Arga memandang ponselnya pria itu menghafalkan kalimat ijab Kabul. "Saya terima nikahnya Nadira Adelia binti Ahmad Riyandi dengan mas kawin." Arga tidak melanjutkan kalimat selanjutnya. "Aku belum menyiapkan emas kawin untuk Nadira." Pria itu sangat bingung memberikan mas kawin untuk calon istrinya.
Iswandi yang mendengarkan ucapan bosnya hanya diam dan menunggu kelanjutan dari kalimat yang akan diucapkan oleh bosnya tersebut.
"Iswandi Aku ingin kamu menyiapkan mas kawin untuk calon istri ku," perintah pria yang duduk dengan gaya angkuhnya.
"Anda mau saya menyiapkan satu set perhiasan tuan?" Iswandi menawarkan.
Arga diam mendengar pertanyaan asistennya tersebut.
"Apa Anda ingin saya menyiapkan perhiasan." Iswandi kembali mengulang pertanyaannya. Menyediakan satu set perhiasan bahkan satu toko perhiasan sekalipun tidak membuat pria itu kesulitan untuk melakukan hal t
Seharian ini, Nadira tidak ada henti-hentinya mendapatkan pelayanan yang tidak terduga. Calon suaminya sudah menyiapkan ahli kecantikan untuknya. Ia melakukan berbagai macam rangkaian perawatan. Mulai dari perawatan kulit wajah hingga ke tubuh, rambut hingga bagian kuku. Ahli kecantikan itu memberikan perawatan yang aman untuk wanita hamil. Arga juga mendatangkan Ahli Massage khusus wanita hamil. Nadira merasakan tubuh terasa amat lelah, kini begitu sangat segar dan ringan.Setelah melakukan berbagai macam perawatan, Nadira kemudian dirias oleh seorang perias make up profesional. Selama perias itu meriasnya, tidak ada pembicaraan yang Nadira lakukan dengan Persia makeup tersebut. Wanita yang merias wajahnya itu hanya menjawab pertanyaan Nadira sekedarnya. Begitu juga saat ahli kecantikan yang memberikan pelayanan untuknya. Nadira hanya diam dan menuruti apa yang diperintahkan oleh ahli kecantikan itu.Setelah menyelesaikan pekerjaannya peria
"Ini mama." Arga memperkenalkan wanita cantik yang sejak tadi sudah memperhatikan Nadira. Pria itu memperkenalkan Mamanya kepada istrinyaNadira tersenyum dan sedikit memandang wanita tersebut. Melihat wajah cantik milik mama mertuanya, membuat Nadira sangat kagum. Wajah wanita itu begitu sangat cantik dan awet muda. Disalaminya tangan wanita yang sudah menjadi mertuanya. Ia kemudian mencium punggung tangan mama mertuanya. "Mama Nama saya, Dira mohon doa restunya." Nadira berkata ketika memandang wajah wanita cantik itu. Melihat tatapan mata wanita itu, serta senyumnya. Nadira bisa merasakan, bahwa wanita itu begitu sangat baik dan juga keibuan.Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Mama akan selalu mendoakan kebahagiaan anak serta menantu mama. Mama berharap, Arga bisa memberikan kebahagiaan untuk Nadira d
Erna memandang ke sekeliling rumah, yang saat ini dilewatinya. Rumah yang begitu sangat mewah, dan besar. Furniture di dalamnya begitu sangat mewah. Ia merasa seperti bermimpi bisa masuk ke dalam rumah seperti ini. "Rumahnya mewah ya Pak, seperti di sinetron," ucap Erna yang berbisik di telinga suaminya."Iya Ibu, jalannya hati-hati, lantainya licin," ucap Ahmad yang memandang lantai granit berwarna putih bersih dan mengkilap tersebut."Iya Pak, Ini ibu dari tadi ibu jalannya hati-hati. Sebenarnya segan pakai sandal, tapi kata Arga tidak apa-apa. Ibu takut sendalnya kotor lantainya nanti jadi ikut kotor." Erna menjelaskan dengan berbisik.Arga yang berjalan di samping mertuanya tersenyum mendengar obrolan mertuanya. Meskipun mertuanya itu berbisik namun telinganya tetap mampu menangkap Apa yang sedang dibicarakan oleh ayah dan ibu mertuanya.Erna duduk di kursi makan bersama dengan suam
Nadira begitu sangat gugup ketika dirinya berada di dalam kamar berdua dengan pria yang baru saja menjadi suaminya. "Dira mau buka ini." Nadira menunjuk mahkota di kepalanya.Pria itu hanya sedikit menganggukkan kepalanya dengan mata yang terus menatap istrinya.Nadira berjalan menuju meja rias dan duduk di depan cermin yang berukuran besar. Dilepaskannya riasan yang bertengger di atas kepalanya. Secara diam-diam ia memandang ke arah tempat tidur yang berada di belakangnya, dimana pria itu sedang duduk dengan melipatkan tangannya. Pria itu hanya diam memandang ke arahnya. "Sikap dia buat aku jadi panas dingin," ucap Nadira di dalam hatinya.Baru saja pria itu bersikap begitu sangat manis, lembut dan hangat namun sekarang sikap pria itu terlihat begitu sangat dingin. "Apa dia kesambet atau jangan-jangan seperti ini wujud aslinya." Nadira merasa ngeri sendiri. "Dasar bunglon," omel Nadira di dalam
Arga memandang istrinya pria itu memeluk tubuh istrinya dan mencium kening istrinya cukup lama. Arga mencium pipi istrinya kiri dan kanan, hidung dagu dan juga bibir. Arga juga mencium bagian perut istrinya. "Maafin abang waktu itu, Abang benar-benar sangat hilang kendali. Jangan benci Abang."Nadira menganggukkan kepalanya. "Tapi jangan diulangi lagi ya," ucap Nadira."Ya tergantung," ucap Arga.Nadira mengerutkan keningnya. "Tergantung bagaimana?" tanya Nadira. Nadira masih belum memahami apa maksud dari ucapan suaminya."Bila tidak ingin pakai sistem paksa wajib secara ikhlas, terus jangan sampai Abang yang minta, wajib menyerahkan diri terlebih dahulu." pria itu berkata seenaknya."Maksudnya?" tanya Nadira.Arga tersenyum memandang istrinya, istri polosnya sudah pasti tidak terlalu memahami apa yang dikatakannya. "Satu, Adek ngga
"Tuan," sapa Bik Marni. Wanita itu terlihat begitu sangat terkejut ketika melihat tuan besarnya datang ke dapur malam-malam. Bik Marni mengingat, semua kebutuhan untuk Tuan besarnya sudah di siapkan di dalam kamar."Iya bik, saya minta air hangat yang suhunya 70 derajat Celcius, seperti tadi pagi." Pria itu datang ke dapur hanya memakai celana pendek dan baju kaos oblong."Baik Tuan," jawab Bik Marni dengan sangat cepat.Wanita itu menyiapkan air hangat sesuai dengan suhu yang diinginkan oleh Tuan besarnya. "Ini Tuhan," ucap Bik MarniArga sedikit tersenyum dan mengambil gelas yang diberikan oleh wanita tersebut.Bik Marni begitu sangat senang. Wajah wanita itu tersenyum dengan sangat lebar, Ini untuk pertama kalinya Bik Marni melihat senyum di wajah pria tampan yang sudah lama menjadi bosnya. Para pelayan yang ada di dapur itu hanya diam dengan menunduk
"Apa benar Nadira akan tinggal di sini pak?" Tanya Erna. Wanita itu memandang ke sekeliling kamar yang saat ini ditempatinya. Kamar ini berukuran sangat besar dan mewah. Erna bersama dengan suaminya, menepati satu kamar tamu yang berada di lantai satu."Kalau Arga suaminya Nadira sudah pasti dia akan tinggal di rumah ini." Ahmad menjawab ragu.Erna menganggukan kepalanya. "Kamar ini lebih besar daripada rumah kita ya pak. "Erna sedikit tersenyum dan kembali memandang ke sekeliling kamar."Orang kaya Memang suka seperti ini Bu. Buat rumah sebesar lapangan bola kaki. Dari ruang tamu ke dapur aja sudah capek," komentar Ahmad."Iya pak, kalau kita mungkin tanah sebesar ini bisa dapat puluhan rumah ya Pak. Kalau kita punya tanah sebesar ini terus dibuat rumah banyak-banyak enak sekali. Kita buat rumah sewa dan setiap bulan bisa dapat uang dari rumah sewa. Ibu gak jual goreng lagi pak.
Luna begitu sangat terkejut ketika tanpa sengaja dirinya menabrak tubuh tinggi milik putranya. Mulut wanita itu terbuka ketika memandang putranya tersebut."Mama biasa aja kenapa, jangan kaget seperti itu." Arga sedikit berbisik di telinga mamanya."Mama ini beneran terkejut." Luna memandang putranya dengan tidak percaya. Dipandangnya Arga dari atas hingga ke bawah."Biasa aja ma," Arga sedikit malu ketika melihat sikap Mamanya itu.Luna membandang Nadira yang sudah memakai mukena. "Nadira mau ke mana?" Tanya Luna."Dira mau ke kamar ayah dan ibu ma, tapi Dira gak tau yang mana kamarnya. Biasanya kalau di desa, Dira selalu shalat berjama