Langit pagi tampak kelabu ketika mobil hitam keluarga Reandra memasuki area rumah duka. Udara terasa berat, sunyi, seakan ikut berduka atas kepergian seseorang yang meninggalkan begitu banyak luka dan kekacauan.
Di dalam mobil, suasana hening. Melvin duduk di kursi depan bersama sopir, sementara Thania duduk di belakang bersama Kalen dan Nadya.
Tidak ada satu pun dari mereka yang benar-benar tahu harus merasa seperti apa hari ini. Antara iba, lega, dan lelah.
Saat mereka turun dari mobil, Daniel sudah berdiri di depan pintu rumah duka. Wajahnya tampak lusuh, matanya sembab, dan raut wajahnya mencerminkan kekacauan batin yang mendalam. Meski Joana telah melakukan hal yang mengerikan, dia tetap adik kandungnya.
Melvin melangkah pelan ke arah Daniel, diikuti Kalen, Nadya, dan Thania yang menggenggam tangan suaminya erat.
“Turut berduka cita, Daniel,” ucap Melvin dengan nada rendah tapi tulus.
Daniel mengangguk singkat dan ters
Evelyn menatap sinis pada Johan sinis, ia sama sekali tidak memberi respon baik. Justru makin memeluk erat lengan suaminya. Arion yang paham dengan gestur tubuh istrinya pun menghela napas panjang."Apa yang kau inginkan?""Dia adalah benihku, maka harus aku miliki," tegas Johan.Evelyn menatap tajam dengan senyuman sinis yang menghina inginnya sang mantan. "Asal kau tahu, ini bukan milikmu sejak kau memilih pergi tanpa kata beberapa bulan silam."Kemudian Evelyn mengajak Arion untuk segera pergi dari sana, ia mengeluh sudah terlalu lelah dan capek ingin segera istirahat. Arion tersenyum lalu mulai melangkah dengan tangan masih menggenggam jemari istrinya."Evelyn jangan pergi, kita selesaikan ini lebih dulu!" teriak Johan menghentikan langkah Arion dan Evelyn.Akan tetapi wanita itu tidak peduli lagi dengan suara Johan, ia terus memeluk erat lengan Arion dan menggelengkan kepala untuk menolak apa yang diinginkan oleh mantan.Dalam ha
Arion membawa Evelyn langsung ruang praktek Dokter Clara, salah satu dokter terbaik di kota itu dan juga Arion cukup tahu identitas sang dokter. Evelyn mengerutkan dahui saat ia dibawa ke sana. Arion hanya tersenyum ringan mengetahui sikap istrinya."Mengapa harus pada dokter ini, Arion?" tanya Evelyn singkat dan datar."Hanya pada dia aku percayakan kesehatan dan anak kita," jawab Arion santai sambil terus menggandeng tangan istrinya.Terlihat antrian sudah tidak terlalu banyak, tetapi baru saja Evelyn menurunkan berat badan namanya sudah dipanggil oleh petugas."Masuklah, aku tunggu di sini.”Evelyn pun menuruti apa yang dikatakan oleh suaminya, ia segera masuk untuk melakukan pemeriksaan rutin atas kehamilannya itu.Selang beberapa saat terlihat pintu ruangan terbuka lagi menampilkan wajah Evelyn yang berseri mencerminkan kebahagiaan sempurna.Arion segera datang menyambut, bibirnya tercetak senyuman manis dengan suara lirih ia bertanya kabar mengenai perkembangan janin Evelyn.Wan
Evelyn duduk di samping bangku kemudi, Arion tampak serius melihat ke jalan. Ia sama sekali tidak memerhatikan keberadaan Evelyn yang masih melihatnya penuh tanya. Hingga saat mobil berbelok ke tempat asing barulah wanita itu bertanya dan Arion hanya tersenyum."Aku hanya ingin membawamu ke tempat yang belum pernah kau kunjungi, bukankah akhir-akhir ini jadwal kerja begitu sibuk?" kata Arion lalu ia keluar dan berlari ke sisi yang lain untuk membukakan pintu Evelyn. "Ayo segera masuk mumpung masih sepi."Evelyn keluar dengan dibantu suaminya, perhatian sekecil in i membuat hati Evelyn kembali menghangat. Ia yang jarang keluar sejak kejadian itu merasa lebih baik. apalagi tempat yang dituju adalah masalah satu ikon wisata yang lagi viral di dunia."Sejak kapan kau menjadi pria yang romantis, Arion?""Sejak kau menghilang dari pandanganku beberapa hari yang lalu." Arion menjawab semua tanpa melihat wajah Evelyn yang mulai memerah.Tidak hanya itu, Jemari Evelyn sudah terkait sempurna de
Beberapa minggu kemudian, Evelyn akhirnya menerima ajakan itu dan mereka akhirnya sepakat untuk menikah. Arion begitu bahagia mendengar kesanggupan Evelyn untuk mengarungi biduk rumah tangga berdua dengannya. Semua persiapan acara pernikahan pun dilakukan dengan penuh senyum, mulai dari fiting baju hingga tempat acara."Tema apa yang kau inginkan, Evelyn?" tanya Arion suatu hari di taman mini samping apartemen."Tidak perlu mewah, asal resmi secara hukum aku sudah puas,Arion."Arion menggelengkan kepala, ia tidak setuju dengan ide wanita itu. Justru ia ingin jika pernikahan mereka terlihat mewah lebih mewah dari rencana pernikahan Evelyn saat bersama Johan. Namun, saat Evelyn tahu alasan Arion membuat wanita itu cemberut.Arion mengulum senyum, ia berkata lembut, "Memangnya ada apa jika pernikahan ini kubuat lebih mewah dari pernikahan Johan dan istrinya, Evelyn?""Aku tidak ingin kau merugi jika suatu saat ada yang tidak setuju dengan peranikahan ini," jawab Evelyn.Arion meraih jem
Evelyn termangu mendengar pernyataan cinta Arion yang begitu cepat bahkan ia sendiri masih bimbang dengan rasa yang terkadang hadir mengisi kesepian itu.Arion masih menunggu jawaban dari asisten pribadinya itu. Sosok Evelyn begitu sempurna di matanya, wanita yang cantik dengan kemandirian dan sikap profesional telah mampu mengetuk pintu hatinya."Mengapa harus aku dan di saat kondisiku seperti ini, Arion?" tanya Evelyn dengan nada ragu."Karena dulu kau masih bersama Johan, aku tidak mungkin menyatakan perasaan ini yang akan merusak cinta kalian. Sekarang kau sudah bebas, maka aku pun mencoba memberanikan diri untuk mengatakan semua.""Beri aku waktu lagi, Arion," balas Evelyn."Aku akan menunggu dengan sabar jawaban itu, baiklah sebaiknya kita segera pulang!"Evelyn pun segera bangkit dan membawa barang bawaannya, lalu berjalan mengikuti Arion dari belakang. Keduanya terlihat berjalan berjauhan selayaknya bawahan dan atasan.Hal ini sudah biasa di mata karyawan lainnya, mereka berdu
Akhirnya pemeriksaan kehamilan Evelyn pun selesai, ia berjalan keluar dari ruang dokter obygin dengan membawa selembar kertas hasil pemeriksaan.Sepanjang perjalanan bibirnya tersungging senyum, tetapi ia tidak tahu jika selama ini selalu ada sepasang mata yang terus melihat dan memantau gerak geriknya."Kau sungguh wanita mandiri dan kuat, Evelyn. Bodohnya Johan yang meninggalkan kau dalam keadaan hamil." Arion keluar dari persembunyiannya manakala bayangan Evelyn sudah tidak terlihat lagi.Pria itu pun masuk ke ruang obygin, Arion ingin memastikan kondisi kehamilan Evelyn secara langsung. Ia tahu pasti jika bertanya pada Evelyn belum tentu wanita itu akan menjawab secara gamblang.Arion mengetuk pintu ruang dokter, ia memaksa untuk masuk meskipun masih ada beberapa pasien yang antri di sana."Apa yang Tuan inginkan?" tanya perawat di sana yang bertugas untuk memanggil pasien melakukan pemeriksaan."Aku hanya ingin tahu bagaimana hasil pemeriksaan istriku tadi," jawab Arion.Untuk se