Share

Bab 4

 

 

Aku masih berdiri tepat di hadapan gerbang gedung besar bercat putih yang katanya panti asuhan itu.

 

Namun, ada yang aneh, lelaki berkulit hitam yang menjual rokok tepat di sampingku itu terus memperhatikanku penuh curiga.

 

Segera kupakai kembali kaca mata lalu melangkah pergi menjauh, sepanjang jalan mencari kendaraan aku terus berfikir jika tempat tadi bukan panti asuhan, bagaimana pun aku harus menyelidiki hal ini.

 

Sebelum pulang ke kosan anaknya Nining aku menjual kalung beserta gelang emas putih yang selama ini kupakai.

 

Bagaimana pun aku membutuhkan uang banyak untuk mencari Delia, dan mungkin harus mencari pekerjaan secepatnya agar tak merepotkan siapapun.

 

Uang sepuluh juta sudah kukantongi hasil dari menjual kalung dan gelang, selanjutnya aku pulang ke kosan Tania dan memikirkan langkah selanjutnya.

 

Malam ini Nining datang membawa banyak makanan, kami makan berdua karena putrinya belum pulang bekerja.

 

"Oh ya, Ning, tadi saya ngikutin Ilyas sama Erina, mereka datang ke suatu tempat katanya itu panti asuhan dan mereka lah pemiliknya."

 

Nining langsung menatapku serius setelah kuberitahu letak tempat tersebut.

 

"Benarkah? Lalu?"

 

"Setelah kuperhatikan ada anak gadis remaja tanggung keluar dari tempat itu seperti akan melarikan diri, tapi sepertinya ia tak berhasil karena dua lelaki kekar langsung menyeretnya kembali masuk ke dalam."

 

Nining terdiam.

 

"Kalau gitu, kita harus selidiki tempat itu, Bu, jangan di siang hari tapi tengah malam," ujar Nining.

 

Bulu kudukku merinding jika harus berkunjung ke tempat itu tengah malam, siang hari saja ada yang mencurigakan apalagi malam.

 

"Ibu ga usah takut kalau mau malam ini juga kita beraksi, saya temani."

 

"Emangnya suamimu ga marah, Ning, keluar malam-malam?"

 

Wanita yang kukira berumur hampir empat puluh itu tertawa.

 

"Sudah cerai, Bu, ga punya suami," jawabnya.

 

Aku mengangguk tak ingin tahu detail kehidupan rumah tangganya, ada yang lebih penting yaitu mengetahui motif mereka, juga mencari putriku Delia.

 

"Baiklah malam ini kita ke sana, tapi naik apa, Ning?"

 

Wanita itu terlihat mikir sejenak.

 

"Saya bakal nyewa motor keponakan, Bu, sekarang saya mau ngambil motornya abis itu kita berangkat, karena tempatnya jauh sepertinya kita harus mencari penginapan di daerah situ, Bu."

 

"Ya sudah terserah kamu."

 

Nining pergi sementara aku menyenderkan kepala ke dinding, rasa rindu terhadap Delia benar-benar tak bisa terbendung lagi.

 

"Ayo, Bu, naik."

 

Jaket tebal, celana dan baju serba hitam kukenakan, tak lupa aku juga membawa uang untuk berjaga-jaga.

 

Pukul sembilan malam suasana jalanan kota masih ramai, sementara memasuki kawasan kabupaten suasana mulai sepi, apalagi kita memasuki sebuah perkampungan yang jauh dari jalan lintas.

 

Panti asuhan itu terletak di kawasan desa. Namun, suasananya sudah seperti kota, minimarket, pom bensin serta bengkel dan penjual kaki lima berjejer memenuhi pinggir jalanan.

 

Hanya saja letak panti asuhan itu memang jauh dari keramaian hanya ada satu warung rokok yang kutanyai tadi, dan penjual rokok itu sangat mencurigakan sekali.

 

"Jadi itu panti asuhannya, Bu?" Kami sudah sampai dan memantau dari jauh.

 

"Iya, Ning, tuh saya tadi nanya ke tukang warung itu dan orangnya mencurigakan, kalau ga pergi mungkin saya sudah diapakan sama dia."

 

Nining yang sedang memegang stang motor pun mengangguk.

 

"Kita cari penginapan sekitar sini, setelah jam dua belas malam kita beraksi, Bu."

 

"Ya sudah ayo, nanti ada yang curiga kalau di sini terus."

 

Penginapan sangat sederhana telah kami dapatkan, Nining sengaja membeli kopi agar kami tak ketiduran menunggu jam dua belas malam.

 

"Oh ya, Bu, saya mau nanya tapi maaf sebelumnya Ibu jangan tersinggung."

 

"Ya tanya aja, Ning? Ngapain tersinggung." Aku mengunyah goreng bakwan.

 

"Saya sangat yakin Ibu orang baik dan ga mungkin bunuh non Anita, tapi kenapa Ibu bisa dipenjara dan jadi tersangka?"

 

Aku langsung diam, mengingat hal itu sama saja merobek luka lama, tapi harus kuceritakan agar mantan ART-ku ini tak lagi salah faham.

 

"Saya juga ga tahu, Ning, tiba-tiba aja mayat Anita ada di lemari kamar saya, ga hanya itu pisau beserta pentungan pun ada di tumpukan baju-baju saya."

 

"Jadi Ibu benar-benar ga tahu kenapa mayat non Anita bisa ada di lemari Ibu?"

 

Aku menggelengkan kepala, aku dan Anita memang kerap berselisih faham, wanita itu irian serta gampang tersinggung.

 

Namun, aku selalu mengalah dan meminta berdamai jika terjadi kesalahpahaman diantara kami, apalagi Mas Ilyas selalu menuntut agar aku mengalah pada adiknya itu.

 

"Kalau Ibu ga memb*n*h non Anita kenapa bisa dipenjara?" Wanita ini masih penasaran.

 

"Entahlah, sepertinya penyidik sengaja memposisikan saya sebagai tersangka walau seribu kali saya mengelak, tak hanya itu kamu tahu sendiri 'kan waktu itu papa sama mama Mas Ilyas menyewa pengacara, sedangkan aku bisa apa? Aku ga punya kuasa hukum lalu kalah."

 

Nining mengehela napas.

 

"Pasti ada uang dibalik semua ini, Bu, ada yang membayar ap4r4t," ucap Nining.

 

"Mungkin."

 

aku menerawang jauh mengingat begitu kecewanya Mas Ilyas serta seluruh keluarga begitu aku dinyatakan tersangka pemb*nuh Anita.

 

Bahkan ibuku sendiri pun tak percaya jika aku tidak melakukannya, hanya saja ibu selalu mengunjungi meski di hatinya ada benci.

 

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, aku dan Nining bersiap ke luar, sementara motor ditinggal di parkiran.

 

Kami berjalan di kegelapan menuju panti asuhan itu, melalui semak belukar menjauhi cahaya lampu juga warung rokok tadi.

 

Sekarang kami tepat di belakang gedung besar ini, kebetulan tembok belakang sangat mudah dipanjat, meski umurku empat puluh lima lebih tapi aku tak selemah itu.

 

"Ning, tempat ini sepi, coba jalan ke sana," bisikku dengan sangat pelan.

 

Nining mengangguk kami berjalan cukup jauh dan berhenti tepat saat mendengar suara jeritan perempuan.

 

"Aku ga mau melayani laki-laki lagi! Lebih baik lepaskan kembali aku ke jalanan dari pada harus seperti ini!" teriak seorang wanita di dalam sana

 

Plakk!

 

"Aww!" Wanita itu memekik dengan keras.

 

Jelas saja aku terkejut dada ini langsung berdebat hebat, di dalam sana seseorang seperti sedang menyiks* seorang wanita.

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status