Nadira menelan salivanya mendengar ancaman pria itu. Setiap kalimat yang keluar dari bibir pria itu penuh penekanan dan ancaman yang membuat nyali lawan bicaranya akan menciut.
Arga mengambil cangkir teh yang ada di tangan Nadira dan meneguk teh hangat tersebut. "Kamu sudah lihat aku sudah meminumnya dan aku baik-baik saja. Sekarang minum teh hangat ini," perintah pria yang memberikan Cakir teh ke tangan Nadira.
"Bisakah Anda memakai pakaian Anda terlebih dahulu?" tanya Nadira yang merasa sangat tidak nyaman memandang pria yang belum memakai pakaian tersebut.
"Apakah kamu mengingat sesuatu bila melihat aku seperti ini atau menginginkan sesuatu?" Pria itu bertanya dengan penuh selidik.
Nadira diam mendengar perintah pria itu. Posisi duduk pria itu sangat dekat dengannya, sehingga membuat degup jantungnya terasa begitu sangat cepat.
"Kenapa? Ay
"Apa kamu bisa menjelaskan Apa maksud dari buku ini?" Arga bertanya dengan memandang Nadira.Wajah Nadira begitu amat pucat kakinya gemetar, begitu juga dengan tangannya. Telapak tangannya terasa begitu sangat dingin. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya."Jawablah," pinta Arga yang memandang Nadira. Pria itu sudah tidak sabar menunggu jawaban Nadira."Kamu hamil?" tanyanya.Rasa takut membuat perutnya terasa diaduk-aduk. Nadira tidak bisa berbuat apa-apa pria itu duduk sangat dekat dengannya. Nadira berusaha menahan mual di perutnya. Apa yang tadi dimakannya seakan ingin melompat keluar.Arga diam memejamkan matanya ketika wanita yang duduk di depannya memuntahkan apa yang dimakannya tadi ke wajahnya. "Kenapa pagi ini nasibku sangat tidak baik. Tadi disembur Teh Sekarang dimuntahkan makanan," batin Arga. Bila yang melakukannya bukan Nadira mungkin pria itu suda
Tatapan mata pria itu tertuju ke arah sosok wanita yang saat ini sedang tertidur lelap."Aku ingin mengetahui tentang dirinya lebih banyak." Arga tersenyum tipis ketika mengucapkan kalimat itu di dalam hatinya.Pria itu beranjak dari sofa yang didudukinya. Langkah kakinya begitu sangat ringan ketika berjalan sehingga tidak mengeluarkan suara. Diambilnya ponsel milik Nadira yang yang berada di dalam tas. Arga membuka kunci ponsel itu. Namun ternyata ponsel tersebut di kunci dengan sidik jari.Pria itu tersenyum tipis memandang ponsel milik Nadira, dengan langkah yang sangat ringan ia berjalan mendekati Nadira yang tertidur di atas tempat tidur. Arga begitu sangat hati-hati ketika memegang tangan Nadira. "Jangan sampai dia terbangun," ucapnya di dalam hati ketika mengangkat jari telunjuk Nadira di s
"Sayang sudah makan tuan, apakah saya sudah boleh pulang sekarang?" Nadira bertanya dengan sangat hati-hati. "Mengapa wajah pria ini lebih tampan bila sedang tertidur daripada dia membuka matanya seperti ini." Nadira berkata di dalam hatinya. Nadira sedikit mengangkat kepalanya dan menendang pria tersebut. Dengan sangat cepat Nadira kembali menundukkan kepalanya "Mengapa aku sangat takut melihat tatapan matanya." Nadira tidak beraniUntuk menatap mata pria yang saat ini sedang duduk menatapnya."Aku aku akan mengantarkanmu pulang, namun kita harus selesaikan dulu permasalahan diantara kita." Arga berkata dengan nada suara yang datar.Nadira memejamkan matanya. "Sepertinya penyakit ini orang akan kumat. Sikapnya sudah tidak seperti yang tadi hangat, dan sangat baik. Cara dia memandang aku, tatapan matanya sangat menakutkan. Gaya dia bicaranya Juga seram. Apa yang harus aku lakukan sekarang." Nadira berkata ket
Arga memandang Nadira. Rasa senang dan bahagia begitu sangat sempurna dirasakannya. Diusapnya pipi Nadira dan di tatapannya mata Nadira yang sudah sembab karena terlalu banyak menangis. "Katanya mau pulang?"Nadira menganggukan kepalanya. Saat ini kasur tipis yang menjadi alas tidurnya begitu sangat di rindukannya.Nadira ingin menenangkan pikirannya sejenak."Ayo kita pulang." Arga berkata dengan memegang tangan Nadira."Iya tuan," jawab Nadira."Aku ini ayah dari anak yang kamu kandung, Kenapa masih panggil tuan?" Arga tersenyum tipis dengan menyelipkan jarinya di dagu Nadira.Nadira hanya diam, ia bingung harus memanggil pria itu apa. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya ketika pria itu menatap wajahnya."PR untuk kamu, cari panggilan yang keren untuk aku. Nanti bila kita sudah menikah panggil aku dengan panggil
Nadira tidak tau kemana mobil ini akan melaju. Ia memandang jalan yang saat ini dilaluinya. Walaupun dirinya tidak tahu sekarang dia berada di jalan apa. Arah mobil itu semakin menjauh dari ibukota. "Mengapa aku merasa takut seperti ini." Nadira berkata di dalam hatinya ketika ia melirik sekilas kearah pria yang duduk disampingnya. Pria itu hanya diam tanpa berbicara.Dirinya ingin pasrah saja dengan apa yang akan terjadi nanti. Namun rasa takut ketika membayangkan apa yang akan terjadi kepada dirinya, membuat Nadira tampak sangat waspada dan berhati-hati. Nadira bahkan tidak ingin memejamkan matanya. Ia memperhatikan setiap jalan dan juga ciri-ciri tempat yang dilaluinya ini.Mobil itu terus saja melaju tanpa ada ciri-ciri akan berhenti. Bibirnya terasa sudah gatal untuk bertanya Kemana tujuan yang akan mereka datangi. Namun Nadira tidak berani lagi untuk bertanya ketika mengingat pria itu sudah mengingatkannya, ba
Nadira memandang kamar yang berukuran sangat besar. Tempat tidur yang ada di dalam kamar, begitu sangat mewah di matanya. Tempat tidur dengan model klasik yang memiliki ukiran di bagian kepala tempat tidurnya. Tempat tidur yang dibuat dengan bahan kayu jati."Lemarinya sangat banyak sekali. Lemari sebanyak ini, apa gunanya dan apa saja yang akan isinya nanti. Atau hanya sekedar untuk gaya-gaya aja biar kelihatan keren." Nadira memandang kagum lemari yang menempel di dinding, hampir seluruh permukaan dinding dijadikan lemari mulai dari lemari pakaian, lemari untuk tas, sepatu, jas dan Entah untuk apalagi fungsi lemari yang memegang tidak dimengerti oleh nadira.Dengan sangat cepat Nadira menutup mulutnya ketika Nadira baru menyadari bahwa di dalam kamar ini bisa saja memakai CCTV. Memandang ke sekeliling kamar dan melihat kebagian plafonnya. "Sepertinya tidak ada CCTV disini." Nadira berkata di dalam hatinya se
Arga meninggalkan kamar yang saat ini ditempati oleh Nadira. Pria itu berusaha untuk tidak memperlihatkan wajahnya yang tersenyum meskipun senyum tipis tetap tercetak di wajah tampannya.Iswandi dengan sangat cepat beranjak dari duduknya ketika melihat bosnya yang berjalan ke ruang tamu. "Selamat pagi Tuan," sapa Iswandi dengan sangat sopan."Ya pagi," jawab Arga yang duduk di kursi sofa yang ada di depan Iswandi."Ini susu hamil yang tuan inginkan." Iswandi memberikan tas belanja dari swalayan yang berisi 3 kaleng susu hamil dengan berbagai varian rasa."Menurutmu biasanya wanita hamil Suka rasa apa?" tanya Arga ketika memandang kaleng susu dengan rasa coklat, strawberry dan juga vanila."Setahu saya coklat Tuan," jawab Iswandi.Arga mengerutkan keningnya. Pria itu seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh orang kepercayaannya t
Nadira sangat kesal saat mendengar ucapan pria tersebut. Dengan sangat entengnya pria mengatakan bahwa dirinya bebas masuk kamar yang ditempati Nadira.Arga tersenyum tipis memandang nakas yang di samping tempat tidur. Hatinya begitu sangat senang ketika melihat susu yang tadi dibuatkannya sudah habis diminum oleh Nadira. Bubur kacang ijo yang hanya tersisa mangkoknya saja. "Aku akan berangkat ke tempat orang tua kamu." Arga berkata dan duduk di tepi tempat tidur."Apa dia memang benar-benar serius." Nadira berkata di dalam hatinya."Apa kamu sudah menghubungi orang tua kamu?" Tanya Arga.Nadira menganggukkan kepalanya."Kamu mengatakan apa kepada mereka?" tanya Arga."Aku mengatakan kepada Ibu bahwa anda akan datang ke rumah untuk melamar." Jelas Nadira.Arga diam menunggu Nadira melanjutkan pembicaraannya.