Share

Bab 3

Penulis: Widya Phanatania
Om Joni memang kuat sekali. Sudah setengah jam berlalu dan dia masih belum selesai juga.

Kakiku gemetar sampai susah berdiri, pakaian dalam dan luarku basah kuyup karena keringatan.

Pikiranku mulai dipenuhi adegan-adegan yang tak senonoh.

Benda kekar milik Om Joni seolah membuatku senang….

Semakin memikirkannya, tubuhku semakin lemas. Aku hampir saja tergelincir dari tembok tempatku bersandar. Tapi, tiba-tiba aku melihat suamiku duduk di kursi roda tak jauh dari sana.

Aku tak tahu sejak kapan dia datang, tapi dia menatapku lekat-lekat. Ekspresinya sulit ditebak.

Dengan penampilan seperti ini, aku pasti terlihat sangat memalukan.

Kalau dia tahu aku diam-diam mengintip Om Joni, apa yang akan dia pikirkan?

Seketika, aku langsung tersadar kembali. Aku buru-buru bangkit dan berlari ke arah suamiku.

“Sayang, dengarkan penjelasanku.”

Namun, suamiku tidak marah. Dia justru tersenyum lembut padaku.

“Aku tahu kamu sudah lama merasa kesepian, reaksi tadi sangat wajar. Aku nggak akan marah, hanya merasa tak tega denganmu.”

Sikapnya yang pengertian justru membuatku semakin merasa bersalah.

Aku buru-buru menjelaskan, “Tadi aku lihat Om Joni ke kamar mandi dan nggak keluar sampai sekarang. Aku khawatir terjadi sesuatu, makanya aku pergi melihatnya….”

Suamiku mengangguk, lalu tiba-tiba menggenggam tanganku, “Aku tahu kamu nggak akan mengkhianatiku. Tapi, aku mau minta satu hal padamu.”

Perasaan bersalah membuatku tanpa pikir panjang langsung mengangguk.

“Sayang, kamu mau apa?”

Suamiku menatapku dengan tatapan memohon dan berkata, “Sayang, aku mau kamu… bersama dengan Om Joni….”

Seketika, kepalaku seperti meledak.

“Apa… apa yang kamu bicarakan?”

Dia menggenggam tanganku lebih erat dan melanjutkan, “Kumohon, tolong berikan keturunan untuk keluarga ini. Tubuhku sudah nggak sanggup. Ibu juga sudah terlalu tua untuk melahirkan lagi. Sayang, aku hanya ada kamu sekarang.”

“Kumohon bersamalah dengan Om Joni dan berikan aku seorang anak, ya?”

Sambil berbicara, dia bahkan berusaha bangkit dan ingin berlutut di hadapanku.

Aku buru-buru menahannya, panik dan tanpa pikir panjang langsung menolak.

“Hal lain masih bisa dibicarakan, tapi untuk yang satu ini, aku nggak bisa!”

Suamiku masih hidup, meski dia anak angkat dan tak punya hubungan darah dengan Om Joni, tetap saja secara status, Om Joni adalah ayahnya.

Bagaimana bisa aku bersama Om Joni? Aku benar-benar tak bisa menerima hal seperti itu.

Melihat sikapku yang keras dan tak bisa dibujuk, suamiku menghela napas panjang dan tampak sangat kecewa.

“Ya sudah, aku panggil Om Joni makan dulu.”

Dia mengetuk pintu kamar mandi dan saat Om Joni keluar, tubuhnya penuh keringat, wajahnya juga tampak merah merona.

Aroma maskulin yang kuat langsung menyerbu inderaku, membuat hasrat dalam diriku kembali ingin bangkit.

Aku buru-buru berbalik dan duduk di meja makan.

Saat makan malam, entah karena kesal dengan penolakanku atau memang suasana hatinya sedang buru, suamiku terus-menerus menuangkan minuman alkohol untukku dan Om Joni.

“Om Joni, terima kasih atas semua bantuanmu. Aku bersulang untukmu.”

“Mitha, terima kasih atas kesetiaanmu selama ini. Ayo, kita bersulang juga.”

Aku masih memikirkan permintaan suamiku tadi, hatiku pun terasa campur aduk. Tanpa pikir panjang, aku menerima gelas yang dia sodorkan dan langsung menenggaknya.

Saat kusadari kepalaku mulai terasa ringan dan pusing, aku sudah menenggak beberapa gelas.

Aku mencoba menggeleng untuk menyadarkan diri, tapi justru semakin terasa melayang. Tubuhku mulai terasa panas.

Anehnya, seluruh tubuhku berubah menjadi merah muda.

Aku ingin pamit ke kamar lebih dulu untuk istirahat, tapi saat menoleh, suamiku tidak ada lagi di meja.

Di sampingku, Om Joni juga tampak gelisah. Otot-otot kekarnya menegang terlihat mengkilap dengan warna kemerahan gelap dan butiran keringat menetes dari permukaannya.

Aroma maskulinnya begitu kuat!

Membuatku sulit menahan diri untuk tidak menyentuhnya.

Aku tersentak. Astaga, kok aku bisa punya pikiran seperti itu?!

Sepertinya Om Joni sangat kepanasan dan tak tahan lagi, dia pun melepas kaosnya.

Otot perutnya yang kekar langsung terlihat jelas.

Pemandangan itu membuat kepalaku semakin pusing.

Tampaknya Om Joni menyadari arah tatapanku. Matanya pun otomatis menurun, tertuju pada kulit putih di bawah tulang selangkaku yang ikut bergoyang karena napasku yang terengah-engah.

“Putih dan besar sekali….”

Aku melihat dia menelan ludah, lalu tubuhnya perlahan mulai mendekat ke arahku.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Derita Menantu Jelita   Bab 9

    “Benson, Om Joni benar-benar orang yang sangat baik. Dulu, aku sudah pernah membohonginya dan sekarang kamu malah mau mencelakainya. Dia tak berutang apapun pada kita!”“Hapus saja videonya, ikut aku pulang ke kampung, ya?”Ibu mertuaku menangis tersedu-sedu, berharap bisa membangkitkan hati nurani Benson.Benson sempat terdiam sejenak, tapi tak lama kemudian, ekspresinya kembali berubah menjadi penuh kekejaman.“Nggak mungkin! Uang itu sudah hampir kudapatkan. Aku nggak peduli kamu ibu kandungku atau bukan. Yang jelas, uang Joni harus jadi milikku!”Dia seperti orang gila, tak peduli apapun lagi. Hanya ada uang di matanya.Aku benar-benar tak paham kenapa dia begitu terobsesi dengan uang. Hidup kami memang tidak mewah, tapi tidak kekurangan juga.Selama ini, Om Joni banyak membantu dan aku pun merawatnya sepenuh hati, kurang apa lagi?Tak lama kemudian, Om Joni menjawab semua kebingunganku.Dia mengeluarkan beberapa lembar foto dan meletakkannya di atas meja.Begitu Benson melihat fot

  • Derita Menantu Jelita   Bab 8

    “Tenang saja, sayang. Aku sangat kenal dengan Joni. Dia pasti setuju kasih uang kompensasi itu ke aku, hahahaha….”Melihat wajah suamiku yang penuh kemenangan, aku hanya merasa dingin di hati. Apakah ini Benson yang kukenal selama ini?Dia menipu ayah angkatnya sendiri dan melakukannya dengan begitu santai, seolah tak merasa bersalah sedikit pun.Aku menahan rasa tidak nyaman di hati, mulai berpikir bagaimana caranya bisa membantu Om Joni.Saat ini, hari pun sudah mulai terang. Saat Benson tertidur lagi, aku diam-diam menelepon Om Joni.“Maaf Om Joni, aku benar-benar nggak menyangka dia akan melakukan ini semua. Tapi, tenang saja, aku akan cari cara untuk menghapus video itu.”Om Joni sempat terdiam sejenak, lalu segera menjawab dengan nada lembut, “Mitha, kamu gadis baik. Tenang saja, biar aku yang urus masalah ini. Kamu nggak perlu ikut campur.”Aku masih ingin bicara, tapi Om Joni menyuruhku tetap bertingkah seperti biasa. Katanya dia sudah punya cara untuk menyelesaikan semuanya.

  • Derita Menantu Jelita   Bab 7

    Tapi semuanya sudah terjadi, jadi tak ada gunanya lagi terus dipikirkan. Aku pun bangkit dari ranjang dan berjalan mendekati suamiku.“Sayang, aku setuju memberikanmu keturunan, tapi bisakah kamu hapus videonya?”Kupikir setelah tujuannya tercapai, dia takkan mempermasalahkannya lagi. Tapi, di luar dugaanku, suamiku malah menggelengkan kepala.“Keturunan? Anak yang kamu dan Joni lahirkan, mana bisa dianggap sebagai anakku?”Ucapannya membuatku tertegun. Aku menatapnya lekat-lekat, seolah tak percaya apa yang baru saja kudengar.Bagaimana mungkin suamiku bisa berbicara seperti itu?Bukankah selama ini dia yang memohon-mohon padaku agar bersama Om Joni? Aku sudah berulang kali menolak dan sekarang, setelah semuanya terjadi, dia justru menyangkal semuanya?“Benson, apa yang kamu bicarakan? Bukannya sebelumnya kamu sendiri yang memintaku melakukan ini? Sekarang semuanya berjalan sesuai keinginanmu, kok kamu malah mengingkarinya?”Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres dan ingin suamiku men

  • Derita Menantu Jelita   Bab 6

    Saat ini, rasanya seperti hujan pertama setelah musim kemarau panjang. Aku benar-benar tak bisa menahan diri dan melepas semua kendali di dalam mimpi itu.Entah sudah berapa lama berlalu, tapi rasanya semua alkohol yang kuminum sudah menguap dari tubuhku.Tubuhku pun merasakan kepuasan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.Tepat saat aku hendak tertidur dengan penuh kebahagiaan, tiba-tiba pria di belakangku menampar dirinya sendiri.“Kurang ajar! Kok aku… bisa ada di sini….”Itu suara Om Joni!Aku langsung membuka mata dan menoleh ke belakang. Dalam cahaya remang-remang dari bulan di luar, kulihat Om Joni berbaring di belakangku.Bajunya sudah benar-benar lepas dan dia sedang menampar wajahnya sendiri dengan ekspresi penuh penyesalan.Begitu tatapan kami bertemu, wajah Om Joni langsung memerah, tampak malu dan marah.“Maaf Mitha, aku… aku juga nggak tahu kenapa bisa ada di sini. Tadi, aku benar-benar mengira… sedang mimpi.”Mendengar kata-katanya, hatiku langsung terasa dingin.Jadi,

  • Derita Menantu Jelita   Bab 5

    Semakin dipikirkan, aku semakin merasa kemungkinan itu memang ada. Aku benar-benar tidak sabar ingin langsung bertanya pada suamiku untuk memastikan.Namun, polisi masih ada di luar sekarang. Aku juga tidak enak keluar begitu saja.Setelah cukup lama menunggu sampai polisi selesai memeriksa dan tidak menemukan jejak si pedagang anjing, mereka akhirnya pergi. Aku pun langsung bergegas keluar.Saat sampai di pintu, kebetulan bertemu dengan Om Joni yang juga baru keluar. Melihat raut wajahnya saja, aku tahu dia pasti sudah menyadari sesuatu.Kami berdua berjalan keluar tanpa berkata apa-apa.Begitu sampai di ruang tamu, suamiku juga baru saja menutup pintu dan kembali ke dalam.Sebelum aku sempat bertanya, suamiku justru lebih dulu membuka suara dan meminta maaf pada kami berdua.“Maaf Mitha, maaf Om Joni. Aku memang menaruh sesuatu di minuman kalian barusan. Tapi… aku benar-benar nggak ada pilihan lain. Aku hanya ingin meninggalkan keturunan untuk keluarga ini.”Suamiku menggerakkan kurs

  • Derita Menantu Jelita   Bab 4

    Tatapan Om Joni begitu ganas, seolah semua akal sehatnya telah lenyap.“Aduh, biar kupegang….”Sambil bicara, dia sudah mengulurkan tangan besarnya dan menggenggam penuh bagian depanku.Seketika, tubuhku seperti kesetrum, rasa geli menyebar hingga ke ubun-ubun, membuatku makin sulit berdiri tegak.Sedikit akal sehat yang tersisa mengingatkanku untuk mendorongnya menjauh. Tapi, baru saja tanganku menyentuh tangan besarnya, aku langsung reflek menariknya kembali.Tangannya benar-benar panas seperti terbakar.“Om Joni, aku Mitha… cepat lepaskan aku….”Suaraku bergetar, nadanya pun terdengar lembut dan manja. Lebih seperti menggoda ketimbang menolak.Tatapan Om Joni tampak sedikit jernih, “Mitha….”Namun, detik berikutnya dia kembali diliputi hasrat.“Aku pasti lagi mimpi… Mitha, tolong bantu aku di mimpi ini. Badanku rasanya mau meledak….”Tiba-tiba, dia memeluk dan menggendongku, membawaku ke arah sofa.Aku bisa melihat bara api di matanya, tubuhnya yang panas menempel padaku dan membuat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status