Keesokan pagi seperti biasa aku bangun lebih awal. Jarun jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Akan ku mulai hari dengan membersihkan rumah sembari mencuci pakaian, setelah itu lanjut masak nasi dan lanjut membuat bumbu ayam goreng kesukaan mas Darwin. Setelah menolaknya malam tadi rasa bersalah selalu menghantuiku. Pagi ini aku berniat membuatkan masakan kesukaannya, nasi uduk dan ayam goreng. Sejak pertama menikah baru kali pertama aku menolak hasratnya, semua karena badan terlalu lelah, lagi pula percuma jika terpaksa meladeni hasrat mas Darwin yang ada dia tidak merasa senang oleh keterpaksaanku.
"Kalau ingat wajah mas Darwin tadi malam hatiku terasa hancur sekali, akan tetapi mau bagaimana lagi semalam tidak bisa tidur gara-gara suara denyit ranjang ibu Marni, di tambah lagi bafan rasanya capek banget." jika mengingat kejadian semalam sangat membuatku kesal. Setiap malam tidak pernah bisa tidur pulas sedikit saja. Denyit ranjang itu sangat mengganggu tidurku. Entah apa yang di lakukan ibu Marni sampai membuat otak hiling kemana-mana. "Belum lagi pekerjaan kantor menunpuk sampai kepala serasa meletus...." Menggerakkan kepala ke kiri dan kanan, pundak terasa berat seperti ditimpa puluhan kilo besi. Sudah seminggu tidak bisa bersantai karena banyak kerjaan menumpuk di kantor. Belum lagi setiap bangun tidur pekerjaan rumah sudah melambaikan tangan. Sungguh melelahkan sekali. Untung saja aku dan mas Darwin memutuskan menunda keturunan sebelum kita merasa mampu dari segi materi. Keputusanku tentu di dukung mas Darwin, sebab dia adalah suami yang sangat pengertian. Seorang wanita parubaya beru saja keluar dari kamar lalu menyapaku "Pagi Rika...." Mendengar suara ibu Marni memanggil namaku seketika aku pun berbalik badan "Pagi juga bu. Tumben ibu bangun sepagi ini, sudah mandi keramas pula" Melihat rambut ibu Marni terurai basah menjuntai, tentu membuat mulutku tidak tinggal diam. Anggapan buruk tentangnya selalu terbesit dalam benakku. Sikapnya itu selalu mencurigakan. Hampir setiap hari ku lihat beliau mandi keramas memang tidak takut masuk angin? Memang sungguh mencurigakan. "Oh....tadi ibu merasa gerah sekali jadi sekalian saja mandi keramas" Meraih gelas kemudian mengambil minum. Aku masih tidak percaya padanya. Suatu saat nanti aku pasti bisa mengungkap semua kebenaran itu. "Kamu mau masak apa hari ini?" Ucapan beliau membuatku tersadar dari lamunan. "Nasi uduk sama ayam goreng bu kesukaan mas Darwin" Jawabku singkat. Sembari kembali fokus pada masakan sebelumnya. "Ayam goreng? Pasti bagian paha kesukaan suamimu itu, ya?" celetuknya sambil meletakkan gelas. Aku mengangguk dan kembali menumbuk bumbu ayam goreng. "Jaman sekarang suami paling suka paha di banding dada, ya? padahal dada jauh lebih enak lho...." Celetuk Marni sembari terkekeh. Ucapan itu sungguh terdengar kurang enak di telinga. Sangat tidak pantas seorang mertua berceloteh pasal sensitive seperti itu. Di mana letak harga dirinya? aku sampai tidak habis pikir bagaimana kalau suamiku mendengar pasti dia akan risih. Bruk... Kuhantamkan cobek sedikit lebih keras sehingga membuat beliau terdiam "Tolong jangan bicara sembarangan seperti itu bu. Sangat tidak pantas jika mas Darwin mendengarnya...." "Loh, emang ibu salah? Emang benar kan suamimu suka paha ayam dari pada dada ayam. Emang ada yang salah sama ucapan ibu?" Beliau masih mengelak meski aku tau apa yang dia maksud. Berdehem "Ibu Marni tidak salah kok, aku memang suka paha katimbang dada. Tapi terkadang juga dada lebih enak" Melempar tatapan menjijikkan ke arah Marni. Melihat Marni berpenampilan seksi memperlihatkan baha mulusnya dan dada menyembul indah, membuat setan keluar kandang. Ku tatap mata mas Darwin "Kamu sedang lihat apa mas?" sengaja ku singgung mas Darwin supaya melepaskan pandangan dari ibu Marni. Mas Darwin terlihat gugup setelah mendengar ucapanku. Dia langsung menghampiriku "Bicara apa kamu sayang? jelas aku melihat istriku ini yang sedang masak makanan kesukaanku dong. Sini biar aku bantu tumbuk bumbunya" Meraih tanganku dan kita berdua menumbuk bumbu bersama. Sikap romantisnya membuat hati meleleh, setiap hari mas Darwin selalu saja membuat jantung berdetak kencang. Meski kami sudah menikah tapi rasanya masih di fase pacaran dulu, dia selalu romantis. "Oh....sweet sekali pengantin baru. Bikin ibu jadi iri saja" Sambil bergegas meninggalkan kami. Nada suara beliau nampak seperti kesal, entah karena apa kami tidak tau. Tak lama kemudian bumbu selesai di tumbuk "Mas Darwin lepaskan tanganku malu di lihat ibu..." Entah setan mana yang merasuki suamiku itu sehingga tingkah lakunya begitu manis sekali. Clack... Suara mesin cuci berhenti menggiling "Biar mas bantu angkat cuciannya, kamu fokus masak saja. Mas tau kamu pasti sangat kecapean...." Sebelum pergi mas Darwin mengusap kepalaku seperti biasa lalu mencium pelan. "Emmm....terima kasih suamiku, sayang" Sambil ku cubit hidung mancungnya. "Sudah lanjut masak sana nanti keburu kesiangan lho" Ujarnya sembari bergegas menuju kamar mandi. Waktu berputar begitu cepat. Jam menunjukkan pukul enam pagi. Waktunya berangkat kerja. Jarak rumah ke tempat kerja sangat jauh sampai memakan waktu lama, jadi aku memutuskan berangkan pagi sebelum padatnya kendaraan membuatku susah mencapai tempat kerja. "Mas.....aku pamit berangkat kerja dulu ya, nanti jangan lupa bekal makan siang sudah siap di atas meja makan. Sebelum berangkat kerja mas juga harus sarapan dulu. Semua sudah siap di meja makan" Hari ini terasa waktu bergulir cepat sekali, rasanya sudah tidak tahan lagi harus kerja setiap hari tanpa kenal lelah. Bangkit dari tempat duduk lalu mengulurkan tangan "Hati hati di jalan sayang, jangan ngebut, bahaya" Ku raih tangan suamiku lalu mencium tangannya "Jangan khawatir jalan raya sudah menjadi sahabatku sejak lama" ku selipkan senyum di setiap berbicara dengannya. Wajar pernikahan kami masih bisa di bilang baru, jadi wajar saja jika kami bucin. Mas Darwin mengantarku hingga pintu "Dah sayang.... hati hati, jangan lupa helm di kunci jangan cuma di gantungin begitu" "Siap bos...." Sambil menyalakan motor matic rekan terbaikku. Tak berselang lama aku mulai mengendarai motor keluar dari pekarangan rumah. Setiap kali meninggalkan rumah hati ini teras gelisah takut jika mas Darwin berbuat sesuatu dengan ibu tiriku. Secepatnya pikiran kotor segara ku tepis "Astaga, sedang memikirkan hal bodoh apa aku ini. Mas Darwin orangnya setia, dia tidak akan pernah tergoda dengan apa pun" Berusaha berpikir positive supaya hati tidak di penuhi kegelisahan. Brughhh.... Darwin terkejut mendengar suara benda jatuh dari dalam rumah, segera ia berlari menghampiri sumber suara "Ibu Marni? kenapa bisa sampai terjatuh..." Tau-tau marni sudah terjatuh di lantai. "Lantainya licin sekali ibu jadi jatuh...." ujarnya meringis kesakitan. Darwin membantunya berdiri. Dan tiba tiba saja Darwin ikut terpeleset hingga tubuh mereka berdua saling tumpang tindih. Darwin merasa deg degan membuat wajahnya memerah. Marni mulai menyadari sesuatu nampak menonjol. Dari situlah Marni mulai sadar sang menantu ternyata mulai tertarik padanya. "Sampai kapan kamu betah di atas ibu seperti ini..." Ucapan Marni membuat Darwin tersadar "Aduh maaf bu aku tidak sengaja. Niat hati mau bantu ibu tapi malah ikutan jatuh, sekali lagi maaf ya bu" Telinga pria itu terlihat memarah seperti sedang menahan sesuatu. Marni melihat sesuatu nampak jelas dari celana sang menantu. Dia pun menutup mulutnya manahan tawa sejenak. Lirikan mata tak henti menatap benda mengeras tersebut, gelak tawa tak mampu terbendung sehingga tawa lepas akhirnya terdengar. "Astaga, Dawin kamu tegang yah...." lirihnya semakin memanas. Saking tidak tahan lagi Darwin memeluk sang mertua sambil membungkam mulutnya "Emmm....apa yang kamu lakukan?" berpura pura memberontak supaya Darwin tidak tau bahwa dia tau hasrat Darwin mulai menggebu. "Jangan sok jual mahal bu. Tadi malam aku melihat pak Dono dan ibu di kamar, kalian sedang bercocok tanam. Kenapa ibu menolakmu, sedangkan ibu mau dengan pria tua itu" Seketika Darwin menyumpal mulut Marni dan mereka saling berpagut dalam dosa. "Emmmm.....emmmm....." Suara tertahan membuat hasrat semakin tinggi. Mereka melakukan hal tidak senonoh untuk pertama kali. Mereka juga nampak menikmati adegan ranjang sampai lenguhan panjang berulang kali terdengar dari mulut mereka.Bagaimana cara menjelaskan semua pada putraku, sungguh tidak bisa melihat harapannya hancur begitu saja. Mata yang tadi di penuhi kebahagiaan seketika sirna penuh air mata. Kaki mulai melemas menitikkan air mata sembari ku raih pusara mas Darwin "Bagaimana caraku menjelaskan semua pada Aska, mas? Andai bisa ku putar waktu aku tidak ingin kau pergi dengan cara seperti ini. Sekarang Aku harus bagaimana? Kenapa harus kamu? Kenapa bukan orang lain saja yang mendonorkan jantung untuk Aska, kenap harus kamu, kenapa? Setelah semua kejadian ini bagaimana caraku menghindari tatapan putraku sendiri, mungkin setelah ini dia akan sangat membenciku. Hati ku sakit melihatnya hancur. Aku takut, mas. Bagaimana jika dia membenci ku setelah ini? Sungguh aku tidak sanggup di benci olehnya," Wajah tertunduk lesu tidak tau harus berbuat apa. Semua memang salah ku, seharunya tidak pernah memberi jarak pada mereka supaya semua tidak seperti sekarang."Kebaikan mu akan selalu ku ingat dalam seumur hidup, tap
Dua hari kemudian.Sesuai janji ku pada Aska, tepatnya selasa pagi kami mengajaknya bertemu dengan Mas Darwin. Meski seluruh dunia mengetahui bahwa orang mati tidak bisa bangkit kembali ke dunia manusia. Aku menyadari bahwa harapan besar mereka bertemu sangatlah mustahil. Setiap saat hati terasa gelisah takut putraku kecewa atas kenyataan pahit ini, semua memang bukan mau ku, semua atas keputusan mas Darwin sendiri, sejauh kebencianku terhadapnya sedikit pun tidak pernah menganggapnya benar, sehingga pada saat dia memberikan jantungnya pada putra kandungnya sendiri, di situlah baru aku menyadari bahwa seburuk apa pun seorang mantan suami dia tetap ayah terbaik bagi anak-anak. Sejauh apa pun sakit hati membawa kita, hubungan yang sudah terjalin tidak akan pernah terhapus oleh banyaknya dosa. Masa lalu tetap meninggalkan kenangan walau tidak untuk di perjuangkan. Wahai mantan jadilah masa lalu terbaik jangan kotori masa lalu seseorang dengan penuh kebencian. Merasa jatuh cinta dan menci
Satu minggu kemudian kondisi Aska perlahan mulai membaik. Hari ini Dokter memberi kabar gembira bahwa putra kami sudah di perbolehkan pulang. Dengan kondisi Aska sekarang tentunya ia banyak di batasi oleh dokter, sebelum benar-benar sembuh ia tidak boleh keluar rumah bahkan sekedar sekolah pun belum di ijinkan. Sebagai seorang ibu jelas hati sangat bahagia sekaligus cemas, bagaimana jika Aska bosan ingin bertemu teman-temannya? tidak mungkin dia terus di rumah sepanjang hari di tambah lagi kami juga banyak kerjaan pasti dia sangat kesepian."Jangan lupa di minum obatnya, kamu tidak boleh terlalu beraktifitas dulu. Sementara waktu kamu duduk di kursi roda dulu, baru setelah selesai kamu bisa kembali bersekolah." Jelas Dokter.Mengulurkan tangan "Kami sangat berterima kasih atas segalanya, Dok. Kalau begitu kami pamit pulang"Usai menebus obat kami pun pulang. Sepanjang jalan pukang entah kenap Aska terus diam tanpa kata. Mungkinkah dia memikirkan sesuatu? Coba ku tanyakan pelan padanya
"Sayang coba lihat itu....." Mas Candra menunjuk sebrang jalan di mana seorang wanita berlari tertatih tanpa busana. Rambut terurai lusuh membuatku sulit mengenalinya, namun setelah mengamati seksama ternyata wanita itu adalah ibu Marni. Tidak jauh dari tempat beliau terlihat dua pria mengejarnya. Pria itu nampak begitu sangar berpenampilan preman dan bertubuh tinggi besar."Mas, itu ibu Marni....." Tanpa ragu kami pun menepi berusaha mengejar beliau sebisa dan sekuat kami. Sempai pada akhirnya bu Marni terjatuh, kedua pria berpenampilan preman tadi berusaha memaksa Bu Marni.Melihat beliau meronta dengan kondisi seperti itu tentu kedua pria itu bukan orang baik "Tolong......maling....." Mencari cara untuk meminta bantuan warga dan orang sekitar dengan berteriak maling. Benar saja beberapa orang berbondong ke arah kami lalu mengejar kedua pria tersebut. Awalnya mereka hendak membawa Ibu Marni, namun karena langkah kaki beliau tertatih membuat mereka memutuskan meninggalkan begitu saja
"Tidak, jangan, pergi kalian...Tolong..." Marni berteriak kencang ketika ada beberapa preman mengejarnya. Ketika duduk di tepi jalan tiba-tiba tiga orang berpakaian preman menghampiri lalu menyeretnya ke dalam mobil. Sembari meronta Marni terus berharap ada salah satu orang baik bisa menolongnya, namun siapa sangka tidak ada satu pun orang perduli. Mungkin bisa di katakan hukum karma masih berlaku padanya. Salah seorang pria berkulit hitam mata besar langsung membungkam mulutnya sampai tak bersuara. Sesekali terdengar suara dering ponsel dari salah satu preman."Kita sudah berhasil, bos." ucapnya sembari tersenyum girang ke arah Marni.Sejak memutuskan pergi dari Darwin, kini kehidupan Marni semakin sulit. Setiap hari berjalan lontang-lantung tanpa tujuan, semua tempat telah ia datangi demi mencari kerja atau sekedar numpang berteduh, namun hampir semua orang menolak, siapa yang mau menerima orang dengan penampilan compang-camping dan rambut kusut seperti tidak pernah di sisir. Banyak
Operasi berlangsung cukup lama. Setiap detik do'a tak pernah terputus. Mas Candra selalu berada di sampingku berusaha membuatku tenang. Meski ku tau di dalam hati terdalam ia juga rapuh. Aska memang bukan darah dagingnya, tapi dia yang selama ini mencintai, merawat, dan berperan layaknya seorang ayah. Wajar jika hatinya rapuh sama peperti itu pula hati ini."Jangan cemas putraku sangat hebat, dia pasti bisa melewati semua ini." Lirih mas Candra meyakinkan ku. Kalau boleh jujur suamiku tidak sekuat itu, tanpa sadar sejak tadi ku perhatikan ia menyeka air mata. Memaksa kuat sebisa mungkin supaya tidak membuatku semakin lemah.Sembari bersandar pada bahu mas Candra "Semua salahku, mas." Tiap kali mengingat bagaimana kami bertengkar sebelum akhirnya Aska berlari dariku. Andai bisa aku bersedia bertukar posisi, asal putraku baik-baik saja.Genggaman tangan semakin erat kurasakan "Jangan salahkan diri sendiri, kalau tau akan terjadi hal seburuk ini, maka aku pun tidak akan pernah mengajak k