Share

5. Melepaskan

Arga mengangkat tubuh gadis itu dan menghempaskannya ke atas di atas springbed. Arga mencium bibir gadis itu dengan sangat kasar, ia melumat bibir itu dan mengobrak Abrik isi didalam mulut gadis itu. Sedangkan tangannya bermain-main dengan benda bulat yang berukuran tidak besar tersebut.

Arga melepaskan bibirnya dari bibir Nadira saat gadis itu sudah kesulitan bernafas. 

Nadira tersebut terus meronta-ronta dengan air mata yang mengucur deras. Ketika pria itu membuka paksa celana jeans yang dipakainya. Nadira  merasakan perih di pipinya, kepalanya terasa pusing, telinganya mendengung dan bibir  berdarah. Saat tamparan yang begitu keras mendarat di pipinya. Nadira merasakan kerasnya tangan   pria itu yang berulang-ulang kali menamparnya. 

“Jika kau melawan, aku akan membunuh mu. Kau tau bahwa aku membenci penghianat,”  ucap Arga sambil menjepitkan jarinya di dagu Nadira dengan sangat kuat. Arga  melepaskan tangannya ketika gadis itu hanya diam tanpa mampu untuk bergerak lagi.  Dagu Nadira  merah bekas tangan pria tersebut. Pipinya berjejak dan merah. Arga melampiaskan segala kemarahannya kepada gadis tersebut.

Air mata Nadira tidak ada henti-hentinya membanjiri pipinya.  Saat Arga memaksa untuk memasukkan benda miliknya. Arga memandang wajah gadis itu. Setiap kali dirinya memaksa masuk , gadis itu mengeluh sakit. Apa ini pertama untuk mu?" Ucap Arga

Nadira hanya diam tanpa menjawabnya. Arga menghentikan pekerjaannya pria itu membuka kaki Gadis itu dengan sangat lebar dan memandang benda milik gadis tersebut. Arga tersenyum ketika mengetahui ternyata Gadis itu masih perawan. 

Nadira tidak tahu apa yang dilakukan oleh pria itu namun Adira hanya diam ketika bibir pria itu sudah menempel di bawah pusatnya. Nadhira merasakan sesuatu yang sangat tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Nanti seakan larut dengan permainan yang sedang dilakukan oleh pria tersebut.

"Kau sangat menyukai ini bukan?" Ucap Arga yang Mengulum senyumnya dengan menyapukan tangannya yang basah di atas perut gadis tersebut. Arga kembali melanjutkan pekerjaannya. "Karena kau masih perawan, aku akan melakukannya dengan cara yang sangat pelan." 

Arga memandang Nadira yang hanya diam ketika dirinya kembali memaksa memasuk barang miliknya. Berulang kali Edgar melakukannya namun dirinya masih tetap tidak berhasil. Arga melakukan hentakan yang keras hingga ia mendengar suara jeritan gadis tersebut. Tersebut saat dirinya berhasil  melakukan penyatuannya. Cukup lama pria itu melakukan penyatuan hingga dirinya berada di ambang batas pertahanannya. Arga menyemburkan benihnya di rahim gadis tersebut.

Nadira hanya diam dengan air mata yang terus menetes. Nadira tidak mengerti apa kesalahan yang telah dilakukannya sehingga dia harus menerima perlakuan yang seperti ini. Nadira mengutip kembali pakaiannya yang sudah berserakan di lantai. Nadira memakai bajunya dan kemudian celananya. "Tuan Apakah saya sekarang sudah boleh pergi," tanya Nadira yang berdiri sedikit jauh dari Arga. Nadira sudah tidak sabar ingin bisa secepatnya keluar dari ruangan ini. Nadira ingin mengistirahatkan tubuhnya di rumah kontrakan miliknya.

Arga diam ketika mendengar ucapan gadis tersebut. Arga duduk dengan menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur. "Sini," ucap Arga yang memanggil gadis tersebut dengan isyarat tangannya. 

Nadira masih diam tanpa mendekat dengan pria tersebut.

"Aku sangat tidak menyukai bila ada yang berbicara denganku seperti ini," ucap Arga.

Nadira berjalan mendekati pria itu namun Nadira berdiri sekitar 1 meter dari pria tersebut. Nadira semakin maju ketika tangan pria itu menyuruhnya semakin mendekat. 

Arga memandang wajah gadis yang   sangat memprihatinkan. Arga menarik tangan Gadis itu sehingga tubuh gadis itu semakin mendekat dengan. Arga menarik baju yang saat ini sudah dipakai oleh Nadira. Kau tidak memakai bra mu," ucap Arga ketika dilihatnya Gadis itu tidak memakai bra.

Nadira menggelengkan kepalanya. "Penitinya tidak jumpa," ucap Nadira dengan sangat polos.

Arga diam ketika mendengar jawaban gadis itu. Arga mengingat dirinya membuang peniti itu entah kemana. "Apa ini sudah ada yang menyentuhnya?" ucap Arga yang memegang benda berukuran tidak besar dan bulat milik Nadira. 

"Bukankah Anda yang menyentuhnya Tuan?" ucap Nadia.

"Sebelum aku?" tanya Arga. 

Nadira menggelengkan kepalanya.

"Pantas saja bentuknya seperti ini. Seperti milik anak kelas 6 SD," ucap Arga mengejeknya. Arga mencubit puncak atas yang kecil berwarna pink tersebut.

Nadira hanya diam ketika pria itu melakukan hal tersebut kepadanya. Saat ini ini yang dipikirkannya hanya bisa keluar dari dalam kamar ini dalam kondisi hidup. Nadira memejamkan matanya ketika pria itu bersikap seperti seorang bayi yang sedang menyusu dengan ibunya.

"Aku akan membiarkan kau pergi bila kau mampu memuaskan aku," Ucap Arga.

"Saya tidak pandai Tuan," ucap Nadira yang tidak tau apa yang harus dilakukannya.

Arga tersenyum ketika mendengar ucapan gadis tersebut. Arga menekan kepala Gadis itu agar semakin menunduk ke bawah. "Masukkan ke mulut mu," ucapnya.

Nadira diam ketika mendengar perintah pria tersebut.

"Cepat," ucap Arga yang semakin mendekatkan bibir wanita itu ke benda yang dimaksudnya.

Nadira hanya pasrah mengikuti semua perintah yang diberikan oleh pria itu. 

Nadira merasakan tubuhnya begitu sangat sakit setelah pria itu menyudahi permainannya. Nadira kembali mengutip pakaiannya dan memakainya. "Apakah saya sudah boleh pergi?" Ucap Nadira.  

Arga tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Pria itu tersenyum menunjukkan sebuah kemenangan yang dimilikinya.

Arga mengambil remote di samping nakas tempat tidur dan membuka pintu kamar tersebut.

Nadira berjalan dengan memegang kepalanya. Iya juga merasakan rasa sakit di bagian miliknya. Nadira berjalan menuju toilet tempat dimana dirinya tadi bekerja. Saat ini kondisi club  sudah sangat sepi.  Nadira masuk ke kamar mandi dan membersihkan toilet tersebut. Memandang nyeri pelet yang tadi dipakai pria itu untuk menghajar lawannya. Di lantai kamar mandi begitu banyak darah yang berceceran.  Nadira membersihkan semua bekas darah tersebut. Nadira tidak ada henti-hentinya menangis ketika dirinya membersihkan toilet hingga pekerjaannya selesai. Setelah pekerjaannya selesai Nadira mengambil tas kecil miliknya dan kembali memakai topik yang tadi sempat di dibuang oleh pria itu di lantai dekat mejanya. Nadira memesan go-jek online untuk dirinya pulang ke rumahnya.

***

Nadira merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menagis sejadi-jadinya. Setelah puas menangis meratapi nasibnya Nadira masuk ke dalam kamar mandi dan menyiram tubuhnya dengan air. Cukup lama Ia di dalam kamar mandi mengosok sekujur tubuhnya dengan sangat keras dan berharap semua penderitaannya akan hilang.

Nadira keluar dari dalam kamar mandi, dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Nadira memakai baju tidurnya. Ia melihat wajahnya di depan pantulan cermin kecil yang berada di atas meja  yang ada di dalam kamar kosnya. Pipinya merah bekas telapak tangan pria yang memperkosanya. "Aku tidak mungkin pergi ke toko dengan kondisi seperti ini," ucap Nadira ketika melihat wajahnya yang babak belur dan memar bekas tamparan yang diberikan oleh pria tersebut. Nadira juga merasakan tubuhnya begitu amat sakit, kepalanya juga pusing. Nadira melihat lehernya yang begitu sangat merah bekas tangan pria itu mencekiknya. Kulitnya yang putih begitu sangat sensitif sehingga bila ada saja terkena cubitan atau dipegang dengan sangat keras maka akan meninggalkan bekas.

Nadira merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia merasa tubuhnya begitu sangat sakit. Tangan pria itu  memegang pergelangan tangannya dengan sangat kuat sehingga meninggalkan bekas biru di pergelangan tangannya.

“Ayah, ibu, Dira  akan bertahan untuk kalian. Dira akan berusaha untuk mencari uang yang banyak agar ayah bisa tetap berobat," ucap Nadira yang yang mengusap air matanya dan memejamkan matanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status