"Ada apa denganmu? Kenapa kamu membatalkannya begitu saja, huh?" tanya Devian begitu masuk ke ruangan Nathan, dia begitu sangat kesal karena tadi pagi Nathan tiba-tiba membatalkan meeting begitu saja tanpa meminta persetujuannya.
Padahal ia sudah bersusah payah mengatur jadwal meeting dengan seseorang yang susah sekali untuk ditemui karena jadwal yang padat."Aku sedang tidak bisa fokus!" jawab Nathan yang sedang terduduk di kursi kerjanya. "Yang aku pikirkan sejak kemarin ialah wanita sialan yang sudah mempermalukan aku di club malam! Aku masih sangat tidak terima dipermalukan di depan banyak orang. Malunya masih terasa sampai sekarang, Dev!" sahut Nathan dengan nada yang kesal. "Dan si pemilik club itu, bisa-bisanya dia mengusirku dan malah memilih si perempuan sialan itu. Aku masih tidak habis pikir dengan jalan pikirannya! Aku benar-benar tidak terima, Devian!"Brak!Nathan yang kesal itu menggebrak meja kerjanya, memikirkan malam di mana ia dipermalukan oleh Aruna membuatnya sangat kesal."Apa kamu ingin meratakan usaha pria itu?" tanya Devian pada Nathan. "Jika club itu tutup, wanita itu juga pasti akan kehilangan pekerjaan. Dendammu terbalaskan! Kita bisa dengan mudah melakukannya jika kamu mau"Nathan langsung menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tidak akan melakukan cara rendahan seperti itu untuk membalaskan dendam karena sudah dipermalukan.""Kalau begitu jangan membuatku pusing! Meeting tadi pagi begitu sangat penting. Jangan main batalkan begitu saja dong!" sahut Devian kesal."Aku sedang tidak mood! Aku malas melakukan apa pun termasuk bekerja!"Devian mendengus kesal. "Makanya aku tawarkan apa harus aku ratakan usahanya agar moodmu kembali baik.""Aku jawab tidak!" jawab Nathan dengan mata yang memicing.Devian menghela napas panjang, dia yang sudah terduduk di kursi yang berhadapan dengan Nathan itu menyandarkan punggungnya."Aku punya rencana sendiri untuk membalaskan rasa maluku."Dahi Devian mengernyitkan. "Rencana apa?" tanya Devian."Apa lagi selain mempermainkan perasaannya?" Sudut bibir Nathan terangkat sedikit, matanya menatap lurus tajam."Maksudnya?" tanya Devian tak mengerti."Aku akan membuat dia dalam kesengsaraan terlebih dahulu, kemudian datang bak seorang pahlawan yang akan menolongnya. Aku akan membuat dia merasa bersalah karena sudah membuatku malu, kemudian dia akan meminta maaf. Dia tidak menyangka jika ternyata aku ini orang baik. Di situlah aku akan mulai mendekati dia, aku akan memainkan sedikit perasaannya dengan membuat dia jatuh cinta. Saat dia sudah menjadi kekasihku, aku akan meminta dia keluar dari pekerjaannya dan mengatakan jika aku yang akan bertanggung jawab atas kehidupannya nanti. Kamu ingat kan pemilik bar itu mengatakan apa?"Devian begitu serius mendengarkan Nathan berbicara. "Apa?""Wanita itu adalah sumber pendapatannya, jika wanita itu aku minta berhenti, jelas club malam itu akan berada di ambang kebangkrutan karena aset mereka aku bawa. Nah, setelah itu baru kamu jalankan tugasmu, ratakan usahanya! Buat agar si Gerald itu mau menjual bar-nya pada kita. Jangan biarkan orang lain membelinya, setelah bar itu menjadi milik kita, aku akan meninggalkan wanita itu. Dua lalat mati dalam sekejap mata.""Rencana yang klise!" komentar Devian dengan datarnya berbicara setelah mendengar rencana panjang lebar dari mulut Nathan."Aku tidak peduli! Aku akan tetap melakukannya!" jawab Nathan dengan mata yang memicing."Aku yakin akan gagal," sahut Devian."Kamu ini! Bukannya mendukungku!"Devian menghela napas panjang lagi kemudian berkata, "Rencanamu sebenarnya memang sederhana, tapi ingat, Than. Wanita itu membencimu! Tidak akan mudah membuat dia terjatuh dalam pelukanmu! Kamu tidak ingat kemarin dia mengatakan apa, huh? Dia mengatakan jika kau itu menjijikkan!""Tidak perlu kamu diperjelas!" jawab Nathan semakin memicingkan mata dan menatap Devian dengan tatapan sinis. "Kamu tidak mendengar apa yang akan aku lakukan di awal rencana? Aku akan membuat dia merasa bersalah! Aku akan datang sebagai pahlawan sampai akhirnya dia berpikir jika aku ternyata orang baik.""Terserah apa yang akan kamu lakukan, tapi tolong profesional lah! Jangan mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan! Kamu membuatmu pusing!" Devian beranjak dari duduknya."Mau kemana?" tanya Nathan."Bukankah kamu ingin tahu siapa wanita itu? Aku akan mencari tahunya.""Aahh, baiklah."Devian memutar kedua bola matanya malas, kemudian keluar dari ruang kerja Nathan.***Beberapa hari kemudian."Terima kasih atas informasinya," ucap Devian pada seorang pria yang berdiri di depan meja kerjanya. "Aku sudah mentransfer bayaranmu ke rekeningmu. Kamu sudah bisa mengeceknya sekarang."Pria itu merogoh ponsel dalam saku celananya. Kemudian menyentuh layar, bibirnya langsung tersenyum saat melihat layar ponselnya itu. "Sudah masuk, terima kasih, Bos. Senang bekerja sama dengan anda, jika membutuhkan bantuan lagi, katakan saja padaku."Devian mengangguk. Setelah pria yang tadi berada di ruangannya keluar, dia membuka amplop map coklat yang tadi pria itu berikan padanya. Dia melihat selembar foto seorang wanita. Wanita itu mempunyai paras yang cantik tetapi mempunyai bobot tubuh yang lumayan berisi."Ini wanita yang waktu itu? Tetapi kenapa sangat jauh berbeda dengan yang semalam?" gumam Devian. Setelah itu dia beranjak dari duduknya dan keluar dari ruangannya, kemudian masuk ke ruangan Nathan.Nathan yang sedang sibuk melihat layar kotak yang berada di atas meja itu sontak langsung menoleh melihat ke arah pintu."Aku sudah mendapatkan informasi tentang wanita yang mempermalukanmu malam itu." ucap Devian begitu masuk ke ruangan Nathan.Nathan sontak langsung menatap Devian dengan tatapan serius. "Benarkah? Informasi apa yang kamu dapatkan?""Namanya Arunalia Zunita," ucap Devian duduk di kursi yang berhadapan dengan Nathan."Arunalia Zunita?" Nathan mengulang nama yang tampak begitu tak asing dia dengar."Iya, orangku mengatakan dia tinggal bersama dengan ibu dan juga bibinya. Dia hanya gadis lulusan SMP, sekolah SMA-nya berhenti di tengah jalan karena alasan yang tidak jelas. Dia bekerja serabutan kemudian akhirnya bekerja di hiburan malam sebagai hostess. Yang aku yakin jika tempat hiburan malam yang di maksud adalah club malam yang kita datangi tempo hari." Devian memberikan map coklat yang tadi dia pegang pada Nathan.Nathan mengambil map coklat yang Devian berikan padanya."Menurut para tetangga yang ditanyai oleh orangku. Wanita ini tidak mempunyai hubungan yang baik dengan ibunya. Dia selalu mendapatkan kata-kata hinaan dari ibunya sendiri. Jika sedang bertengkar hebat dengan ibunya, terkadang dia tidak pulang, paling lama satu minggu. Setelah itu dia terpaksa pulang karena bibinya, karena selama ini yang paling tulus merawatnya adalah bibinya."Nathan merasa cukup miris mendengar penjelasan dari Devian."Dia menjalani kehidupan yang sulit," jelas Devian lagi.Setelah mendengar penjelasan Devian, Nathan membuka map coklat yang tadi Devian berikan padanya. Dia langsung mengambil selembar foto dari dalam sana dan melihat foto seorang wanita. Matanya terbelalak kaget saat melihat foto itu."Ini …." Nathan menatap Devian."Aruna," jawab Devian, "Sepertinya itu foto Aruna saat masih remaja, setelah aku lihat dengan jelas wajahnya memang sangat mirip. Hanya saja sekarang wajahnya lebih tirus dan badannya langsing tak lagi berisi seperti di foto."Nathan tak menjawab, dia kembali melihat foto yang berada di tangannya. Dia langsung teringat akan apa yang terjadi di masa lalu, sekarang dia paham kenapa Aruna begitu sangat membencinya. Dia memang melakukan kesalahan di masa lalu."Kenapa? Kamu mengenal dia?" tanya Devian saat melihat raut wajah Nathan yang berubah seketika.Nathan mengangguk. "Ya, aku mengenal dia," jawab Nathan."Siapa? Dia siapa? Dan apa yang kamu lakukan di masa lalu sampai dia begitu membencimu.""Dia mantan kekasihku saat SMA.""Apa?" Devian sontak menatap Nathan dengan tatapan yang sangat kaget. "Kamu berpacaran dengan gadis seperti itu? Dengan gadis yang badannya … berisi?" tanya Devian tidak percaya. Karena selama ini, Nathan yang dia kenal mempunyai standar yang tinggi untuk urusan memilih seorang wanita untuk dijadikan kekasihnya.BersambungDahi Aruna mengernyit saat melihat Nathan yang masih tertidur dan belum bersiap padahal jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Padahal biasanya pukul 7 pria itu sudah berada di ruang makan tetapi sekarang masih terpejam."Nathan? Kamu gak akan ke kantor?" tanya Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi baru saja selesai membersihkan tubuh. "Enggak, kamu kan lagi sakit, masa aku ninggalin kamu," jawab Nathan dengan mata yang masih terpejam. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit. "Aku gak sakit, aku sehat," jawab Aruna. "Kaki kamu, Sayang," jawab Nathan membuka mata melihat Aruna yang tengah berdiri di samping ranjang dengan tubuh yang hanya tertutup kain handuk saja. Membuat matanya langsung terbuka sempurna. "Kaki aku udah gak pa-pa, udah sana mandi dan pergi ke kantor!" "Gak mau," jawab Nathan, "Aku mau di rumah aja." "Kamu harus ke kantor!" Nathan mendengus. "Kenapa kamu maksa aku pergi ke kantor? Kamu gak mau liat aku di rumah? Kamu tuh sebenernya cinta ngga
Nathan menelan salivanya saat mendengar dering ponsel panggilan tersambung dari ponsel sang istri. Hingga akhirnya ....[Halo? Na?]"Halo, Mas?" [Beneran kamu? Ini aku beneran gak mimpi? Kamu telfon aku? Ada ap—]Pip! Nathan langsung mengambil ponsel milik Aruna dan langsung mematikan sambungan teleponnya itu sepihak saat mendengar suara seorang pria yang suaranya nampak terdengar sangat antusias saat Aruna menelponnya."Apa-apaan sih kamu?" "Siapa laki-laki ini?" tanya Nathan pada Aruna. Dia menatap Aruna sebentar, kemudian pandangannya melihat lurus pada jalanan lagi.Aruna duduk bersandar dengan kedua tangan yang terlipat di bawah dada. Matanya melihat lurus dan bibirnya tersenyum smirk. "Orang yang pernah datang ke club malam," jawab Aruna, "Dia pengusaha sama sepertimu. Namanya Jean, usianya 29 tahun dan dia dua kali melamarku. Dia tahu dengan jelas bagaimana kehidupan aku, kenapa aku bisa bekerja di club malam dan juga tahu bagaimana aku menjalani hidup. Dua tahun lebih kami
"Kamu mau ikut ke kantor nggak hari ini?" tanya Nathan yang kini sedang terduduk di tepi ranjang seraya memakai kaos bajunya. Aruna diam sejenak, berpikir haruskah ia ikut? Ia ingin sekali pergi ke kantor untuk memperingati Della agar jangan mendekati suaminya lagi. Tetapi, ia masih sangat kesal pada Nathan karena tadi pria itu malah menjawab panggilan masuk dari Della.Karena tak mendengar jawaban dari sang istri, Nathan sontak langsung menoleh ke arah Aruna yang masih terbaring. "Kok malah diem? Mau ikut enggak? Atau mau di rumah saja ingin bersantai seperti keinginan kamu?" tanya Nathan."Tidak tahu! Akan kupikirkan dulu," jawab Aruna. Ia lantas ingin beranjak dari baringannya dengan terduduk, ia juga memegang selimut untuk menutupi dadanya. Namun, saat ia menggerakkan kaki, pergelangan kakinya tiba-tiba saja terasa begitu sangat nyeri untuk bergerak. "Aauuwhhh ... ssshhhh ...." "Kenapa?" tanya Nathan. "Gak tau, kakiku sakit banget," jawab Aruna, ia lantas menarik selimutnya sam
"Apa sekarang masih belum percaya juga?" tanya Aruna setelah melepas ciumannya. "Be—lum," jawab Nathan sedikit gugup karena jujur saja ia masih sangat kaget dan speechless. Ini kali pertama ia dan Aruna bersentuhan sejauh itu dalam keadaan yang sadar dan tak hilang akal.Aruna memegang pergelangan tangan Nathan dan berjalan ke arah kamar tamu yang berada tak jauh dari tangga. Kakinya masih terasa nyeri untuk di pakai berjalan, jadi ia membawa Nathan ke kamar yang dekat."Mau kemana? Mau ngapain? Aku sudah tel—""Ssssttt!" Aruna meminta Nathan untuk diam jangan bicara. Tak lama kemudian, mereka akhirnya sudah berada di dalam kamar. Dahi Nathan dengan seketika mengernyit bingung. Kenapa Aruna membawanya ke kamar tamu? Apalagi yang ingin wanita itu lakukan."Mau ngapain kita di sini?" tanya Nathan.Bukannya menjawab, Aruna malah mendorong pelan tubuh Nathan hingga terduduk di tepi ranjang. Membuat Nathan semakin kebingungan. "Mau apa ini? Ngapain kita ke sini?" Aruna tak menjawab, ia
"Berani masuk lagi, aku tidak akan pernah mau bicara lagi dengan kamu selamanya!"Aruna yang mendengar Nathan berbicara demikian itu sontak langsung menghentikan langkah tak jadi masuk ke club malam, ia berbalik badan menatap Nathan dengan bibirnya yang mengerucut kesal. Ia lalu berjalan menghampiri Nathan dan mengatakan, "Dasar menyebalkan! Aku benci sama kamu!" ucap Aruna dengan nada yang ketus kemudian langsung masuk ke dalam mobil. Nathan mengatupkan bibir ingin tersenyum. Ia kesal bukan main, tapi melihat Aruna yang lebih memilih masuk ke mobilnya setelah ia ancam, membuatnya semakin yakin jika wanita itu memang mencintainya.Sekuat tenaga Nathan tahan senyum di bibirnya, ia memasang raut wajah yang datar kemudian menutup pintu mobil dimana Aruna terduduk. Lalu berjalan ke arah pintu mobil pengemudi. Begitu masuk, ia melihat Aruna yang terlihat kesal. Terlihat dari raut wajah dengan bibir yang maju, mata menyipit tajam melihat lurus ke depan dan kedua tangan yang terlipat di ba
Aruna langsung terduduk tegak saat mendengar suara pintu yang dibuka. Sejak tadi ia sama sekali tidak fokus dan memikirkan Nathan dan juga Della. Kenapa bisa mereka duduk bersama di kantin perusahaan. Bukankah Nathan sangat marah pada Della? Lantas kenapa pria itu berada di satu meja yang sama dengan Della? Apa yang mereka bicarakan?" Begitu melihat Nathan yang baru saja masuk pulang dari kantor, Aruna langsung mendekati Nathan dan berkata, "Bukannya si Della itu kemarin sudah kamu pecat? Kenapa tadi siang kalian berada di meja yang sama di kantin perusahaan. Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Aruna to the point saat sudah berdiri satu langkah di depan Nathan.Alis Nathan sontak langsung bertaut. Ia pikir Aruna akan bersikap cuek tak peduli, siapa sangka jika wanita itu malah langsung bertanya detik itu juga. Padahal ia baru saja masuk ke dalam rumah, tapi sudah langsung mendapatkan pertanyaan yang ia pikir tak semudah itu mendapatkannya.Nathan bersikap datar, raut wajah kaget