Aruna keluar dari taksi online yang dia pesan tadi, dia hendak masuk ke club malam tempatnya bekerja. Namun, seseorang tiba-tiba saja memegang pergelangan tangannya dan membekap mulutnya, kemudian mendorongnya masuk ke dalam mobil.
Aruna sudah berusaha untuk meloloskan diri tetapi tenaga orang yang memegangnya 2 kali lebih kuat darinya.“Apa-apaan ini? Siapa kalian?” tanya Aruna saat sudah terduduk di dalam mobil di bagian depan di samping kursi pengemudi.Pria yang membekap mulutnya itu mulai masuk ke dalam mobil dan terduduk di samping Aruna saat setelah mendorong Aruna masuk ke dalam mobil.Dahi Aruna mengernyit saat melihat siapa yang terduduk di sampingnya. “Nathan? Ternyata si pria sialan ini yang menculikku,” ucap Aruna. Ia yang tadi merasa takut itu kini rasa takutnya menghilang, ia merapatkan kedua tangannya di bawah dada terlipat. Ia lalu melihat ke arah belakang, seorang pria yang bersama Nathan tempo hari juga terduduk di belakang mobil, “Kamu ... pasti babu dia, kan?” tanya Aruna dengan dagu mengarah pada Nathan.“A–apa? Ba–bu?” tanyanya menatap Aruna dengan tatapan begitu tak percaya saat dikatai babu. “Namaku Devian! Aku bukan babunya tapi teman dan rekan kerjanya!” jawab Devian memperkenalkan diri. “Enak saja babu.” ucap Devian tak terima.“Rekan kerja? Sebagai apa, huh?”“Asisten pribadi!” jawab Devian dengan dagu yang terangkat begitu sangat percaya diri.“Pfffttt ... sama saja! Itu namanya babu,” jawab Aruna tertawa pelan.Nathan memutar kedua bola matanya malas saat mendengar mereka berdebat. “Sudah cukup! Hentikan perdebatan kalian!” pekik Nathan.Aruna kembali menatap Nathan dengan tatapan tak suka. Ia begitu sangat membenci wajah pria yang terduduk di sampingnya itu.“Cepat, katakan padaku apa tujuanmu menculikku seperti ini, huh?” tanya Aruna berucap dengan angkuh.“Menculik? Aku tidak menculikmu!” sahut Nathan.“Terus apa namanya kalau bukan menculik? Kamu memegangku sangat kuat lalu mendorongku masuk ke dalam mobil ini tanpa seizinku, ini namanya penculikan!” ujar Aruna.Nathan membuang napas dengan sangat kasar, kemudian berucap, “Terserah akan bagaimana persepsimu! Aku tidak peduli! Aku membawamu kemari hanya ingin bertanya. Siapa kamu sebenarnya, huh? Kenapa kemarin malam kamu mempermalukan aku dan kenapa kamu juga tahu namaku.”“Hooo ... ternyata Tuan Muda ini sudah sangat melupakan siapa aku dan kini penasaran siapa aku sebenarnya,” ucap Aruna. Ia menatap lurus dan tersenyum smirk.Melihat wajah Aruna yang terlihat angkuh membuat Nathan semakin geram. Gadis di sampingnya itu bukannya menjawab ucapannya tetapi malah memasang wajah yang sangat menyebalkan.“Cepat katakan padaku, siapa kamu sebenarnya!” ucap Nathan dengan nada yang tegas. “Aku sudah jauh-jauh kemari jadi katakan yang sebenarnya.”“Kemarin malam aku sudah mengatakannya padamu, Sayang. Aku ini adalah orang yang dulu pernah kau hancurkan!” ucap Aruna, ia mengubah posisi duduknya hingga mengarah ke arah Nathan, kemudian menatap Nathan dengan tatapan benci. “Kalau bukan karenamu, aku tidak mungkin terjebak dengan hidup dalam dunia malam seperti ini! Aku tidak harus bekerja di tempat haram seperti itu. Aku juga tidak mungkin semenderita ini! Semua ini karenamu, Nathan! Kau dan teman-temanmu sudah menghancurkan hidupku!”Aruna berucap dengan gigi yang menggertak. Ia lalu memegang kerah baju Nathan dengan sangat kasar mencengkeramnya.“Demi apa pun aku tidak akan pernah melupakan perlakuanmu padaku!” ucap Aruna lagi, ia kemudian menghempaskan kerah baju Nathan itu dengan sangat kasar.Lalu setelah itu Aruna keluar dari mobil dan menutup pintu mobil dengan sangat keras hingga Nathan dan juga Devian yang berada di dalam mobil itu memejamkan mata kaget.Aruna yang sudah keluar dari mobil itu menendang ban mobil dengan sangat kasar, kemudian setelah itu masuk ke club malam untuk bekerja.Sedangkan Nathan, ia yang berada di dalam mobil itu berpikir sangat keras. “Perlakukanku padanya? Memangnya aku melakukan apa? Dan apa tadi? Menghancurkan dia?” gumam Nathan, dia menatap lurus semakin berpikir karena sama sekali tidak mengerti maksud Aruna.Ia tak mengenal Aruna, tapi kenapa Aruna sepertinya sangat mengenalnya.“Sebenarnya apa yang aku lakukan pada dia? Apa dimasa lalu aku pernah melakukan sesuatu yang buruk pada dia? Aarrrhh ... siapa dia sebenarnya!” ucap Nathan pada dirinya sendiri.Nathan memukul kasar setir mobilnya, pikirannya terus berpikir. Siapa Aruna sebenarnya.“Kamu kenal sama dia?” sahut Devian, dia yang sejak tadi hanya mendengarkan itu mulai bersuara. “Sepertinya dia sangat mengenal kamu,” ucap Devian lagi.Nathan langsung menggelengkan kepalanya cepat.“Tapi tadi aku mendengar dengan jelas apa yang dia katakan padamu, Than. Dia mengatakan kalau dia adalah orang yang dulu pernah kamu hancurkan. Itu artinya dia mengenal kamu dan harusnya kamu juga begitu,” ucap Devian.“Tapi aku sama sekali tidak mengenal dia, Devian! Pertama kali aku melihat dia ya saat di club malam itu. Aku sudah berpikir keras siapa dia sebenarnya tapi aku sama sekali tidak ingat dia itu siapa,” jawab Nathan.“Ya tapi dia mengatakan kalau dulu kamu pernah menghancurkannya. Dan aku rasa yang dia lakukan saat di club malam kemarin itu adalah bentuk pembalasan dendamnya padamu,” ucap Nathan.“Sumpah demi apa pun, aku tidak tahu dia siapa, Dev!” ucap Nathan penuh penekanan.“Tunggu ... atau jangan-jangan dia adalah anak dari seorang pria yang mungkin perusahaan ayahnya itu kalah bersaing dengan perusahaan kita. Perusahaannya bangkrut dan hidupnya hancur, dia terpaksa bekerja di club malam karena susah mencari pekerjaan,” ucap Devian menebak.“Terus? Itu salahku begitu? Ya ayahnya saja yang tidak becus mengurus perusahaan!” ucap Nathan dengan nada kesal.“Itu hanya mungkin, benar atau tidaknya yang aku tidak tahu. Mungkin saja bukan, ada alasan lain yang membuat dia seperti itu padamu.”“Ya apa? Aku merasa tidak pernah menghancurkan hidup seorang wanita,” ucap Nathan.“Coba ingat-ingat,” ucap Devian.Dahi Devian tiba-tiba mengernyit saat mengingat sesuatu. Saat setelah membayar pembayaran di club malam kemarin malam, dengan tidak sengaja ia mendengar pembicaraan Nathan dan juga Aruna yang berbincang di luar club malam.“Than? Kemarin malam aku mendengar kalian yang sedang bicara, dia mengatakan kalau dia pernah kamu permalukan, permainkan dan ditertawakan juga. Berarti ini bukan karena masalah bisnis, tetapi yang lain. Ayo, Than, ingat-ingat kesalahan apa yang dulu pernah kamu lakukan sampai dia sedendam itu padamu.”“Aku merasa tidak pernah membuat masalah dengan dia Devian! Permalukan apa, huh? Bagaimana mungkin bisa aku menghancurkan dan mempermalukannya kalau bertemu saja baru kemarin.”“Ck! Ya sudahlah, kita pulang saja dulu, kita bahas di apartemen, jangan di tempat seperti ini,” ucap Devian.“Tidak bisa! Kita harus masuk dan membuat perhitungan terlebih dahulu pada dia.”“Masuk ke mana, huh? Apa kamu lupa kalau kita sudah di blacklist dan tidak diperbolehkan untuk masuk ke tempat itu lagi,” ucap Devian, “Sudah, ayo ... kita pulang dan cari informasi tentang dia dulu.” Devian berpindah duduk ke kursi depan.“Ya tapi—”“Jalan!” sela Debian memotong.“Sialan! Beraninya memintaku menyetir! Aku ini bosmu!”“Heee ... sorry. Ayo berpindah tempat,” ucap Devian.Mereka sama-sama keluar dari mobil dan berpindah posisi. Kini Devian sudah terduduk di kursi pengemudi sedang Nathan terduduk di sampingnya.“Aku akan mencari tahu siapa dia. Aku sangat yakin jika di masa lalu pernah terjadi sesuatu antara kamu dan juga wanita itu. Siapa tahu jika sudah mengetahui latar belakangnya, kamu bisa ingat siapa dia dan tahu juga alasan apa yang membuat dia sebenci itu padamu.” ucap Devian mulai menyalakan mesin mobil.Nathan tak menjawab, dia memasang seatbelt dan duduk bersandar dengan kedua tangan yang merapat di bawah dada. Hatinya begitu sangat dongkol dan juga kesal.Dahi Aruna mengernyit saat melihat Nathan yang masih tertidur dan belum bersiap padahal jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Padahal biasanya pukul 7 pria itu sudah berada di ruang makan tetapi sekarang masih terpejam."Nathan? Kamu gak akan ke kantor?" tanya Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi baru saja selesai membersihkan tubuh. "Enggak, kamu kan lagi sakit, masa aku ninggalin kamu," jawab Nathan dengan mata yang masih terpejam. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit. "Aku gak sakit, aku sehat," jawab Aruna. "Kaki kamu, Sayang," jawab Nathan membuka mata melihat Aruna yang tengah berdiri di samping ranjang dengan tubuh yang hanya tertutup kain handuk saja. Membuat matanya langsung terbuka sempurna. "Kaki aku udah gak pa-pa, udah sana mandi dan pergi ke kantor!" "Gak mau," jawab Nathan, "Aku mau di rumah aja." "Kamu harus ke kantor!" Nathan mendengus. "Kenapa kamu maksa aku pergi ke kantor? Kamu gak mau liat aku di rumah? Kamu tuh sebenernya cinta ngga
Nathan menelan salivanya saat mendengar dering ponsel panggilan tersambung dari ponsel sang istri. Hingga akhirnya ....[Halo? Na?]"Halo, Mas?" [Beneran kamu? Ini aku beneran gak mimpi? Kamu telfon aku? Ada ap—]Pip! Nathan langsung mengambil ponsel milik Aruna dan langsung mematikan sambungan teleponnya itu sepihak saat mendengar suara seorang pria yang suaranya nampak terdengar sangat antusias saat Aruna menelponnya."Apa-apaan sih kamu?" "Siapa laki-laki ini?" tanya Nathan pada Aruna. Dia menatap Aruna sebentar, kemudian pandangannya melihat lurus pada jalanan lagi.Aruna duduk bersandar dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada. Matanya melihat lurus dan bibirnya tersenyum smirk. "Orang yang pernah datang ke club malam," jawab Aruna, "Dia pengusaha sama sepertimu. Namanya Jean, usianya 29 tahun dan dia dua kali melamarku. Dia tahu dengan jelas bagaimana kehidupan aku, kenapa aku bisa bekerja di club malam dan juga tahu bagaimana aku menjalani hidup. Dua tahun lebih kami
"Kamu mau ikut ke kantor nggak hari ini?" tanya Nathan yang kini sedang terduduk di tepi ranjang seraya memakai kaos bajunya. Aruna diam sejenak, berpikir haruskah ia ikut? Ia ingin sekali pergi ke kantor untuk memperingati Della agar jangan mendekati suaminya lagi. Tetapi, ia masih sangat kesal pada Nathan karena tadi pria itu malah menjawab panggilan masuk dari Della.Karena tak mendengar jawaban dari sang istri, Nathan sontak langsung menoleh ke arah Aruna yang masih terbaring. "Kok malah diem? Mau ikut enggak? Atau mau di rumah saja ingin bersantai seperti keinginan kamu?" tanya Nathan."Tidak tahu! Akan kupikirkan dulu," jawab Aruna. Ia lantas ingin beranjak dari baringannya dengan terduduk, ia juga memegang selimut untuk menutupi dadanya. Namun, saat ia menggerakkan kaki, pergelangan kakinya tiba-tiba saja terasa begitu sangat nyeri untuk bergerak. "Aauuwhhh ... ssshhhh ...." "Kenapa?" tanya Nathan. "Gak tau, kakiku sakit banget," jawab Aruna, ia lantas menarik selimutnya sam
"Apa sekarang masih belum percaya juga?" tanya Aruna setelah melepas ciumannya. "Be—lum," jawab Nathan sedikit gugup karena jujur saja ia masih sangat kaget dan speechless. Ini kali pertama ia dan Aruna bersentuhan sejauh itu dalam keadaan yang sadar dan tak hilang akal.Aruna memegang pergelangan tangan Nathan dan berjalan ke arah kamar tamu yang berada tak jauh dari tangga. Kakinya masih terasa nyeri untuk di pakai berjalan, jadi ia membawa Nathan ke kamar yang dekat."Mau kemana? Mau ngapain? Aku sudah tel—""Ssssttt!" Aruna meminta Nathan untuk diam jangan bicara. Tak lama kemudian, mereka akhirnya sudah berada di dalam kamar. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit bingung. Kenapa Aruna membawanya ke kamar tamu? Apalagi yang ingin wanita itu lakukan."Mau ngapain kita di sini?" tanya Nathan.Bukannya menjawab, Aruna malah mendorong pelan tubuh Nathan hingga terduduk di tepi ranjang. Membuat Nathan semakin kebingungan. "Mau apa ini? Ngapain kita ke sini?" Aruna tak menjawab, ia
"Berani masuk lagi, aku tidak akan pernah mau bicara lagi dengan kamu selamanya!"Aruna yang mendengar Nathan berbicara demikian itu sontak langsung menghentikan langkah tak jadi masuk ke club malam, ia berbalik badan menatap Nathan dengan bibirnya yang mengerucut kesal. Ia lalu berjalan menghampiri Nathan dan mengatakan, "Dasar menyebalkan! Aku benci sama kamu!" ucap Aruna dengan nada yang ketus kemudian langsung masuk ke dalam mobil. Nathan mengatupkan bibir ingin tersenyum. Ia kesal bukan main, tapi melihat Aruna yang lebih memilih masuk ke mobilnya setelah ia ancam, membuatnya semakin yakin jika wanita itu memang mencintainya.Sekuat tenaga Nathan tahan senyum di bibirnya, ia memasang raut wajah yang datar kemudian menutup pintu mobil dimana Aruna terduduk. Lalu berjalan ke arah pintu mobil pengemudi. Begitu masuk, ia melihat Aruna yang terlihat kesal. Terlihat dari raut wajah dengan bibir yang maju, mata menyipit tajam melihat lurus ke depan dan kedua tangan yang terlipat di ba
Aruna langsung terduduk tegak saat mendengar suara pintu yang dibuka. Sejak tadi ia sama sekali tidak fokus dan memikirkan Nathan dan juga Della. Kenapa bisa mereka duduk bersama di kantin perusahaan. Bukankah Nathan sangat marah pada Della? Lantas kenapa pria itu berada di satu meja yang sama dengan Della? Apa yang mereka bicarakan?" Begitu melihat Nathan yang baru saja masuk pulang dari kantor, Aruna langsung mendekati Nathan dan berkata, "Bukannya si Della itu kemarin sudah kamu pecat? Kenapa tadi siang kalian berada di meja yang sama di kantin perusahaan. Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Aruna to the point saat sudah berdiri satu langkah di depan Nathan.Alis Nathan sontak langsung bertaut. Ia pikir Aruna akan bersikap cuek tak peduli, siapa sangka jika wanita itu malah langsung bertanya detik itu juga. Padahal ia baru saja masuk ke dalam rumah, tapi sudah langsung mendapatkan pertanyaan yang ia pikir tak semudah itu mendapatkannya.Nathan bersikap datar, raut wajah kaget