Aruna membuang napas dengan sangat kasar saat Nathan mengatakan mencintainya dan meminta kembali. "Drama macam apa yang sekarang kamu mainkan, hm? Kamu sedang membuat rencana baru?" tanya Aruna."Aku tidak sedang mengatakan omong kosong, aku serius, Lia." Aruna memasang wajah masam. "Sudah aku bilang jangan memanggilku dengan panggilan seperti itu! Namaku Aruna, bukan Lia." "Iya, iya ... Aruna maksudku," jawab Nathan, ia lalu memegang telapak tangan Aruna dan menggenggamnya, "Aku benar-benar serius padamu, aku ingin kita kembali seperti dulu." "Tapi sayangnya aku tidak mau," jawab Aruna melepas tangan Nathan yang menggenggamnya, "Setelah aku berubah kurus begini saja kamu mengatakan cinta, dulu rasa tulusku kamu hempaskan begitu saja hanya karena aku jelek dan gendut. Jujur saja, sakitnya masih berasa sampai sekarang!" "Waktu itu aku bukan tidak mencintai kamu, aku mencintaimu tulus tanpa melihat bagaimana dirimu. Memang benar aku memacari kamu karena taruhan dengan teman-temanku,
"Aku rasa perempuan itu tak menyukaiku," ucap Aruna."Siapa? Della?" tanya Nathan berjalan ke arah meja kerjanya.Aruna mengikuti langkah kaki Nathan dan terduduk di kursi yang berada berhadapan dengan Nathan. "Perempuan yang tadi menyapamu di luar, itu Della namanya?" tanya Aruna.Nathan memberikan anggukan kepala mengiyakan ucapan Aruna. "Iya, dia sekretarisku," jawab Nathan.Mata Aruna sontak langsung menyipit, menatap Nathan penuh telisik."Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Nathan."Pantas saja aku meminta posisi sebagai sekretaris tidak kamu indahkan, ternyata sekertarismu itu cantik, seksi dan badannya juga seperti gitar spanyol. Kamu pasti berat kan melepaskan dia? Kalau posisi dia aku gantikan, kamu tidak bisa memanjakan matamu dengan melihat badannya yang montok itu," ucap Aruna dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada.Entah mengapa memikirkan apa yang ia pikirkan malah membuatnya kesal. Sedangkan Nathan, pria itu malah tertawa pelan saat Aruna berucap."Kenapa? Ka
"Apa ini?" tanya Aruna saat Nathan kembali datang dan memberikan buku dan juga handphone padanya."Pekerjaanmu, tadi kamu minta kerjaan, kan? Ya itu kerjaannya," jawab Nathan yang kini sudah kembali terduduk di kursi kerjanya lagi."Hah?" Aruna menatap Nathan dengan tatapan bingung."Buku itu isinya jadwalku dan handphone itu fasilitas kantor. Nomor yang ada di handphone itu isinya orang penting semua. Mulai hari ini kamu asisten pribadiku, kan? Jadi mulai hari ini juga kamu yang atur semua jadwalku. Atur jadwal meeting, atur kapan orang bisa bertemu denganku, atur janji temu, pokoknya semua apa yang akan aku lakukan kamu yang atur. Masalah meja kerja, aku sudah mengatakannya pada Della, dia akan segera mengurusnya, mungkin besok atau lusa baru datang." ucap Nathan seraya tersenyum dan menaik-turunkan alisnya.Aruna tak menjawab ucapan Nathan setelah pria itu banyak berkata, ia lalu membuka buku catatan yang kini berada di hadapannya dan melihat apa saja isinya."Hari ini tidak ada ja
"Aruna?" panggil Nathan saat wanita itu berjalan ke arah pintu. Ia melepas tangan wanita yang melingkarkan tangan di lehernya, "Apaan sih? Berani sekali kamu menyentuhku!" Nathan langsung mendorong wanita itu sampai terjatuh."Auuwhhh!" Aruna yang baru saja memegang handle pintu itu sontak langsung kembali menatap Nathan dan juga wanita yang kini sudah terduduk di atas lantai. "Apa-apaan kamu ini? Kenapa malah mendorongku?" tanyanya pada Nathan dan berusaha beranjak dari duduknya."Salah sendiri kenapa bersikap murahan! Aku tidak suka di sentuh seperti itu!" ucap Nathan dengan nada yang sarkas.Walau sudah mendengar Nathan yang berbicara dengan nada yang ketus pada wanita itu, Aruna tidak peduli. Ia kembali melanjutkan lagi langkahnya setelah berhasil membuka pintu ruangan itu dan keluar."Ck!" Nathan berdecak kesal, ia tak memperdulikan wanita yang masih berada di ruangannya dan memilih untuk mengejar Aruna karena takut wanita itu salah paham padanya.Tap tap tap.Grep!"Mau kemana
"Kamu cemburu, ya?" tanya Nathan seraya tersenyum."Ce–cemburu? Enak saja. Aku tidak cemburu!" sahut Aruna."Kalau tidak cemburu terus kenapa kamu harus marah saat melihat wanita lain memelukku tadi? Harusnya kan kamu biasa saja," jawab Nathan."Ya aku ... aku ...." Nathan meraih telapak tangan Aruna menggenggamnya dan membawa Aruna untuk kembali terduduk lagi di kursi kerjanya, lalu ia duduk berjongkok di hadapan wanita itu dan kembali menggenggamnya tangannya lagi. "Perempuan yang tadi itu namanya Denisa," ucap Nathan."Aku tidak mau tau siapa namanya!" jawab Aruna memutar kedua bola matanya malas dan mengalihkan pandangannya ke arah lain."Dengarkan aku dulu, aku belum selesai bicara," ucap Nathan, "Sekarang tatap aku dengan serius, lihat sorot mataku, melihat kemana-mana atau tidak. Orang bilang, jika ingin mengetahui seseorang itu berkata jujur atau tidak, tatap saja matanya. Orang yang sedang berbohong tidak akan berani menatap lawan bicaranya." Mau tidak mau akhirnya Aruna k
Ceklek.Suara pintu terdengar tiba-tiba, seolah sedang tertangkap basah, Aruna langsung mendorong dada Nathan dengan kasar hingga pria itu mundur beberapa langkah."Per–misi, Paakk ...," Della terbelalak kaget saat melihat pemandangan yang ia lihat di depan matanya saat hampir saja ia melihat sang atasan yang hendak berciuman.Nathan yang di dorong dadanya itu merasa kesal, bukan kesal pada Aruna yang mendorong dadanya hingga ia hampir tersungkur, tetapi kesal pada Della yang tiba-tiba saja masuk tanpa persetujuan darinya hingga membuat kedekatannya dengan Aruna terganggu, padahal tadi bibirnya sudah hampir mendarat di bibir wanita itu.Sedang Aruna, ia beranjak turun dari meja dengan raut wajah yang kikuk dan juga malu, ia menunduk karena yakin jika wajahnya kini pasti sudah memerah.Dengan raut wajah yang menahan marah dan juga kesal, Nathan berucap dengan nada yang ketus, "Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk?" tanya Nathan."Ma–maaf, Pak. Saya mengaku salah," jawa
"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Aruna saat melihat Della yang terlihat dengan jelas tak menyukainya, "Takut tersaingi ya kamu? Tenang saja, aku tidak berniat menjalin hubungan lagi dengan si Nathan itu! Ambil saja kalau mau, aku tidak butuh!" ucap Aruna dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada berbicara dengan angkuh.Dahi Della mengernyit. "Maksudnya? Bukannya tadi kalian ... tunggu ...," Della menatap Aruna dengan tatapan bingung, ia lalu beranjak dari duduknya dan menatap Aruna dengan tatapan serius. "Kamu ... hanya ingin memanfaatkan Nathan?" tanya Della."Hmmm ...," Aruna memegang dagu dengan jari telunjuknya, "Kalau iya memangnya kenapa?" tanya Aruna."Jahat sekali kamu! Aku akan mengatakan pada Nathan tentang kebusukanmu ini!" "Katakan saja, aku tidak takut," jawab Aruna seraya tersenyum, "Aku yakin si Nathan itu juga pasti lebih percaya padaku dari pada kamu." Kedua tangan Della mengepal kuat saat Aruna berucap, ia menatap Aruna dengan tatapan kesal dan ing
Setelah menghabiskan waktu di mall untuk mengisi perut dan juga membeli beberapa baju untuk dipakai besok saat datang ke perusahaan, Nathan tak langsung membawa Aruna pulang ke rumahnya, tetapi ia membawa Aruna ke apartemennya yang jarang sekali ia tempati.Lagi-lagi dahi Aruna mengernyit saat mobil yang Nathan kemudikan itu masuk ke gedung apartemen. "Ini kita ngapain ke sini?" tanya Aruna, "Ini apartemen, kan? Mau apa? Nathan, kamu tidak sedang membuat sebuah rencana, kan? Jangan bilang kalau teman-teman SMA-mu ada di salah satu apartemen ini dan kalian sedang mengatur rencana untuk mempermainkan aku lagi," ucap Aruna dengan pikiran nethink-nya."Astaghfirullahaladzim, kamu kok suudzon terus sih sama aku? Ini apartemenku yang jarang sekali aku pakai, aku hanya datang kemari jika sedang malas pulang ke rumah," ucap Nathan menjelaskan, ia menatap Aruna yang terduduk di sampingnya setelah mobilnya itu berhasil ia parkir di basement apartment. "Dan tidak ada teman SMA-ku di sana, aku b