Arga mengangkat tubuh gadis itu dan menghempaskannya ke atas di atas springbed. Arga mencium bibir gadis itu dengan sangat kasar, ia melumat bibir itu dan mengobrak Abrik isi didalam mulut gadis itu. Sedangkan tangannya bermain-main dengan benda bulat yang berukuran tidak besar tersebut.
Arga melepaskan bibirnya dari bibir Nadira saat gadis itu sudah kesulitan bernafas.
Nadira tersebut terus meronta-ronta dengan air mata yang mengucur deras. Ketika pria itu membuka paksa celana jeans yang dipakainya. Nadira merasakan perih di pipinya, kepalanya terasa pusing, telinganya mendengung dan bibir berdarah. Saat tamparan yang begitu keras mendarat di pipinya. Nadira merasakan kerasnya tangan pria itu yang berulang-ulang kali menamparnya.
“Jika kau melawan, aku akan membunuh mu. Kau tau bahwa aku membenci penghianat,” ucap Arga sambil menjepitkan jarinya di dagu Nadira dengan sangat kuat. Arga melepaskan tangannya ketika gadis itu hanya diam tanpa mampu untuk bergerak lagi. Dagu Nadira merah bekas tangan pria tersebut. Pipinya berjejak dan merah. Arga melampiaskan segala kemarahannya kepada gadis tersebut.
Air mata Nadira tidak ada henti-hentinya membanjiri pipinya. Saat Arga memaksa untuk memasukkan benda miliknya. Arga memandang wajah gadis itu. Setiap kali dirinya memaksa masuk , gadis itu mengeluh sakit. Apa ini pertama untuk mu?" Ucap Arga
Nadira hanya diam tanpa menjawabnya. Arga menghentikan pekerjaannya pria itu membuka kaki Gadis itu dengan sangat lebar dan memandang benda milik gadis tersebut. Arga tersenyum ketika mengetahui ternyata Gadis itu masih perawan.
Nadira tidak tahu apa yang dilakukan oleh pria itu namun Adira hanya diam ketika bibir pria itu sudah menempel di bawah pusatnya. Nadhira merasakan sesuatu yang sangat tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Nanti seakan larut dengan permainan yang sedang dilakukan oleh pria tersebut.
"Kau sangat menyukai ini bukan?" Ucap Arga yang Mengulum senyumnya dengan menyapukan tangannya yang basah di atas perut gadis tersebut. Arga kembali melanjutkan pekerjaannya. "Karena kau masih perawan, aku akan melakukannya dengan cara yang sangat pelan."
Arga memandang Nadira yang hanya diam ketika dirinya kembali memaksa memasuk barang miliknya. Berulang kali Edgar melakukannya namun dirinya masih tetap tidak berhasil. Arga melakukan hentakan yang keras hingga ia mendengar suara jeritan gadis tersebut. Tersebut saat dirinya berhasil melakukan penyatuannya. Cukup lama pria itu melakukan penyatuan hingga dirinya berada di ambang batas pertahanannya. Arga menyemburkan benihnya di rahim gadis tersebut.
Nadira hanya diam dengan air mata yang terus menetes. Nadira tidak mengerti apa kesalahan yang telah dilakukannya sehingga dia harus menerima perlakuan yang seperti ini. Nadira mengutip kembali pakaiannya yang sudah berserakan di lantai. Nadira memakai bajunya dan kemudian celananya. "Tuan Apakah saya sekarang sudah boleh pergi," tanya Nadira yang berdiri sedikit jauh dari Arga. Nadira sudah tidak sabar ingin bisa secepatnya keluar dari ruangan ini. Nadira ingin mengistirahatkan tubuhnya di rumah kontrakan miliknya.
Arga diam ketika mendengar ucapan gadis tersebut. Arga duduk dengan menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur. "Sini," ucap Arga yang memanggil gadis tersebut dengan isyarat tangannya.
Nadira masih diam tanpa mendekat dengan pria tersebut.
"Aku sangat tidak menyukai bila ada yang berbicara denganku seperti ini," ucap Arga.
Nadira berjalan mendekati pria itu namun Nadira berdiri sekitar 1 meter dari pria tersebut. Nadira semakin maju ketika tangan pria itu menyuruhnya semakin mendekat.
Arga memandang wajah gadis yang sangat memprihatinkan. Arga menarik tangan Gadis itu sehingga tubuh gadis itu semakin mendekat dengan. Arga menarik baju yang saat ini sudah dipakai oleh Nadira. Kau tidak memakai bra mu," ucap Arga ketika dilihatnya Gadis itu tidak memakai bra.
Nadira menggelengkan kepalanya. "Penitinya tidak jumpa," ucap Nadira dengan sangat polos.
Arga diam ketika mendengar jawaban gadis itu. Arga mengingat dirinya membuang peniti itu entah kemana. "Apa ini sudah ada yang menyentuhnya?" ucap Arga yang memegang benda berukuran tidak besar dan bulat milik Nadira.
"Bukankah Anda yang menyentuhnya Tuan?" ucap Nadia.
"Sebelum aku?" tanya Arga.
Nadira menggelengkan kepalanya.
"Pantas saja bentuknya seperti ini. Seperti milik anak kelas 6 SD," ucap Arga mengejeknya. Arga mencubit puncak atas yang kecil berwarna pink tersebut.
Nadira hanya diam ketika pria itu melakukan hal tersebut kepadanya. Saat ini ini yang dipikirkannya hanya bisa keluar dari dalam kamar ini dalam kondisi hidup. Nadira memejamkan matanya ketika pria itu bersikap seperti seorang bayi yang sedang menyusu dengan ibunya.
"Aku akan membiarkan kau pergi bila kau mampu memuaskan aku," Ucap Arga.
"Saya tidak pandai Tuan," ucap Nadira yang tidak tau apa yang harus dilakukannya.
Arga tersenyum ketika mendengar ucapan gadis tersebut. Arga menekan kepala Gadis itu agar semakin menunduk ke bawah. "Masukkan ke mulut mu," ucapnya.
Nadira diam ketika mendengar perintah pria tersebut.
"Cepat," ucap Arga yang semakin mendekatkan bibir wanita itu ke benda yang dimaksudnya.
Nadira hanya pasrah mengikuti semua perintah yang diberikan oleh pria itu.
Nadira merasakan tubuhnya begitu sangat sakit setelah pria itu menyudahi permainannya. Nadira kembali mengutip pakaiannya dan memakainya. "Apakah saya sudah boleh pergi?" Ucap Nadira.
Arga tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Pria itu tersenyum menunjukkan sebuah kemenangan yang dimilikinya.
Arga mengambil remote di samping nakas tempat tidur dan membuka pintu kamar tersebut.
Nadira berjalan dengan memegang kepalanya. Iya juga merasakan rasa sakit di bagian miliknya. Nadira berjalan menuju toilet tempat dimana dirinya tadi bekerja. Saat ini kondisi club sudah sangat sepi. Nadira masuk ke kamar mandi dan membersihkan toilet tersebut. Memandang nyeri pelet yang tadi dipakai pria itu untuk menghajar lawannya. Di lantai kamar mandi begitu banyak darah yang berceceran. Nadira membersihkan semua bekas darah tersebut. Nadira tidak ada henti-hentinya menangis ketika dirinya membersihkan toilet hingga pekerjaannya selesai. Setelah pekerjaannya selesai Nadira mengambil tas kecil miliknya dan kembali memakai topik yang tadi sempat di dibuang oleh pria itu di lantai dekat mejanya. Nadira memesan go-jek online untuk dirinya pulang ke rumahnya.
***
Nadira merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menagis sejadi-jadinya. Setelah puas menangis meratapi nasibnya Nadira masuk ke dalam kamar mandi dan menyiram tubuhnya dengan air. Cukup lama Ia di dalam kamar mandi mengosok sekujur tubuhnya dengan sangat keras dan berharap semua penderitaannya akan hilang.
Nadira keluar dari dalam kamar mandi, dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Nadira memakai baju tidurnya. Ia melihat wajahnya di depan pantulan cermin kecil yang berada di atas meja yang ada di dalam kamar kosnya. Pipinya merah bekas telapak tangan pria yang memperkosanya. "Aku tidak mungkin pergi ke toko dengan kondisi seperti ini," ucap Nadira ketika melihat wajahnya yang babak belur dan memar bekas tamparan yang diberikan oleh pria tersebut. Nadira juga merasakan tubuhnya begitu amat sakit, kepalanya juga pusing. Nadira melihat lehernya yang begitu sangat merah bekas tangan pria itu mencekiknya. Kulitnya yang putih begitu sangat sensitif sehingga bila ada saja terkena cubitan atau dipegang dengan sangat keras maka akan meninggalkan bekas.
Nadira merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia merasa tubuhnya begitu sangat sakit. Tangan pria itu memegang pergelangan tangannya dengan sangat kuat sehingga meninggalkan bekas biru di pergelangan tangannya.
“Ayah, ibu, Dira akan bertahan untuk kalian. Dira akan berusaha untuk mencari uang yang banyak agar ayah bisa tetap berobat," ucap Nadira yang yang mengusap air matanya dan memejamkan matanya.
"Halo La," ucap Nadira yang mengangkat panggilan masuk dari Lala. Nadira terbangun saat mendengar dering di ponselnya. "Halo Dira, kamu di mana? Apa gak masuk kerja?" Ucap Lala yang sudah berada di toko. Dira diam saat mendengar ucapan Lala. Tubuhnya terasa begitu sangat sakti, bekas tamparan di wajahnya masih terasa pedih dan panas. "Moga aja telinga aku gak tuli karena di tampar." Nadira berucap di dalam hati dengan memegang telinganya yang terasa sakit. Kepalanya juga sangat pusing. Dira menjangkau cermin kecil yang ada di meja kecil di samping tempat tidur. "Aku tidak mungkin ke toko dengan wajah babak belur seperti ini," ucap Nadira memandang wajahnya dari pantulan cermin. "La, tidur lagi kamu?" Lala berucap dengan nada suara yang cukup keras hingga Nadira terkejut saat mendengar suara melengking dari dalam telpon milikinya.
Seharian ini Nadira hanya menagis meratapi nasibnya. Nadira tidak mengerti mengapa dirinya berada di posisi seperti ini. Nadira memandang ponselnya yang berdering. Dengan sangat cepat Nadira mengusap air matanya saat melihat panggilan masuk dari ibunya. Nadira mengangkat panggilan telepon setelah berhasil meredam suara tangisnya."Ibu," ucap Nadira."Halo nak, Dira lagi apa?Kenapa lambat angkat telepon Ibu?" ucap Erna." Iya halo Bu. Tadi Dira lagi di kamar mandi Bu," ucap Nadira yang mengusap air matanya. Nadira menutup mulutnya agar suara tangisnya tidak terdengar oleh ibunya."Apa hari ini nggak kerja?" tanya Erna."Kerja Bu, ini lagi di toko. Kebetulan nggak ada yang beli," ucap Nadira berbohong."Ibu kirain tadi lagi di rumah, soalnya sepi dengarnya," ucap Erna."Enggak Bu, kebetulan toko
Nadira duduk sejenak di kursi kerjanya, saat dirinya sudah sampai di tempat kerjanya. "Ternyata capek juga," ucap Nadira di dalam hati sambil memijat-mijat kakinya yang terasa penat. Nadira sedikit mengangkat topi yang dipakainya ke atas dan mengusap keringat yang menetes di pelipis keningnya. Di ambilnya botol minum yang ada di dalam tasnya dan meneguk air putih tersebut. Nadira kembali melanjutkan pekerjaannya setelah ia merasa lelahnya berkurang. Nadira masuk ke dalam toilet dan membersihkan toilet itu satu persatu. Pekerjaannya saat ini tidak terlalu berat, berhubung Nadira sudah memberikan toilet sebelum pulang. Nadira berada di dalam toilet yang di gunakan oleh pria semalam. Berapa di dalam toilet ini membuat Nadira meras begitu sangat takut. Nadira mengingat bagaimana pria itu memukul lawannya dan menyiksanya. Nadira bersandar di dinding ketika tubuhnya hampir terjatuh. Setelah ia merasa tubu
Arga duduk di meja kerjanya. Saat ini ini pria itu tidak terfokus dengan pekerjaannya. Ia lebih terfokus dengan layar monitor yang menampilkan video gadis petugas kebersihan toilet. Arga memandang video yang dikirim Teddy kepadanya. Arga memperhatikan apa saja yang dilakukan oleh wanita yang saat ini ada di layar videonya. Tatapan matanya tidak berkedip sedikitpun saat memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh wanita itu."Aku mengira dia tidak akan pernah lagi muncul di klub setelah apa yang aku lakukan kepadanya. Namun ternyata nyalinya sangat besar. Dia masih mampu datang ke klub untuk berpura-pura bekerja. Hebat juga dia, siapa sebenarnya yang telah memerintahkannya? Apa yang mereka perintahkan kepada wanita ini?" Arga begitu sangat kesal ketika mengingat gadis itu tidak mau membuka mulutnya. Bahkan wanita muda itu lebih memilih lecehkan dan diperkosa dari pada harus membuka mulutnya. Arga tersenyum tipis, ketika dirinya mengin
"Ayah di sarankan untuk berobat di rumah sakit besar yang ada di kota. Uang itu akan dipergunakan untuk berobat ayah. Aku sangat berharap, ayah bisa sehat seperti dulu lagi," Nadira berucap dengan mengusap air matanya.Lala mengangukan kepalanya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Nadira. "Aku tidak menyangka kondisi ayah kamu sangat parah," ujar Lala yang ikut prihatin."Ayah sudah sakit sudah lebih satu tahun ini. Namun sudah 6 bulan terakhir ini kondisinya semakin memburuk," keluh Nadira. Nadira sedikit tersenyum dan memasukkan soto kedalam mulutnya.Lala menganggukkan kepalanya ketika mendengar jawaban Nadira. Lala memandang wajah Nadira dan menyibakkan rambut Nadira yang menutupi pipinya ke belakang. "Kamu kenapa?" Tanya Lala yang memandang wajah Nadira.Nadira tersenyum dan kembali mengatur rambutnya agar menutupi bagian pipinya. "Kamu tahu sendiri kerjaannya?" Nadira yang tidak
Lola masuk ke dalam ruangan kerja calon suaminya. Ruangan yang sangat besar dan memiliki desain yang elegan. Gadis itu mendekati calon suaminya yang duduk melamun di kursi kerjanya. "Mas," Sapa Lola. Lola berdiri di samping Arga. Kening Lola berkerut melihat sikap aneh calon suaminya. Calon suaminya sangat tidak menyadari kehadirannya. Bahkan pria itu terkejut ketika dirinya menyapa. Lola sangat mengenali Seperti apa karakter Arga, sikap seperti ini sangat tidak pernah dilihatnya sebelumnya." Iya sayang, "jawab Arga yang kemudian diam."Mas lagi lagi mikirin apa?" Tanya Lola yang memandang pria tersebut."Mikirkan acara pernikahan kitalah," Arga berucap dengan sangat santai. Pria itu menarik tangan calon istrinya agar duduk di atas pangkuan.Lola tersenyum saat mendengar ucapan calon suaminya. Lola melingkarkan tangannya di leher pria yang akan menjadi suaminya. "Aku kirain tadi ma
Sudah 1 bulan Nadira bertahan bekerja di klub malam. Disini ia bekerja tanpa ada hari libur, karena memang hanya dirinyalah yang menjadi petugas pembersih toilet. Nadira bekerja sesuai dengan kontrak kerja yang ditandatanganinya. Rasa lelah, rasa jenuh tidak pernah dihiraukannya. Nadira selalu bekerja dengan penuh semangat dan mengharapkan ayahnya akan segera bisa berobat dengan uang gaji yang akan diperolehnya nanti.Nadira duduk di depan di meja kerjanya. Nadira sudah tidak sabar untuk mendapatkan gaji nya. Satu bulan ini Nadira bekerja tanpa ada libur sehari pun. Nadira sudah bisa membayangkan bagaimana kebahagiaan ibunya nanti bila mendapatkan kiriman uang gajinya. Lamunan Nadira buyar ketika mendengar suara kaki yang mendekat ke arahnya. Nadira memandang pengunjung yang berjalan menuju ke kamar mandi. Nadira akan selalu waspada setiap kali melihat ada yang datang. Ia menundukkan kepalanya dengan ekor mata yang memandang ke arah pengunjung terseb
Nadira terbangun dari tidurnya. Piyama yang dipakainya basah oleh keringatnya. Setiap hari Nadira akan terbangun dengan tubuh yang basah oleh keringat. Sudah satu bulan ini, ia tidak pernah merasakan tidur nyenyak. Bayangan akan pemerkosaan itu membuatnya merasa begitu sangat ketakutan. Bahkan peristiwa itu selalu hadir di dalam mimpinya. Menemani tidur lelapnya. "Sampai kapan aku seperti ini," Nadira menangis merasakan ketakutan yang sangat luar biasa. "Aku ingin melupakan ini semua. Aku tidak sanggup mengingat semua ini," Nadira merintih pilu. Rasa sakit ini, semua yang di alaminya harus dirasakannya sendiri. Nadira tidak sanggup mengaku dengan ibunya. Kondisi ibunya saja sudah membuat ibunya sedih. Nadira tidak bisa membayangkan bagaimana bila ibunya mengetahui ini semua. Tubuh Nadira semakin melemas saat mengingat itu semua. Nadira mengambil ponselnya. Nadira mencari tips menghilangkan rasa takut dan trauma. ,"Cara-cara i