukur bahwa penjualan ribuan set perhiasan mengalami progres yang bagus. "Temui aku di ruanganku!" Desis wanita itu saat dia mendekat ke arahku. "Maaf saya tidak bisa. Saya harus ikut dengan tuan untuk memeriksa grand opening toko yang baru dibangun." "Aku adalah direktur utama di sini! Apa kau ingin membantahku?!' sekali lagi wanita itu berbisik, berusaha agar suaminya tidak mendengarnya. Tapi lelaki itu segera melirik ke arahku dan melihat Valeri tengah mendesis ke arah diri ini. Mengetahui sinyal dari tatapan mataku, pria itu segera paham kalau aku sedang terancam. Jadi seperti biasa Tuanku adalah malaikat penolongku, ia segera memanggil dan memintaku mendekat. "Arimbi kemarilah!" "Siap tuan!" "Tunggu aku ingin bicara sesuatu pada asistenmu!' "Kau butuh sesuatu?!' tanya Tuan Ghazali dengan nada yang sedikit tinggi. "Iya! Benar!" "Minta pada asistenmu sendiri, aku sedang membutuhkan asistenku," balas pria berstatus suami yang sudah menikahinya selama 15 tahun itu. "Mas! Kenapa kau selalu membuatku dipermalukan, even, itu di hadapan asistenku sendiri. Tidak bisakah kau bersikap baik? Emang apa salahnya kalau aku sesekali membutuhkan bantuan asistenmu. Bagaimana pun dia juga bekerja di kantor ini dan aku adalah atasannya!" Tuan Ghazali hanya menggelengkan kepala sambil berkali-kali mengusap wajah. "Akan kuizinkan dia menemuimu setelah menyelesaikan pekerjaannya denganku!" jawabnya. "Ayo Arimbi!" Lelaki itu memberi isyarat dengan dagunya agar aku segera keluar dari pintu utama ruang rapat. "Iya Pak." Aku mengangguk penuh hormat lalu berjalan melewati nyonya Valerie. "Awas kau ya... aku tidak akan melepaskanmu." bisik wanita itu yang hanya terdengar olehku, sambil dia tersenyum kepada suaminya. Dasar psikopat, dia bersikap manis dan kejam dalam satu kesempatan. Sekitar 1 jam aku dan Pak Ghazali berada di ruangan beliau, kami menyusun rencana kegiatan untuk rapat di luar kota, juga beberapa hal yang harus dilakukan pria itu kepada kliennya. Aku mencatatnya dengan baik dan mengerjakan tugas-tugasku dengan serius. Begitu menyelesaikan semuanya aku kembali ke ruangan kerja, melewati lorong panjang di mana ada dapur dan ruang yang diperuntukkan untuk istirahat para staf. Tiba-tiba dua orang menarikku dan menyeretku, memaksa diri ini untuk ikut dengan mereka ke balkon lantai 5. "Hai apa-apaan ini lepaskan aku!" "Ikut saja karena nyonya ingin bertemu denganmu!" "Tapi aku masih ada pekerjaan!" Dua orang itu membawa aku ke balkon di mana Nyonya Valerie sedang menghisap rokok dan menunggu kehadiranku. Melihatku datang wanita itu hanya tersenyum sinis lalu menginjak kotak merah pemberian Tuan Ghazali pagi tadi. "Astaga wanita itu mengambil gaunku," batinku. Brak! Aku didorong dengan kasar dan terjerembab di lantai tepat di bawah kaki Nyonya vallerie. "Jadi kau dapatkan hadiah ini dari suamiku?!" "Nyonya... Itu adalah pemberian dari tuan. Saya tidak bisa menolaknya!" "Oh ya?" Wanita itu mendekat, menghisap kembali batang rokok filter lalu menghembuskan asapnya ke wajahku. Aku terbatuk dan tersengal oleh asap pekat itu. "For your information... Gaun yang diberikannya padamu adalah gaun impianku. Aku tidak mengerti kenapa suamiku memberikan hal yang sangat kuimpikan pada wanita lain. Apa menurutmu ini masih kebaikan bos pada karyawannya ...atau sebuah sikap yang romantis?!' "Mana saya tahu!" Plak!! Wanita itu menamparku dengan sangat kencan, aku terhenyak sambil memegangi pipiku yang terasa panas dan perih. Satu tanganku memegang wajah dan satu lagi menopang tubuhku di lantai tapi tiba-tiba wanita itu menginjak tanganku dengan sepatu hak tingginya yang tajam. Aku menjerit kesakitan dan menangis. Bukan tidak mampu aku membalasnya tapi aku sengaja mengalah agar bisa memperlihatkan bekas perbuatannya pada Tuan Ghazali. Wanita bodoh ini... sekalipun dia membawa staf dan bodyguard untuk menyiksaku, ia tetap wanita tolol yang tidak memperhitungkan langkahnya.Semakin dekat dengan sidang perceraian semakin gencar aku mendekati Tuan Ghazali seakan aku adalah perangko yang menempel pada kertas amplop. Kemana pun lelaki itu pergi aku selalu ada di belakang ya, sekalipum dia hanya pergi ke ruang istirahat atau kantin. Aku sengaja melakukan itu untuk menciptakan kemarahan di mata Valerie, aku ingin membuatnya terbakar cemburu sebab aku tahu belakangan ini dia terus memantauku, meminta orang-orang kepercayaannya untuk memeriksa pergerakanku dan melaporkannya padanya. Jadi alih-alih berhenti, aku sengaja semakin membuat gebrakan menjadi lebih cantik, lebih elegan dan semakin dekat pada suaminya. "Selamat pagi!" Aku menyapa Tuhan Ghazali sambil membawa tumpukan berkas lalu meletakkannya ke hadapan pria itu. "Ini laporan dari anak-anak manajemen, Pak.""Okay, makasih. Tapi ...." Dia sedikit menurunkan kacamatanya dan memperhatikanku hari ini aku datang dan menata rambut membuatnya tergerai lalu mengenakan kemeja dengan kancing yang lebih rendah t
Lelaki itu terlihat resah saat aku memasuki kantornya, dia nampak khawatir dan menatapku dengan lekat saat aku membuka pintu dan berjalan mendekat ke arah meja kerjanya. "Ada apa Pak? Kenapa saya dipanggil?!""Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan tapi sepertinya aku harus bertanya langsung padamu."Aku tahu Valeri sudah memberitahu segalanya. Dia membuka identitasku dan aku yakin dia telah memprovokasi suaminya dengan berbagai tipu muslihat. Dia telah menyulut api di hati Tuhan Ghazali lalu lelaki itu terlihat begitu sedih dengan tatapan redup di matanya. "Ada apa Tuan?" "Apa benar kau bukan Arimbi?'"Saya sudah lama meninggalkan identitas lama agar bisa move on dan membuka lembaran baru hidup saya. Apa itu telah menjadi masalah?!'"Tapi kenapa kau tidak jujur?!""Saya mengganti nama dan identitas dengan persyaratan hukum yang legal. Saya bekerja di kantor ini dengan baik dan yang terjadi di masa lalu saya tidak ada hubungannya dengan tugas profesional saya sebagai asisten.""Ap
Lalu seminggu bergulir dengan permusuhan yang masih terasa kental di antara aku dan nyonya Valeri. Wanita itu sangat benci kehadiranku di kantornya tapi dia tak berdaya, selagi dia terus berusaha menggangguku, aku tetap santun mengerjakan tugas-tugasku dan menikmati peranku sebagai asisten pribadi orang yang paling dihormati di kantor itu. "Kudengar kabar mereka benar-benar bercerai," ucap seorang wanita yang sedang membuat kopi, aku berdiri tak jauh dari mereka dan mendengarkan percakapan itu. "Oh ya? Wah apa perusahaan ini akan dibagi dua kalau mereka cerai?!'"Kayaknya enggak deh! Nyonya Valeri tetap bertahan sebagai CEO dan suaminya adalah owner. Ga mungkin mereka campur adukkan masalah pribadi dengan bisnis?!'"Ya kalau sudah kecewa karena cinta, manusia bisa berbuat apapun," ujar wanita yang satunya menanggapi. "Wah kacau sekali yaa, katanya semua ini diakibatkan oleh kehadiran Mbak Arimbi.""Husttt... Jangan bawa nama wanita itu jika Tuhan Ghazali mendengarnya beliau akan s
Rudi sahabatku terkejut menemukan diri ini sedang duduk di meja kerja, meja yang kemarin sudah aku kosongkan kini sibuk dengan komputer yang menyala dan beberapa kertas laporan."Kau? Apa aku sedang bermimpi kalau kau ada di sini?!""Tidak, aku nyata!""Kau masuk kerja lagi?" Ucapnya sambil menyentuh bahuku. "Iya. Tuan Ghazali memerintahkanku, ia memintaku untuk membimbing asisten baru sebelum aku melakukan serah terima.""Aku baru saja lewat di ruangan Nyonya Valeri, aku mendengar percakapan dengan asisten dan betapa wanita itu mengamuk sejadi-jadinya.""Oh ya?""Ternyata kamu adalah sumber masalah yang ia bahas tadi? Dia bilang dia kedatangan sumber masalah terbesar dalam hidupnya. Dia mengamuk dan meminta seseorang untuk memeriksa latar belakangmu.""Benarkah?'"Iya, dia berteriak dan meminta asistennya untuk memeriksa latar belakang dan mencari cara untuk menyingkirkanmu, kupikir itu orang lain, kupikir siapa lagi yang telah membuatnya marah dan menggila se-drama itu... dan tern
Malam terasa begitu panjang, aku tak mampu memejamkan mata karena antusias menunggu apa yang akan terjadi di hari esok. Menunggu kabar ledakan hubungan antara Tuan Ghazali dan istrinya. Sambil meneguk coklat panas dari cangkir aku duduk di sisi jendela. Dari atas apartemen, kota terlihat cantik dengan lampu kelap-kelip keemasan menyemarakkan suasana malam, barisan kendaraan di jalan raya seperti mainan kecil sementara gedung-gedung berbaris menciptakan harmoni yang rapi.Sepertinya malam ini akan jadi malam panjang, sementara aku bersemangat menunggu esok hari yang penuh cerita. Pagi menyapa dengan sinar kekuningan dari ufuk timur. Aku bangkit terlalu memeriksa ponsel, harus seperti yang kuduga Tuan Ghazali mengirimkan pesan."Kau tetap harus masuk kerja! Aku masih membutuhkanmu dan peranmu di tempat itu. Aku tidak bisa langsung melemparkan tanggung jawab pada asisten baru yang belum memahami rutinitas dan kebiasaanku. Harus ada orang yang mengajarkan mereka dan memberikan mereka b
Tidak membutuhkan waktu lama untuk meraih keberuntunganku. Dalam waktu 2 hari saja Hendra mendapatkan video dan mengirimkannya padaku. Sebuah file dengan muatan 20 MB itu mempertontonkan bagaimana wanita itu merebahkan diri dalam pelukan Hendra, sementara Hendra membalasnya lalu mengecup keningnya. Sepertinya dia tidak sadar kalau pemuda itu mengambil video, Valeri terlihat nyaman sambil memejamkan mata sementara Hendra tersinggung dalam video tersebut. (Ini videonya. Tolong sensor wajah saya dan jangan melibatkan saya dalam masalah anda!)(Tenang saja.)(100 juta ya.)(Iya.)(Dan wanita ini akan kusimpan untukku.)(Silakan saja. Bila perlu usahakan agar dia tetap bersamamu.) Aku tersenyum sambil mengakhiri percakapan. Kupikir aku akan langsung meneruskannya pada Pak Ghazali. Tapi itu akan membuatku menjadi bersalah. Aku harus membuat lelaki itu mengetahui videonya tanpa terlihat kalau aku yang berusaha membuktikan bahwa istrinya bersalah. Aku pikir aku harus mengirimnya dari nomor