Share

Pertolongan

Kini Pak Rahmat dan Bu Yuli tengah duduk di depan ruangan gawat darurat. Mereka begitu cemas dan panik. Berbagai macam doa mereka panjadkan untuk memohon keselamatan Anisa dan anaknya. 

Tak berselang lama, munculah seorang dokter dari dalam ruangan gawat darurat menghampiri mereka. Sepertinya, ada sesuatu hal penting yang beliau ingin diskusikan dengan pihak keluarga pasien.

"Maaf, ada yang saya ingin rundingkan dengan bapak dan ibu soal pasien," ucap Bu Dokter dengan raut wajah serius. 

"Oh, iya Bu Dokter." Mereka berdua segera bangkit dari kursi. 

"Em, setelah saya melakukan beberapa pemeriksaan pada kondisi pasien. Sebaiknya, pasien harus segera menjalankan operasi untuk menyelamatkan bayi yang ada di dalam kandungannya. Saat ini pasien tengah mengalami pendarahan hebat. Jika, tidak segera ditangani bisa juga mengancam keselamatan pasien," jelas Bu Dokter dengan wajah serius.

"Innalillahi w* innalillahi roziun!" Bu Yuli menutup mulutnya dengan telapak tangan karena begitu shock.

"Memang tidak bisa dengan cara lain, Dok? Selain, menjalani operasi?" tanya Pak Rahmat cemas dan gelisah. Beliau memikirkan biaya besar yang akan ditanggung Anisa nanti. 

"Tidak ada, Pak. Pendarahan hebat membuat kondisi tubuh pasien melemah. Kemungkinan, untuk bisa melahirkan normal sangatlah tipis," jawab Bu Dokter. 

"Ya Allah, bagaimana ini, Bu? Anisa kan tidak ada uang untuk membayarnya nanti. Kita pun sama juga," gumam Pak Rahmat sendu. Beliau benar-benar bingung harus berbuat apa. 

Sementara, Bu Yuli hanya bisa menangis tersedu-sedu. 

"Bagaimana Pak? Kalian setuju atau tidak? Kondisi pasien benar-benar sudah sangat menghawatirkan. Jika kita telat sedikit saja, nyawa kedua-duanya bisa terancam," peringati Bu Dokter. 

Pak Rahmat memejamkan matanya. Bu Yuli semakin histeris menangis. Mereka benar-benar bingung harus berbuat apa. Di saat bersamaan, datanglah seorang wanita cantik yang hendak melewati mereka. 

Karena penasaran sekali, dia segera berhenti tepat di dekat dokter. Tanpa merasa canggung dia segera bertanya perihal apa yang sedang terjadi. Rupanya dokter tersebut merupakan sahabatnya. 

"Ini ada apa, Mir? Kok, sepertinya keluarga pasienmu sedang mengalami kendala?" tanya Zaskya penasaran. Ada rasa iba menyelimuti hatinya melihat Bu Yuli terus menangis. 

"Itu di dalam ruangan ada keluarga mereka yang 

harus segera dioperasi. Sepertinya, mereka bingung sekali karena tidak mempunyai biayanya," jelas Dokter Almira ikut bingung. 

"Ya Allah, kasihan sekali mereka. Memangnya, pasienmu kenapa kok harus dioperasi segala?" tanya Zaskya semakin penasaran.

"Pasiennya sedang mengandung lalu mengalami pendarahan hebat. Jadi, harus segera dioperasi untuk menyelamatkan bayi dan ibunya. Usia kandungannya juga masih tujuh bulan. Terhitung bayi itu akan lahir dalam keadaan prematur," jelas Dokter Almira mulai panik. Dia gentar memikirkan kondisi pasiennya yang pasti semakin kehilangan banyak darah. 

Zaskya terdiam mencerna penjelasan sahabatnya itu. Entah mengapa dia begitu ingin memanfaatkan kondisi ini. Dia begitu mendambakan sosok bayi untuk menyempurnakan kehidupan rumah tangganya. 

Diam-diam dia menyembunyikan penyakit yang dideritanya dari semua anggota keluarganya. Termasuk sang suami juga. Dia tak ingin keluarganya ikut sedih jika tahu kebenarannya. Hanya Almira saja yang tahu kondisinya itu. 

"Dok, itu kondisi pasiennya semakin kritis," teriak seorang suster dari depan pintu. 

Hal itu membuat Bu Yuli semakin histeris. Pak Rahmat terdiam. Tangannya menjambak rambut frustrasi. Dia hanya mampu menitikkan air mata saja. 

"Ayo Pak buruan putuskan sekarang! Pasien harus segera ditangani," ucap Dokter Almira panik. 

"Mir, buruan kamu tangani dia sebaik mungkin. Nanti, aku yang akan membayar biayanya," sahut Zaskya tersenyum sedih. 

Pak Rahmat segera membuka matanya tidak percaya. Ternyata, ada orang baik yang mau membantu Anisa. Sementara, Bu Yuli mengucap puji syukur kepada Sang Pencipta karena sudah memberi pertolongan.

"Kamu serius, Ky?" tanya Dokter Almira tersenyum bangga. 

"Iya, aku serius. Ayo cepat kamu tolong dia! Aku tunggu kabar baiknya," titah Zaskya tersenyum penuh harap. 

"Baiklah!" Dokter Almira segera masuk ke dalam ruangan kembali untuk memberitahu kawanan suster untuk bersiap-siap memindahkan pasien ke ruangan operasi. 

Zaskya terus menatap ke ruangan UGD sambil tersenyum penuh harap. Rasanya dia tidak sabar ingin melihat sosok bayi mungil itu. 

Bu Yuli dan Pak Rahmat segera melangkah mendekati wanita yang sudah baik sekali itu. Mereka ingin mengucapkan banyak terima kasih.

"Bu!" sapa Pak Rahmat.

"Eh, iya ada apa?" tanya Zaskya sedikit terkejut. Dia merubah posisi menghadap orang yang menyapanya. 

"Kami selaku keluarga pasien ingin mengucapkapkan banyak terima kasih sama Ibu," ucap Pak Rahmat tersenyum sedih. 

Zaskya terdiam. Dia bingung harus menjawab apa. Sebenarnya, dia melakukan itu karena menginginkan sesuatu. 

"Bu!" sapa Pak Rahmat lagi. Beliau sedikit was-was dengan sikap aneh Zaskya. 

"Eh, iya, Pak?" Zaskya tersenyum kikuk. Bibirnya kaku untuk mengucapkan kata-kata yang diinginkannya. 

Di saat bersamaan, pintu UGD dibuka lebar-lebar oleh suster. Tak berselang lama, suara gladakan brankar terdengar nyaring. Mereka semua segera berlari mengikuti brankarnya. Hanya Zaskya yang tidak ikut serta. Dia harus segera pulang ke rumah untuk memberitahu kabar gembira ini kepada ibu mertuanya. Dia juga ingin meminta persetujuan dari sang suami. 

***

Keesokkan harinya, Zaskya, suami dan ibu mertuanya datang ke rumah sakit itu lagi. Mereka ingin menjenguk wanita yang sudah melahirkan bayi untuk mereka. Rasa penasaran dengan sosok bayi mungil itu juga terus terngiang-ngiang di benak mereka. 

Semalam dia dan ibu mertuanya bersusah payah merayu Abimana untuk menyetujui keinginannya itu. Kabar baiknya, Abimana setuju asalkan bayi tersebut laki-laki. Jika wanita, dia enggan mengadopsinya dikarenakan banyak kendala nanti di saat sudah dewasa. 

Sementara, Anisa yang berada di ruang perawatan hanya bisa menangis tersedu-sedu. Hatinya sedih dan sakit. Di saat dia merasa senang bisa melahirkan sosok bayi laki-laki yang bisa menjaganya nanti ketika sudah dewasa. 

Namun, harapannya itu harus pupus karena bayinya itu kini sudah menjadi milik orang lain sebagai jaminan atas imbalan jasa yang sudah mereka berikan padanya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk mempertahankan bayinya. Kondisi bayinya yang juga lahir secara prematur menambah daftar biaya yang sangat fantastis. 

"Yang sabar, Nis. Maafkan kami yang tidak bisa membantu kamu," ucap Bu Yuli tersedu-sedu. Beliau menggenggam erat tangan Anisa untuk menguatkannya 

"Iya, Bu. Anisa paham kok! Terima kasih banyak karena kalian selalu ada di samping Anisa," jawab Anisa tersedu-sedu. 

Di saat bersamaan terdengar suara ketukan pintu di ruangan Anisa. Pak Rahmat segera melangkah mendekati pintu untuk membukanya. 

Setelah pintu terbuka, tampaklah satu wanita yang semalam sudah membantu Anisa didampingi satu orang pria dan satu wanita paruh baya. 

"Maaf Pak, bolehkah kami menjenguk Mbak Anisa?" tanya Zaskya tersenyum ramah. 

"Iya, boleh. Silahkah masuk!" persilahkan Pak Rahmat tersenyum. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status