“Tuan, saya mohon. Saya hanya bekerja di sini. Saya mohon tuan lepaskan saya.” ucap Nadira memohon. Wajahnya sudah sangat pucat dengan bibir yang memutih. Air matanya mengalir daras membanjiri pipinya. Tuan, saya mohon lepaskan saya. Tuan, Saya janji saya tidak akan mengatakan kepada siapapun. Saya bukan mata-mata tuan, saya mohon lepaskan saya." Nadira meringis merasakan kulit kepalanya yang terasa begitu amat sakit. Kepalanya pusing sangat ketika tangan pria itu sangat kuat menarik rambutnya. "Sakit tuan," ucap Nadira ketika pria itu menyeret tubuh mungilnya.
Nadira tidak tahu kemana pria itu akan membawanya. Pria itu menyeret tubuhnya cukup jauh dari lokasi toilet tempat ia bekerja. Nadira yang baru bekerja tidak mengetahui tempat lokasi tersebut. "Tempat apa ini." Nadira berucap didalam hati saat melihat pria itu membuka pintu rumah tersebut.
Tanpa berbicara sama sekali, pria itu menyeret Nadira dan memasukkannya kedalam ruangan yang saat ini dalam kondisi gelap.
Nadira takut sangat ketika dirinya merasakan hawa dingin di dalam ruangan itu. Air matanya tidak ada henti-hentinya menetes. Bayangan akan keluarganya membuat airmata nya semakin deras mengalir. Saat ini Nadira teringat Ayahnya yang sedang sakit dan membutuhkan uang. Bayangan akan keluarganya terlihat jelas oleh pandangannya. "Hamba belum siap mati, hamba masih ingin hidup," Nadira berucap di dalam hati. Nadira tidak ada henti-hentinya berdoa kepada sang pencipta. Agar dia masih diberi kesempatan untuk hidup. Nadira tidak ingin nyawanya berakhir hari ini.
Nadira mendengar pintu yang ditutup dengan sangat keras. Nadira memandang ke sekeliling ketika lampu di ruangan itu sudah menyala. Di dalam ruangan ini begitu sangat mewah. Meskipun Nadira belum pernah masuk hotel mewah namun Nadira sudah bisa membayangkan kemewahan yang ada di dalam ruangan ini sama kelasnya dengan hotel berbintang.
"Tuan Saya berani bersumpah, saya bukanlah mata-mata. Anda boleh membunuh saya bila Saya berbohong. Saya hanya bekerja di sini tuan. Saya sengaja memakai topi agar orang tidak terlalu memperhatikan wajah saya. Karena teman saya mengatakan di sini tempatnya sangat rawan, banyak pengunjung yang mabuk. Topi yang saya pakai itu juga teman saya yang meminjamkan. Saya berani bersumpah, Saya berpenampilan seperti itu bukan karena saya menyamar," ucap Nadira yang berusaha menjelaskan mengapa ia berpenampilan seperti itu.
Arga memandang gadis yang saat ini sedang bersimpuh di depannya. Gadis itu meletakkan kedua tangannya didepan dadanya memohon pengampunan darinya. Arga tersenyum dengan memiringkan bibirnya. "Kau kira aku bodoh?" ucap Arga yang menarik tubuh gadis tersebut hingga Gadis itu kini dalam posisi berdiri.
Arga menjepitkan jarinya di pipi Gadis itu dengan sangat keras. "Siapa yang memerintahkan mu," ucapnya.
Nadira menggelengkan kepalanya. "Tidak ada Tuan," ucapnya. Nadira menangis ketika merasakan telapak tangan pria itu mendarat keras di pipi. Hingga sudut bibirnya berdarah. Nadira begitu sangat pusing dengan telinga yang terasa panas dan sakit. Tubuhnya sempoyongan ketika dirinya kehilangan kesetabilan hingga tubuhnya hampir terjatuh. Dengan cepat tubuhnya di tahan oleh pria itu yang begitu sangat menakutkan bagi Nadira. Pria itu memegang lengan tangannya dan kembali menamparnya.
"Tuan, saya mohon biarkan saya pergi," ucap Nadira dengan bibir yang sudah mengeluarkan darah. Wajahnya yang kecil seakan tidak mampu menahan kerasnya tangan pria tersebut. Mata Nadira sudah tidak bisa lagi melihat dengan jelas ketika kepalanya terasa begitu amat pusing.
pria itu masih tidak menghentikan keinginannya. Pria itu menarik rambutnya dengan sangat keras dan memandang wajahnya. "Aku tidak akan membunuhmu. Bila kau mau berbicara," ucap Arga yang masih memberikan kesempatan untuk gadis malang tersebut.
Nadira tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Nadira hanya menangis ketika mendengar apa yang diucapkan oleh pria itu. Nadira tau bahwa pria itu masih memberikannya kesempatan untuk menjawab. Namun Nadira tidak bisa menjawabnya. Sejak tadi Nadira sudah menjelaskan dengan sangat jujur, namun pria itu semakin marah dan menamparnya habis-habisan.
"Cepat katakan," ucap Arga dengan suara yang sangat keras.
Nadira masih tidak berbicara. Saat ini Nadira hanyalah terbayangan kedua orang tuanya. Wajah tampan adiknya yang masih kelas 1 SMP. Senyum manis ibunya, wajah pucat ayahnya. Semua terlihat jelas di pandangnya. "Aku akan bertahan untuk hidup demi kalian," tekatnya di dalam hati.
"Tolong jangan bunuh saya tuan. Izinkan saya hidup," ucap Nadira saat tangan pria itu melekat di lehernya. Nadira merasakan bahwa dirinya sangat sulit untuk bernafas saat jepitan tangan pria itu semakin menekan kuat lehernya. Hanya air matanya yang menetes dengan sangat deras. Mata Nadira terbuka lebar menatap pria yang tidak memiliki hati dan rasa kasihan terhadapnya. Nadira sudah tidak bisa berkata apa-apa, ketika pria itu semakin menekan kuat lehernya hingga lihatnya keluar. Nadira hanya pasrah menerima ajalnya.
Nadira terbatuk-batuk ketika pria itu melepaskan tangannya di leher Nadira.
"Aku akan buat kau menyesal seumur hidupmu, karena tidak ingin mengatakan kepadaku siapa yang memerintahkan mu," ucap Arga yang tanpa ada belas kasihan menarik kancing baju Nadira hingga membuat kancing baju yang di pakai Nadira berserakan di lantai. Nadira berusaha melawan dengan tubuh mungilnya. Tangan kecil Nadira berusaha meninju-ninju dada Arga. Nadira memberanikan dirinya untuk melawan pria tersebut.
Arga hanya diam ketika Gadis itu meninju-ninju dadanya yang keras. Arga hanya membiarkan Gadis itu terus memukulnya hingga Gadis itu berhenti karena kehabisan tenaga. Tanganmu yang kecil ini tidak akan mampu membuatku merasa sakit. Tinju yang kau berikan membuat tubuhku lebih enak serasa dipijat." Ucap Arga yang tertawa mengejek Nadira.
Nadira mundur beberapa langkah dari pria tersebut. Nadira memandang pria itu yang hanya menatapnya ketika dirinya semakin menjauh.
"Apakah kau berfikir bisa lari dari sini," ucap pria tersebut.
Arga melangkahkan kakinya semakin dekat dengan gadis tersebut.
Saya hanya bekerja di sini Tuan. Saya mohon lepaskan saya." Ucap Nadira yang tidak ada henti-hentinya memohon.
"Aku akan membuat kau menyesal seumur hidupmu," ucap Arga yang menarik tangan Gadis itu dengan sangat keras.
Arga memeluk tubuh gadis itu. "Kau tau, kau wanita yang sangat beruntung bila bisa tidur dengan ku. Kau tau, bahwa kau bukanlah tipe wanita yang aku suka. Tubuhmu kurus dengan dada yang rata," ucap Arga yang meremas benda kecil nan bulat tersebut.
Nadira sudah begitu sangat emosi mendengar apa yang diucapkan pria berengsek tersebut. Gaya bicara pria itu begitu sangat angkuh dan sombong.
"Bila aku bukanlah tipe wanita yang kau inginkan, maka lepaskan aku," ucap Nadira yang menatap Wajah pria itu.
Arga tertawa lepas saat mendengar Nadira berbicara. Wanita sepertimu ternyata berani juga," ucap Arga merasa tertantang dengan gadis bertubuh mungil tersebut.
"Lepaskan aku," ucap Nadira. Ketika Arga memegang tangannya
"Aku tidak akan melepaskanmu. Aku akan membuat kamu menyesal seumur hidupmu. Karena sudah berani bermain-main denganku." Ucap Arga dengan tangan yang sudah mulai meraba tubuh gadis tersebut.
Arga membuka paksa baju yang saat ini dipakai di pakai oleh Nadira. Arga tersenyum tipis memandang Nadira." Apa kau sangat tidak memiliki uang sehingga tidak mampu membeli bra yang baru," ucap Arga ketika melihat pengait bra yang di ganti peniti.
Nadira hanya diam saat melihat pria itu mengejeknya. Saya mohon Tuhan jangan lakukan ini kepada sayang. Ucap Nadira yang memohon agar pria itu membatalkan niatnya. Nadira sudah bisa menebak apa yang akan dilakukan pria itu kepadanya. Kaki Nadira bergetar menahan rasa takut.
Arga sudah tidak menghiraukan ucapan gadis itu. Bahkan dirinya sudah tidak mendengarkan apa yang diucapkan oleh gadis tersebut. Arga yang awalnya hanya berniat untuk memberikan pelajaran kepada Nadira kini sudah selimuti oleh hawa nafsunya. Arga tidak mengerti mengapa melihat tubuh mungil Gadis itu dia begitu sangat bergairah. Arga seperti orang yang kerasukan tanpa ada rasa kasihan melihat gadis tersebut.
***
"Minta perawatan ntar ke sini." Nadira mendesak."Iya bentar lagi, tadi lagi mandi." Lala tersenyum menjelaskan."Lama sekali." Nadira tidak sabaran.Arga memandang istrinya dengan mengerutkan keningnya. Sejak di rumah istrinya sudah ngomel-ngomel untuk bisa datang ke rumah sakit. Sekarang sudah di rumah sakit, istrinya sudah tidak sabar untuk melihat anak dari sahabatnya. "Kenapa dari tadi nggak sabaran?" Arga yang duduk di sofa."Semalam Lala kirim fotonya ke Dira, Dira penasaran, kalau difoto itu cantik sekali. Makanya Dira pengen lihat langsung. Bisa aja kamera yang dipakai bohong." Nadira memandang Lala. Setelah melihat foto bayi yang dikirimkan Lala, membuat Nadira terbayang-bayang wajah cantik bayi tersebut. Berulang kali ia memandang foto bayi cantik itu, hingga dirinya benar-benar penasaran. Apakah benar wajah bayi yang dilihatnya sesuai dengan foto yang dikirim sahabatnya."Emang cantik sekali sih orangnya." Yeni tersenyum."Itu karena cucunya Mbak Yeni makanya kelihatan c
"Assalamualaikum." Nadira masuk kedalam kamar rawat Lala, bersama dengan kedua orang tuanya, mama mertua, Arga dan Andrea."Waalaikumsalam." jawab penghuni yang ada di dalam kamar."Lala nggak nyangka akan datangnya sekarang, kirain nanti sore." Lala tersenyum lebar melihat Nadira yang sudah masuk dalam kamarnya."Mana sabar nunggu sore." Arga memandang istrinya. Pagi-pagi sekali, Nadira sudah meminta ke rumah sakit. Pada akhirnya Arga ikut serta ke rumah sakit sebelum berangkat ke kantor."Mama juga nggak sabar." Luna tersenyum memandang Yeni."Akhirnya, Punya cucu juga." Yeni tersenyum memandang Luna."Hahaha, kirain Iswandi bakalan betah jadi bujangan, yang penting bisa ngekorin Arga kemana-mana." Luna menertawakan anak angkat serta putranya."Meskipun aku suka membuntutinya kemana-mana, tapi aku ini lelaki normal ibu Luna." Iswandi tersenyum tipis.Arga tertawa ketika mendengar ucapan mamanya. "Aku juga sangat senang ketika mengetahui dia menyukai wanita ma, kalau tidak aku was-w
"Hahaha, kita waktu gadisnya kurus, gitu sudah nikah, pas hamil badannya mulai gendut.""Gak tahulah gimana nanti mau kuruskan badan." Lala mulai cemas memikirkan badannya paskah melahirkan. Melihat teman-temannya yang sudah semakin gemuk setelah melahirkan, membuat Lala cemas."Nanti bila bayi sudah mulai aktif seperti Arkan, akan turun sendiri berat badannya. Sekarang berat badan ku sudah turun 4 kilo. Dari yang kemarin 55 sekarang sudah 51. Tapi kata Hubby, jangan kurus lagi, nanti jelek. Hubby lebih senang lihat aku kayak gini, daripada kayak dulu katanya terlalu kurus." Nadira tersenyum.Lala tertawa ketika mendengar cerita Nadira. "Iya sih, dulu kamu kurus banget, jelek. Kalau sekarang sudah cantik, berisi, jadi terkesan lebih imut-imut." Lala teringat seperti apa dulu badan Nadira yang sama bekerja dengannya di toko pakaian. Nadira hanya tertawa ketika mendengar ucapan sahabatnya."Arkan mau ini?" Lala menggendong Arkan yang ingin menjangkau mobil remote berukuran kecil di ra
Iswandi tersenyum ketika melihat Arga yang turun dari dalam mobil sambil menggendong putranya, dan kemudian Nadira ikut turun. Iswandi yang sudah berencana untuk berangkat ke kantor lebih dulu terpaksa harus membatalkan niatnya, ketika mengetahui bahwa bos besarnya datang ke rumah untuk mengantarkan istri serta anaknya. "Selamat pagi pak Arga." Iswandi tersenyum dengan sopan.Arga sedikit menganggukkan kepalanya. "Iya pagi," jawabnya dengan gaya angkuhnya.Nadira hanya bisa tersenyum ketika melihat sikap angkuh dan sombong suaminya."Hai Arkan." Lala yang berdiri di samping Iswandi, tersenyum melambaikan tangannya ke arah Arkan."Hai aunty." Nadira tersenyum dan melambaikan tangannya."Sayang, Daddy akan kerja dulu cari uang. Anak Daddy yang tampan, main lah di sini sama mommy." Arga tersenyum dan memberikan putranya kepada Nadira, setelah mencium pipi bulat Arkan kiri dan kanan terlebih dahulu.Arkan tersenyum dan mulai berbicara. Arga tertawa saat melihat putranya yang menjawab uc
Iswandi pulang ke rumahnya. Pria itu tersenyum saat melihat istrinya yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan menumpuk beberapa bantal di belakang punggungnya. "Assalamualaikum." Iswandi tersenyum. Entah apa yang saat ini di tonton istrinya, sehingga wanita yang berperut besar itu, tidak melihat kehadirannya.Lala tersenyum ketika melihat suaminya. "Waalaikumsalam," ucapnya yang menjulurkan tangannya tanpa turun dari atas tempat tidur."Lagi makan apa Dinda?" Iswandi tersenyum dan mengusap bibir istrinya yang terkena saus."Ada mangga dan juga ada sosis, serta bakso bakar, enak." Lala tersenyum menunjukkan piring yang ada di sampingnya. Ia menancapkan garpu di sosis goreng dan mencelupkan ke dalam saus sambal dan mayones. "Coba kanda."Iswandi tersenyum dan menggigit sosis yang diberikan istrinya. "Kanda mau mandi." Iswandi tersenyum melihat istrinya.Lala menganggukkan kepalanya."Kenapa penampakannya seperti ini?""Emangnya Lala hantu, di bilang penampakan." Lala memajukan bibi
Arga merasa puas ketika mendengar penjelasan yang disampaikan oleh Iswandi.“Minggu depan, perusahaan kita akan menandatangani kontrak kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Perusahaan dari Amerika, mempercayai perusahaan kita, untuk mengolah pertambangan minyak di Riau." Iswandi tersenyum."Kamu tidak bercanda?" jawab Arga.Ada beberapa perusahaan besar yang menawarkan kerjasama dengan perusahaan minyak dari Amerika. Ia tidak menyangka, bahwa proyek ini, perusahaannya yang memenangkannya."Tentu tidak tuan.""Apa ada informasi tentang anaknya Edwin?" tanya Arga."Setelah mereka datang melihat pemakaman Edwin, Robert dan juga Gilbert seakan hilang begitu saja. Sampai sekarang, mereka belum diketahui keberadaannya.”"Bagaimana bisa?" tanya Arga.Iswandi menggelengkan kepalanya. Kami sudah mengecek ke tempat-tempat yang mungkin didatanginya, namun ternyata tidak ada. Mereka juga tidak kembali ke desanya.Arga mengusap wajahnya dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Lebih ting