Share

Bab 3

Author: Ina Qirana
last update Last Updated: 2023-01-19 15:32:13

 

"Aww! Sakit!"

 

"Aduh perih!"

 

"Cepat ke dalam ambilkan air!"

 

Entah apa yang terjadi di atas sana orang-orang itu menjerit, dan aku sangat kenal suara jeritan itu seperti suara Kak Lastri?

 

Oh Tuhan, apa kakakku itu yang melakukan semua ini?

 

Peti ini terdengar terbuka, lalu seseorang yang entah siapa membuka ikatan mataku.

 

"Ayo kita pergi." Ia membantuku berdiri lalu kami berlari bersama dalam keadaan tangan masih terikat ke belakang, entah ke mana aku terus mengikutinya.

 

"Ayo cepat naik."

 

Orang yang telah menyelamatkanku itu menyuruh untuk naik ke sebuah mobil, karena dilanda ketakutan aku naik begitu saja tanpa banyak bertanya.

 

Setelah mobil melaju cukup jauh barulah orang di sampingku yang mengenakan baju serba hitam ini membuka penutup kepalanya.

 

Ternyata dia Nining, Oh Tuhan sebenarnya ini ada apa?

 

"Nining."

 

"Bu Mirna."

 

Aku pun memeluknya dengan keadaan tubuh masih bergetar hebat. Tak kusangka Nining berubah menjadi ninja.

 

"Ning, aku ga ngerti sebenarnya ini ada apa?" Suaraku bergetar saat bertanya.

 

"Kita akan jelaskan di rumah ya, Bu."

 

Sekitar tiga puluh menit Nining membawaku ke sebuah rumah kecil di tengah perumahan padat penduduk.

 

"Ayo masuk, Bu, sebenarnya ini kos-kosan anak saya, dia lagi kerja sift sore nanti pulang jam sebelas malam, tenang saja Ibu aman di sini, saya juga sudah ngasih tahu anak saya akan membawa seseorang ke sini."

 

Nining menjelaskan dengan napas ngos-ngosan, setelah itu ia mengunci pintu rapat-rapat, lalu ke ruangan sebelah untuk mengambil minum.

 

"Minum dulu, Ibu pasti haus." Ia menyerahkan segelas air putih.

 

"Terima kasih." Aku meneguknya sampai habis 

 

"Apa Ibu terluka?" Nining meraba serta mengecek tangan juga kaki.

 

"Engga, Ning, oh ya kenapa bisa kamu nyelamatin saya? Kalau ga ada kamu saya pasti sudah mati tadi."

 

Nining menghirup napas sejenak.

 

"Begini, Bu, tadi Nyonya Erina memarahi saya habis-habisan karena membiarkan Ibu pergi dari rumah itu, kata Nyonya Erina harusnya saya ngasih kabar sama dia kalau Ibu sudah bebas dan datang ke sini."

 

"Lalu?" Mataku masih fokus melihat wajahnya yang berkeringat hebat.

 

 "Tiba-tiba hape Pak Ilyas bunyi, dan mereka akhirnya tahu kalau Ibu ada di rumah Bu Lastri, setelah itu saya selamat dari amukan nyonya Erina."

 

"Akan tetapi saya khawatir dengan keselamatan Ibu, akhirnya setelah pulang kerja saya berjaga di rumah Nyonya Erina lalu mengikuti mereka dari belakang."

 

Nining memang tak menginap di rumah Mas Ilyas, sejak dulu ia bekerja berangkat pagi dan pulang sore karena letak rumahnya tak terlalu jauh.

 

"Setelah itu saya mengendap-endap berjalan melalui samping rumah itu dan berbekal senjata bubuk cabe yang dicampur bubuk merica saya bisa bebaskan Ibu."

 

Kami saling terdiam sejenak menetralkan hati yang masih panik akibat kejadian tadi.

 

"Itu artinya Erina, Ilyas sama Kak Lastri bekerja sama untuk membunuhku, Ning?" tanyaku sambil menyenderkan kepala ke tembok.

 

"Betul, Bu, sepertinya begitu karena saya lihat Bu Lastri juga ikut andil dan ada di sana."

 

Tubuhku langsung lemas, kenapa kenyataan sepahit ini? Dan apa salahku pada Kak Lastri sehingga ia berusaha melenyapkanku?

 

"Saya ga ngerti, Ning? Kenapa mereka mencoba melenyapkan aku? Kalau masih ada dendam soal Anita, bukankah aku telah menerima hukuman selama ini?"

 

"Dua puluh tahun itu bukan waktu sebentar, Ning." Air mataku luruh tanpa diminta 

 

Aku benar-benar sedih dan merasa sendirian, adikku berkhianat, kakakku pun menusuk diam-diam di belakang.

 

"Sabar ya, Bu, saya juga ga paham soal ini. Yang saya tahu Nyonya Erina dan Tuan Ilyas sangat ingin membun*h Ibu, tapi saya ga tahu motif mereka itu apa?"

 

Nining memelukku, memang menyedihkan wanita ini bukan saudara tetapi kebaikannya sudah seperti saudara sendiri.

 

"Terima kasih sudah menyelamatkan saya, Ning."

 

"Sama-sama, Bu, sekarang Ini hati-hati ya kalau keluar rumah pakai masker dan kaca mata, saya ga mau orang suruhan Ilyas menemukan Ibu."

 

Baiklah, mulai sekarang aku percaya apa kata Nining, dan dia di pihakku.

 

"Aku ga bisa diam aja, Ning, aku harus tahu apa yang membuat Mas Ilyas dan Erina ingin sekali melenyapkanku."

 

"Dan satu lagi aku juga harus mencari Delia, aku yakin dia tidak baik-baik saja saat ini."

 

Aku menangis lagi, selama di penjara entah apa yang dilalui Delia tanpa ibunya, aku sungguh rindu kamu, Nak.

 

"Sabar, Bu, sabar. Saya janji akan bantu Ibu."

 

"Saya sudah beli kartu SIM buat Ibu."

 

Beruntung ponsel dari Nining tak terlepas dari saku celanaku, karena celana yang kupakai ini ada kantong yang bersleting sehingga bendaini tak terjatuh meski terguncang dengan hebat.

 

"Oh iya, Ning, ini hapenya."

 

Nining bernapas lega. "Syukurlah ga ketinggalan di rumah itu.

 

Beruntung sekali aku tak meninggalkan benda-benda berharga di rumah Kak Lastri, hanya ada baju-baju lama.

 

Nining mengajariku menggunakan ponsel pintar ini, seperti mengetik pesan W******p, menelpon dan menerima telpon, dalam hitungan menit aku sudah mengerti.

 

"Ibu tenang aja, aku akan cari tahu diam-diam soal nyonya Erina dan Tuan Ilyas di rumah itu, saya akan bantu Ibu mengungkap semua ini," ucap Nining.

 

 

*

 

Pagi hari aku berkenalan dengan anaknya Nining, ia bernama Tania bekerja di sebuah kantor katanya, entah jabatannya apa yang jelas ia cukup ramah dan menrimaku tinggal di tempat ini.

 

"Bu, saya berangkat kerja dulu ya, ini uang buat Ibu, kalau mau keluar pakai masker Sam kaca mata, ingat." Pesan Nining sebelum ia pergi bersama putrinya.

 

Aku benar-benar bersyukur bisa kenal dengan Nining, uangku tertinggal di rumah Lastri makanya sekarang aku tak memegang uang sepeser pun, Nining sangat peduli.

 

Siang ini aku berada di hadapan rumah Erina dan Mas Ilyas, sesuai titah Nining kukenakan masker dan kaca mata hitam, serta gamis dan kerudung lebar agar tak diketahui orang-orang.

 

Agar tak ada yang curiga aku sengaja mampir di sebuah kedai yang menjual minuman boba, entah minuman apa rasanya yang jelas aku beru menyicipinya, sambil memainkan ponsel aku terus mengamati keadaan rumah itu 

 

Hingga akhirnya Mas Ilyas dan Erina ke luar, terlihat Nining membukakan gerbang memberi jalan pada mobil yang ditumpangi mereka.

 

Dan kebetulan sekali ada ojek online yang lewat, aku mengikuti mobil Ilyas dengan jarak yang jauh agar mereka tak curiga.

 

Mobil Ilyas berhenti di sebuah gedung yang lumayan besar, sepertinya itu panti asuhan, entah mau apa merek datang ke rumah ini.

 

"Bu, saya mau tanya apa ini bener panti asuhan?" tanyaku pada pedagang kaki lima dia area tersebut.

 

"Iya betul, Bu, itu pemiliknya." Ia menunjuk Mas Ilyas dan Erina yang berjalan masuk ke tempat itu.

 

"Itu panti asuhan apa ya, Pak?" tanyaku lagi.

 

"Setahu saya sih anak-anak yang ga punya orang tua, di sana juga katanya ada sekolah khusus anak-anak terlantar itu."

 

"Di dalam sana maksudnya?" tanyaku lagi masih penasaran.

 

"Iya di dalam, tapi anak-anak panti asuhan itu ga pernah keluar, paling juga di halaman."

 

Aku mengangguk sambil memperhatikan gedung yang lumayan luas bercat putih itu. Beberapa menit kemudian ada yang menarik perhatianku.

 

Seorang anak remaja tanggung ke luar gedung itu sambil berlari, bajunya sexi sangat tak pantas dikenakan untuk ke luar rumah.

 

Tak lama setelah itu dua orang lelaki yang bertubuh kekar mengejar gadis itu hingga mereka berhasil menangkapnya dengan membabi buta.

 

"Aku mau pergi dari sini!" teriak gadis itu sambil meronta, aku melepas kaca mata saking terkejutnya.

 

Mungkinkah ini panti asuhan sementara anak-anak di sini diperlakukan seperti itu?

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Tamat

    "Apa kita harus masuk ke dalam?" tanyaku sambil menoleh.Nining mengangguk, lalu aku mengintip jendela bangunan itu ternyata tempat ini telah kosong."Lihat ini, Bu? Pintu bangunan ini sepertinya telah dirusak," ucap Nining.Ya benar, sepertinya pintu ini telah dirusak oleh para penghuni gedung ini lalu mereka kabur entah ke mana, karena saat membuka pintu dan berteriak tak ada satu orang pun yang datang dari dalam, bangunan ini telah kosong "Mungkin karena anak buah Bram dan Ali telah habis di hutan sana, Ning, makanya gadis-gadis di sini bisa melarikan diri.""Mungkin begitu, Bu, syukurlah semoga hidup mereka baik-baik saja di luar sana, Bu, mari kita pulang."Aku mengangguk lalu kembali naik ke atas motor, pulang dengan hati yang nyaman karena orang-orang yang telah menyakiti putriku telah lenyap dan menerima karma sesuai perbuatanya.*Satu bulan kemudian, aku beserta gadis-gadis malang ini berhasil membuka sebuah restoran khas Sunda, mereka mengelola usaha ini dengan baik sesuai

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 27

    "Mau apa kamu, Lastri?" Napasku terengah-engah menatap benda tajam itu hampir menyentuh tenggorokanku.Aku mundur satu langkah sedangkan Lastri maju dua langkah, jika aku berlari wanita ini pasti akan berbuat nekat dan saat itu juga mungkin nyawaku bisa melayang."Aku mau mengg*rok lehermu, karena kamu sudah berani-beraninya memb*nuh adikku!" bentaknya dengan mata membeliak hampir keluar dari tempatnya, sungguh mengerikan."Oh ya, tapi adikmu itu pantas mati, hidup juga percuma karena hanya akan menyengsarakan banyak orang." Kupegang tangannya yang memegang belati itu, hingga benda tajam itu sedikit menjauh, karena tenagaku lebih kuat hampir saja aku bisa membuat benda tajam itu menembus dadanya.Saat ini kami sedang adu kekuatan, saling mendorong belati untuk melukai tubuh kami."Kurang ajar kamu, Mirna! Kamu sudah melenyapkan mesin uangku!" teriaknya hingga ruangan tamu ini mengeluarkan gema."Adikmu yang kurang aj*r, dia sudah menjual putriku! Membuat hidup putriku seperti sampah!

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 26

    Langkah gadis itu pelan tapi tatapan matanya nampak menyeramkan, aku melirik Mas Ilyas yang sepertinya sedang ketakutan, tanganku gegas meraih lengan Frans agar mendekat."Ngapain kalian di sini?!" tanya gadis itu sedikit membentak, kini jarak kami hanya dua meter."Woww anak yatim piatu baru datang," sahut Delia yang baru turun dari lantai atas, putriku itu nampaknya baru selesai ganti baju.Monic melihat Delia seperti menatap musuh bebuyutan, mungkin saat masih tinggal bersama mereka sering bertengkar."Di mana mama sama papaku?!" teriak Monic dengan tatapan bengis."Apa mama papa?" Wajah Delia sengaja dibuat mengejek setelah itu ia tergelak dengan puas."Kur*ng ajar!" Kedua jemari Monic saling mengepal kuat."Hei, kalian harus tahu dia ini anaknya si Ali sama Erina, enak ya mereka punya anak gadis tapi malah menjual gadis-gadis tak berdosa," seru Delia lagi Jelas saja keenam gadis malang itu menatap Monic dengan nyalang, mungkin rasa benci terhadap Ali dan Erina tumbuh lagi di hat

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 25.B

    Kuraih bayi kurus tak berdosa itu lalu kupeluk Bram dengan erat, kasihan sekali mereka, hadir ke dunia tapi ibunya tak peduli sama sekali."Mereka cucu kita, Mas.""Sini, Nak," sahut Mas Ilyas meminta Frans untuk mendekat."Dia kakekmu, Frans, papanya ibu kamu."Mas Ilyas memeluk bocah kecil itu sambil menangis."Bu, sepertinya kita harus segera pergi dari sini, karena di rumah ini masih ada Nona Monic, Ibu ingat 'kan dia anaknya Erina?" tanya Nining.Ya, aku baru ingat jika Erina dan Ali memiliki anak gadis yang masih kuliah, apa yang harus kujelaskan padanya jika ada aku dan Mas Ilyas di rumah ini."Ning, apa gadis itu tahu kelakukan ibu dan ayahnya?" "Entahlah, Bu, saya ga tahu soal itu, tapi sekarang kalau menurut saya kita pergi dulu dari sini, lagian Tuan Ilyas juga harus ke dokter 'kan?""Ngapain pergi, kita ga boleh takut sama Monic, lagipula ini rumah Papa, dia yang harusnya pergi dari rumah ini, bukan kita," sahut Delia."Gadis itu dan keluarganya sudah menghancurkan keluar

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 25.A

    Kutatap wajah Nining yang samar karena penerangan lampu di ruangan ini tak begitu cerah."Iya, Bu, dia Tuan Ilyas." Nining menghampiri lelaki yang sedang duduk di kursi roda itu, mendorongnya lalu membawa pria itu ke hadapanku.Jarak kami hanya satu meter, dan terlihat jelas jika lelaki itu memang Mas Ilyas, hanya saja bibirnya terlihat miring, wajahnya pun sangat pucat serta tubuh yang kurus, ya Tuhan apa yang terjadi dengannya?"Papa, ini beneran Papa?" tanya Delia, beberapa detik kemudian ia langsung bertekuk lutut di hadapan ayahnya.Mas Ilyas hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban, dari sorotan mata dapat kubaca jika ia sedang berbahagia sekaligus bersedih, karena matanya terlihat berkaca-kaca."Papaaa! Kenapa?! Kenapa Papa di sini?! Papa tahu selama ini si b*adab Ali sudah menghancurkan hidupku! haaaah! Hiks! Hiks!" Delia berteriak histeris Sementara Mas Ilyas tergugu walau bibirnya terlihat miring, mungkin ia terserang stroke. Aku pun bersedih melihat pemandangan ini hingg

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 24

    Aku menatap Nining dengan intens, ia terlihat serius menatapku, entah rahasia apa lagi yang ia sembunyikan yang jelas aku berharap rahasia itu tidak melukai siapapun."Bu, maafkan saya sebenarnya Pak Ilyas ....""Tante, ayo kita lanjutkan perjalanan takut keburu sore," sela Meri tiba-tiba mengehentikan ucapan Nining.Aku dan Nining menatap gadis itu bersamaan, tapi ia betul juga kami harus cepat sampai di kota karena bayi Delia harus segera mandi dan ganti pakaian.Namun, aku kebingungan harus pulang ke mana, ke rumah Mas Ilyas tak mungkin, ikut Nining pun tak enak karena selalu merepotkannya."Ya sudah kita lanjutkan sekarang, bilang teman-temanmu untuk bersiap," ujar Nining."Bu, kita lanjutkan obrolan ini nanti ya."Aku mengangguk lalu melirik bayi yang kuberi nama Maryam ini dengan iba, ia terlihat tidur di pangkuanku sementara ibunya sama sekali tak peduli malah asyik makan dan bercengkrama dengan gadis lain.Nining beranjak dari hadapanku menuju ibu penunggu warung ini dan memba

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 23

    Tiba-tiba datang beberapa orang gadis muda mereka berlari kecil menghampiri kami."Siapa mereka?" tanyaku."Ya Tuhan, Rina, Alifia, Susi!" Meri segera berlari menghampiri gadis-gadis itu lalu mereka berpelukan dengan haru."Tante, ini teman-temanku di kerangkeng masa Tante lupa," ujar Meri."Oh, iya iya maaf Tante lupa, ayo sekarang kita harus cepat pergi dari sini, lalu di mana teman-teman kalian yang lain?""Nanti saja jelaskannya sekarang kita harus sama-sama membuat perahu ini mau berlayar," jawab Meri.Saat gadis terakhir akan naik ke atas perahu ini tiba-tiba terdengar suara tembakan dari dalam hutan, sontak saja kami terkejut dan menoleh ke asal suara "Bram.""Aku kira dia sudah mati.""Ayo siapkan senjata kalian, hari ini juga tengkorak manusia itu harus pecah," bisik Meri.Dan akhirnya terjadi baku tembak lagi, aku tak tahu entah siapa diantara mereka yang terluka dan aku berharap itu bukan putriku Delia, aku memeluk tubuh Frans dengan erat.Setelah beberapa menit suara temb

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 22

    Aku terkejut sekaligus tak percaya dengan perkataan Erina, mengapa bisa orang terpandang dan terpelajar seperti papa mertua melakukan hal kotor itu?Kupandangi Erina yang sedang ketakutan karena dirinya kini berada di mulut jurang yang dalam."Aku ga bohong, Mirna!" teriak Erina lagi.Tapi aku masih ingat orang yang dahulu menuntutku memang papa, dialah yang menyewa seorang pengacara agar aku diberi hukuman berat, lalu ia berlaku seolah-olah dirinya terluka.***Padahal waktu itu usai kematian mama mertua aku disibukkan dengan berbagai kegiatan, seperti belanja bahan-bahan makanan untuk acara tahlilan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kematian mama mertua.Pada malam itu saat hendak mencari baju ganti aku terkejut karena saat membuka lemari tiba-tiba saja sebuah jasad menggelinding jatuh dari lemari hingga mengenai kakiku.Aku berteriak karena terkejut sekaligus takut karena sebelumnya aku tak pernah menemukan hal aneh semacam itu.Seluruh anggota keluarga masuk ke kamarku,

  • Dendam Wanita Yang Difitnah   Bab 21.B

    Anita terkejut mendengar bentakanku yang keras sementara papa masih menatapku dengan tajam."Walaupun aku bukan lagi bagian keluarga ini, dan bukan lagi anak Papa, tapi aku dilahirkan dari rahim Mama!"Anita menghampiriku sambil menangis."Maaf, Kak, sudah jangan marah," rengeknya."Kalau kedatanganmu ke sini hanya untuk marah-marah lebih baik kembali ke tempat asalmu, asal kamu tahu mamamu selalu sakit-sakitan karena memikirkanmu yang tak pernah mau pulang! Makanya itu aku tak sudi memberikan kabar kematiannya padamu!"Aku terdiam sambil menatap nanar ke arah tembok, ucapan papa barusan memang sedikit menimbulkan rasa sesal di hati ini.Seharusnya dulu aku sering menjenguk mama, menemuinnya barang enam bulan sekali atau di waktu-waktu tertentu, kepalaku seperti dihantam ucapan papa."Kalau kamu mengakui mamamu itu orang tuamu sendiri harusnya kamu temui dia, bukan menyiksa batinnya seperti itu!" teriak papa lagiAku tak tertarik dengan teriakan papa gegas naik ke lantai atas memasuki

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status