Home / Romansa / Dendamku Pada CEO Berujung Pelaminan / Bab 4. Aku Bukan Anak Haram

Share

Bab 4. Aku Bukan Anak Haram

Author: Park Nurmin
last update Last Updated: 2023-05-18 18:06:29

Beberapa hari kemudian.

"Apa kamu tidak bisa berhenti bekerja di tempat itu, Na? Bibi selalu merasa khawatir saat kamu akan pergi bekerja. Cari pekerjaan yang normal pada umumnya saja, seperti di pabrik. Tidak masalah gaji kecil, yang penting kamu aman, kerja di tempat seperti itu kan tidak aman," ucap Nila. Wanita berusia 40 tahun yang tak lain ialah Bibi Aruna, adik dari sang ibu yang selama ini merawatnya sejak kecil.

Aruna mempunyai banyak hutang budi pada Bibinya itu karena pada saat sang bibi berusia 13 tahun, sang bibi lah yang selalu menjaganya saat sang ibu pergi bekerja.

Usianya waktu itu masih sangat belia, tetapi harus menjalani kehidupan yang sulit karena kesalahan yang dilakukan kakaknya. Jika saja Desi tidak percaya akan ucapan manis buaya darat, Bi Nila pasti mempunyai masa depan. Bersekolah dan bermain dengan teman sebayanya layaknya seorang anak pada umumnya. Bukan malah mengurusi bayi yang lahir tanpa ayah dan harus menjadi yatim piatu.

Bi Nila sempat menikah, tetapi mantan suaminya itu sering kali mengangkat tangan padanya, berjudi dan juga pulang dalam keadaan mabuk, bahkan kerap kali bermain wanita. Mereka bercerai karena sang mantan hampir saja melecehkan Aruna.

Beruntung tidak ada anak dalam pernikahan mereka, Bi Nila pun enggan mempunyai anak dari seorang pria yang kasar dan tidak bermoral.

"Akan bekerja sebagai apa jika aku bekerja di pabrik, Bi? Aku tidak lulus SMA dan umurku juga sudah 27 tahun. Pabrik jaman sekarang mencari karyawan yang baru lulus SMA dan masih belasan tahun. Kalau saja bisa dengan mudah mencari pekerjaan, aku pasti akan pindah. Untuk saat ini pekerjaan inilah yang bisa menghidupi kita."

"Bilang saja dengan jujur kalau kamu menikmati sentuhan-sentuhan pria ber-uang yang berada di sana, kan?" sahut Desi tiba-tiba saat mendengar pembicaraan Aruna dan Nila, sudut bibir kanannya terangkat, "Kerja malam, pulang shubuh. Sudah seperti wanita malam yang menjual tubuh, atau jangan-jangan … kamu memang menjual tubuh di sana?"

"Jaga ucapanmu!" ucap Aruna dengan gigi yang menggertak kesal pada ibunya. Selama ini ia memang tidak pernah akur dengan ibunya karena ibunya tak pernah menganggap keberadaannya dan selalu saja mengucapkan kata-kata tak enak padanya.

"Kalau tidak merasa harusnya kamu tidak usah marah!" ucap Desi, dia yang sejak tadi terduduk menonton TV itu merapatkan kedua tangannya di bawah dada. "Hasil dari benih yang haram, pasti tidak akan baik! Sama sepertimu, kau berasal dari yang haram, bekerja pun di tempat yang haram."

Kedua tangan Aruna mengepal kuat. "Apa kamu tidak malu, Bu? Yang haram itu bukan aku! Tapi perbuatanmu! Kamu mengatakan aku murahan karena berpikir aku menjual diri?!" Aruna mengalihkan pandangannya ke arah lain dan mendecih sinis, kemudian menatap sang ibu lagi yang masih terduduk santai. "Setidaknya wanita malam memberikan sejumlah harga pada pria yang akan menikmati tubuhnya. Sedangkan kamu, Bu? Kamu memberikan tubuhmu secara gratis pada pria yang sudah jelas haram untukmu! Jadi yang murahan itu siapa, huh? Aku atau Ibu? Jelas Ibu!"

"Dasar anak kurang ajar!" Desi mulai naik pitam. Dia beranjak dari duduknya dan berdiri tegak, "Jika tidak ada aku kamu tidak akan lahir ke dunia ini!" Desi menghampiri Aruna dan langsung mendaratkan beberapa pukulan di tubuh Aruna.

"Teh! Udah teh, jangan …." Bi Nila berusaha menengahi, dia menarik tubuh Aruna menjauh dari sang kakak. Membawanya ke arah pintu keluar agar Aruna bisa segera pergi.

"Aku bahkan tidak sudi terlahir dari rahim seorang wanita sepertimu! Dasar wanita murahan!" pekik Aruna. Tubuhnya gemetar setelah mengatai sang ibu.

"Dasar anak tidak tahu diuntung! Masih untung kamu aku lahirkan ke dunia ini! Anak haram tidak tahu berterima kasih!" teriak Desi lagi kembali mengatai Aruna.

Dada Aruna begitu sangat sesak dan nyeri, lagi-lagi kata hinaan terucap dari bibir ibunya sendiri.

"Sudah aku bilang kalau aku pun tidak sudi terlahir dari rahimmu!" teriak Aruna dengan mata yang sudah sangat basah dengan air mata dan berucap dengan nada suara yang gemetar, "Kalau masih menikmati uangku, harusnya tidak usah banyak bicara! Kamu bahkan menikmati juga uangku! Tidak tahu malu!" teriak Aruna lagi.

"Beraninya kamu bicara seperti itu pada ibumu! Kau memang sialan! Sama seperti ayahmu!" teriak Desi lagi.

Suaranya samar-samar saat Nila menutup pintu rumah.

"Ck!" Aruna menyeka air mata di sudut matanya. Dia juga melihat wajah sang bibi yang sudah basah juga dengan air mata. Aruna lalu menyeka air mata di pipi Bibinya kemudian berkata, "Harusnya Bibi menikah lagi, cari suami yang baik. Biar Bibi tidak harus melihat drama aku dan Ibu lagi."

"Ck! Lagi-lagi kamu ngomong kayak begitu lagi. Semua laki-laki itu brengsek! Contohnya ayahmu dan mantan suami Bibi. Bibi tidak akan pernah mau menikah lagi," ucap Nila.

"Tidak semua, Bi. Buktinya Mas Gerald, atasan Aruna di tempat kerja baik. Bibi harus punya kehidupan yang layak, punya suami dan keluarga."

"Gerald yang kata kamu baik juga mencari uang dengan cara yang haram, menjual minuman-minuman haram dan membuat orang yang masuk ke dalamnya kehilangan akal. Ada yang setelah pulang dari sana dalam keadaan mabuk dan mencaci maki keluarganya. Sama seperti mantan suami Bibi dulu. Setelah pulang dari club malam dia pulang dalam keadaan mabuk dan bahkan membawa wanita. Apa itu masih dikatakan baik juga?"

Aruna diam tak menjawab ucapan Bibinya, karena yang dikatakan oleh sang bibi ada benarnya juga.

"Bibi mohon, Na. Cari pekerjaan lain ya? Pekerjaan ini bukan pekerjaan yang baik, Bibi tidak masalah kalau harus hidup seadanya."

"Aku akan berusaha," ucap Aruna seraya tersenyum.

Bi Nila balas tersenyum. "Ya sudah kalau begitu, pergilah. Sebelum ibumu kembali keluar dan mencaci maki kamu lagi."

Aruna mengangguk, dia berjalan pergi dari rumah kontrakan yang berada di dalam komplek itu.

Setelah bekerja di club malam, Aruna mempunyai uang yang cukup untuk menyewa rumah kontrakan yang berada di komplek perumahan yang biasa-biasa saja. Rumahnya pun paling jelek di antara rumah yang lain dan bahkan berada di sudut komplek. Tetapi sejauh ini hanya rumah itu lah yang lebih layak dan luas dibanding rumah kontrakan petak sebelum dulu Aruna bekerja di club malam.

Dulu dia bekerja di tempat katering tetangga yang gajinya tidak seberapa. Tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, ibunya enggan bekerja setelah Aruna memutuskan untuk berhenti sekolah.

Waktu itu Desi begitu murka karena Aruna malah berhenti sekolah di tengah jalan. Desi mempunyai banyak harapan Aruna akan lulus SMA dan mendapatkan beasiswa kuliah, lalu bekerja di sebuah perusahaan besar. Kemudian dia bisa santai menikmati hasil kerja Aruna. Tetapi sayang anak yang tidak dia harapkan itu malah berhenti sekolah begitu saja. Desi marah dan enggan bekerja lagi.

Sejak saat itu hanya Aruna dan Bi Nila lah yang mencari uang.

Karena tidak memenuhi kebutuhan hidup, dengan berbekal ijazah SMP Aruna mencari pekerjaan lain. Tetapi pekerjaan apa yang akan dia dapatkan jika hanya dengan bermodalkan ijazah SMP?

Dia mendapatkan penolakan dari satu pabrik ke pabrik yang lain. Hingga suatu hari, dia yang sedang mencari pekerjaan itu dihampiri oleh seorang pria muda yakni Gerald.

Gerald yang begitu tertarik dengan kecantikan Aruna itu menawarkan pekerjaan untuk bekerja di club malamnya sebagai hostess.

Aruna sempat ragu, tapi karena jumlah gaji yang lumayan besar membuatnya mau tidak mau menerima tawaran itu dengan syarat jika para tamu yang datang tidak boleh melakukan sentuhan fisik yang berlebihan dan hanya boleh memegang tangan dan juga merangkulnya saja.

Gerald setuju dan akhirnya, Aruna bekerja di club malam itu sudah hampir 7 tahun lamanya.

Aruna yang kini sedang berjalan keluar dari komplek itu berjalan seraya melihat wajahnya dalam pantulan cermin. Dia menutup bekas air mata di sudut matanya dengan bedak, kemudian merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena tarikan dari sang ibu tadi.

"Sialan! Jika saja dulu si Nathan sialan itu tidak mempermainkanku, hidup seperti ini tidak akan pernah terjadi!" Aruna menghela napas panjang, dia kembali berjalan cepat lagi menuju jalan raya untuk mencari angkutan umum menuju club malam tempatnya bekerja.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendamku Pada CEO Berujung Pelaminan    Bab 46. Mengakhiri Hubungan

    Dahi Aruna mengernyit saat melihat Nathan yang masih tertidur dan belum bersiap padahal jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Padahal biasanya pukul 7 pria itu sudah berada di ruang makan tetapi sekarang masih terpejam."Nathan? Kamu gak akan ke kantor?" tanya Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi baru saja selesai membersihkan tubuh. "Enggak, kamu kan lagi sakit, masa aku ninggalin kamu," jawab Nathan dengan mata yang masih terpejam. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit. "Aku gak sakit, aku sehat," jawab Aruna. "Kaki kamu, Sayang," jawab Nathan membuka mata melihat Aruna yang tengah berdiri di samping ranjang dengan tubuh yang hanya tertutup kain handuk saja. Membuat matanya langsung terbuka sempurna. "Kaki aku udah gak pa-pa, udah sana mandi dan pergi ke kantor!" "Gak mau," jawab Nathan, "Aku mau di rumah aja." "Kamu harus ke kantor!" Nathan mendengus. "Kenapa kamu maksa aku pergi ke kantor? Kamu gak mau liat aku di rumah? Kamu tuh sebenernya cinta ngga

  • Dendamku Pada CEO Berujung Pelaminan    Bab 45. Mengakhiri

    Nathan menelan salivanya saat mendengar dering ponsel panggilan tersambung dari ponsel sang istri. Hingga akhirnya ....[Halo? Na?]"Halo, Mas?" [Beneran kamu? Ini aku beneran gak mimpi? Kamu telfon aku? Ada ap—]Pip! Nathan langsung mengambil ponsel milik Aruna dan langsung mematikan sambungan teleponnya itu sepihak saat mendengar suara seorang pria yang suaranya nampak terdengar sangat antusias saat Aruna menelponnya."Apa-apaan sih kamu?" "Siapa laki-laki ini?" tanya Nathan pada Aruna. Dia menatap Aruna sebentar, kemudian pandangannya melihat lurus pada jalanan lagi.Aruna duduk bersandar dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada. Matanya melihat lurus dan bibirnya tersenyum smirk. "Orang yang pernah datang ke club malam," jawab Aruna, "Dia pengusaha sama sepertimu. Namanya Jean, usianya 29 tahun dan dia dua kali melamarku. Dia tahu dengan jelas bagaimana kehidupan aku, kenapa aku bisa bekerja di club malam dan juga tahu bagaimana aku menjalani hidup. Dua tahun lebih kami

  • Dendamku Pada CEO Berujung Pelaminan    Bab 44. Tiga Kali Mendapatkan Lamaran

    "Kamu mau ikut ke kantor nggak hari ini?" tanya Nathan yang kini sedang terduduk di tepi ranjang seraya memakai kaos bajunya. Aruna diam sejenak, berpikir haruskah ia ikut? Ia ingin sekali pergi ke kantor untuk memperingati Della agar jangan mendekati suaminya lagi. Tetapi, ia masih sangat kesal pada Nathan karena tadi pria itu malah menjawab panggilan masuk dari Della.Karena tak mendengar jawaban dari sang istri, Nathan sontak langsung menoleh ke arah Aruna yang masih terbaring. "Kok malah diem? Mau ikut enggak? Atau mau di rumah saja ingin bersantai seperti keinginan kamu?" tanya Nathan."Tidak tahu! Akan kupikirkan dulu," jawab Aruna. Ia lantas ingin beranjak dari baringannya dengan terduduk, ia juga memegang selimut untuk menutupi dadanya. Namun, saat ia menggerakkan kaki, pergelangan kakinya tiba-tiba saja terasa begitu sangat nyeri untuk bergerak. "Aauuwhhh ... ssshhhh ...." "Kenapa?" tanya Nathan. "Gak tau, kakiku sakit banget," jawab Aruna, ia lantas menarik selimutnya sam

  • Dendamku Pada CEO Berujung Pelaminan    Bab 43. Cemburu

    "Apa sekarang masih belum percaya juga?" tanya Aruna setelah melepas ciumannya. "Be—lum," jawab Nathan sedikit gugup karena jujur saja ia masih sangat kaget dan speechless. Ini kali pertama ia dan Aruna bersentuhan sejauh itu dalam keadaan yang sadar dan tak hilang akal.Aruna memegang pergelangan tangan Nathan dan berjalan ke arah kamar tamu yang berada tak jauh dari tangga. Kakinya masih terasa nyeri untuk di pakai berjalan, jadi ia membawa Nathan ke kamar yang dekat."Mau kemana? Mau ngapain? Aku sudah tel—""Ssssttt!" Aruna meminta Nathan untuk diam jangan bicara. Tak lama kemudian, mereka akhirnya sudah berada di dalam kamar. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit bingung. Kenapa Aruna membawanya ke kamar tamu? Apalagi yang ingin wanita itu lakukan."Mau ngapain kita di sini?" tanya Nathan.Bukannya menjawab, Aruna malah mendorong pelan tubuh Nathan hingga terduduk di tepi ranjang. Membuat Nathan semakin kebingungan. "Mau apa ini? Ngapain kita ke sini?" Aruna tak menjawab, ia

  • Dendamku Pada CEO Berujung Pelaminan    Bab 42. Kecupan Tanda Cinta

    "Berani masuk lagi, aku tidak akan pernah mau bicara lagi dengan kamu selamanya!"Aruna yang mendengar Nathan berbicara demikian itu sontak langsung menghentikan langkah tak jadi masuk ke club malam, ia berbalik badan menatap Nathan dengan bibirnya yang mengerucut kesal. Ia lalu berjalan menghampiri Nathan dan mengatakan, "Dasar menyebalkan! Aku benci sama kamu!" ucap Aruna dengan nada yang ketus kemudian langsung masuk ke dalam mobil. Nathan mengatupkan bibir ingin tersenyum. Ia kesal bukan main, tapi melihat Aruna yang lebih memilih masuk ke mobilnya setelah ia ancam, membuatnya semakin yakin jika wanita itu memang mencintainya.Sekuat tenaga Nathan tahan senyum di bibirnya, ia memasang raut wajah yang datar kemudian menutup pintu mobil dimana Aruna terduduk. Lalu berjalan ke arah pintu mobil pengemudi. Begitu masuk, ia melihat Aruna yang terlihat kesal. Terlihat dari raut wajah dengan bibir yang maju, mata menyipit tajam melihat lurus ke depan dan kedua tangan yang terlipat di ba

  • Dendamku Pada CEO Berujung Pelaminan    Bab 41. Mengikuti Keinginanmu

    Aruna langsung terduduk tegak saat mendengar suara pintu yang dibuka. Sejak tadi ia sama sekali tidak fokus dan memikirkan Nathan dan juga Della. Kenapa bisa mereka duduk bersama di kantin perusahaan. Bukankah Nathan sangat marah pada Della? Lantas kenapa pria itu berada di satu meja yang sama dengan Della? Apa yang mereka bicarakan?" Begitu melihat Nathan yang baru saja masuk pulang dari kantor, Aruna langsung mendekati Nathan dan berkata, "Bukannya si Della itu kemarin sudah kamu pecat? Kenapa tadi siang kalian berada di meja yang sama di kantin perusahaan. Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Aruna to the point saat sudah berdiri satu langkah di depan Nathan.Alis Nathan sontak langsung bertaut. Ia pikir Aruna akan bersikap cuek tak peduli, siapa sangka jika wanita itu malah langsung bertanya detik itu juga. Padahal ia baru saja masuk ke dalam rumah, tapi sudah langsung mendapatkan pertanyaan yang ia pikir tak semudah itu mendapatkannya.Nathan bersikap datar, raut wajah kaget

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status