Terlalu memikirkan tentang suara -suara aneh dalam kamar ibunya, membuat Liontin merasa sedikit pusing dan memutuskan untuk tidur saja dulu sebelum makan siang.
Sempat menghubungi nomor pacarnya, tapi sang pacar tidak mengangkat panggilan teleponnya. Berpikir kalau pemuda tampan kesayangannya yang adalah seorang anak band, yang berada di posisi sebagai vokalis merangkap sebagai gitarisnya itu pasti sedang sibuk, Liontin pun tidak mengulangi panggilan teleponnya. Tapi… Baru saja dia meletakkan kepalanya ke bantal, ponselnya berbunyi dengan suara nyaring. Panggilan dari kekasihnya, Sandrian. “Halo San.” (Iya my sweetheart. Ada apa ya? Tadi kamu menelepon ya? Maaf, tadi aku sedang sibuk latihan bersama anak -anak. Seminggu lagi kami akan tampil di peresmian mall baru di jalan X. I am so sorry Bebz.) “Iya, nggak apa -apa. Seharusnya aku yang minta maaf. Aku sudah menganggu waktu latihan kamu.” (Oh nggak apa -apa Sweetheart. Kamu nggak mengganggu. Sama sekali nggak. Oya, ada apa? Apa ada yang mau kamu bicarakan sama aku?) “Iya. Tapi aku takut waktu latihan kamu terganggu lagi.” (Tidak sayang. Aku sudah selesai latihan ko. Cerita saja. Hmmm apa tentang ibumu? Soal suara aneh itu lagi?) “Iya. Tapi apa benar tidak mengganggu kamu?” (Tidak Sweetheart. Ok. Kamu siap -siap ya? Setengah jam lagi aku jemput kamu. Kita ke danau Rafflesia. Nanti kamu cerita di sana saja. Ok?) “Iya Sayang. Aku tunggu.” (Iya Sweetheart. I love you.) “Love you too, my Man.” Setelah memutuskan panggilan teleponnya, Liontin melangkah keluar menuju dapur. Bi Siti tersenyum melihat kedatangan nona mudanya. “Eh Non Liontin. Mau makan sekarang?” Anggun yang sedang makan pun terkejut melihat kedatangan sang kakak yang sudah berpakaian rumahan. “Kak Liontin? Sudah dari tadi datang ya? Kok Anggun nggak lihat kakak?” “Tidak kok. Kakak sudah dari tadi. Hanya saja kakak sedikit pusing jadi kakak tidur sebentar.” “Oh begitu ya Kak.” Bi Siti meletakkan makan siang untuk Liontin lalu katanya. “Oya Non. Tadi Nyonya Santy dan Non Wulan ada keluar. Katanya mau ke lokasi syuting. Mungkin malam baru pulang.” “Hah? Ke lokasi syuting? Emang kak Wulan mau syuting apa?” tanya Anggun sambil menatap wajah Bi Siti berganti -gantian. “Kak Wulan sedang syuting film Seksi Girl. Dia dapat peran utama. Sama Bobby Lesmana.” “Hah? Bobby Lesmana yang dulu main di film Cintaku Bodyguardku itu kak. Yang jadi Boy itu kan?” “Iya Nggun. Yang itu. Sekarang dia akan dipasang kan dengan Kak Wulan.” “Wow! Non Wulan memang hebat. Tapi ngomong -ngomong tayangnya di mana Non? Bi Siti juga mau ikutan nonton.” “Paling juga di bioskop. Iya kan kak Lion?” “Iya Nggun. Filmnya tayang di bioskop.” “Ya… berarti bibi nggak bisa nonton deh kalau begitu.” “Tenang saja Bi. Nanti Anggun akan d******d filmnya biar bibi bisa nonton.” “Iya bibi. Anggun janji.” Bi Siti lalu menyiapkan makanan untuk Liontin. “Non Anggun masih mau nambah?” “Oh nggak kok Bi. Ini saja sudah dua kali. Nanti bisa meledak deh perut Anggun. Oya,kalau…” “Permisi Non Liontin. Non Anggun.” Terdengar suara pak Karto di depan pintu dapur. “Iya Pak Karto. Ada apa?” tanya Liontin menghentikan suapan nasi ke mulutnya. “Ada Den Sandrian di depan Non.” “Oh iya ya. Bilang tunggu sebentar ya. Aku cuci tangan dulu.” “Baik Non.” Liontin buru -buru menghabiskan makanannya. Sebenarnya dia ingin segera menemui kekasihnya,tapi makannya masih tersisa beberapa sendok. Tapi sejak kecil dia sudah terbiasa untuk tidak membuang -buang makanan. “Pelan -pelan Non. Bisa keselak nanti.” “Iya Bi.” “Kak Liontin mau ke mana?” “Kakak mau keluar sebentar sama kak Sandrian. Apa kamu mau kakak bawakan kamu apa nanti sebentar?” “Martabak aja kak kalau boleh.” “Siap Tuan Putri.” Liontin mencubit gemas hidung Anggun dan keduanya tertawa bersama -sama. “Ya sudah. Anggun temani kakak sampai di depan. Sekalian Anggun mau say helo sebentar sama kak Sandrian.” “Ok.” Setelah mencuci tangan, keduanya lalu bergegas menemui Sandrian. “Halo calon kakak ipar? Apa kabar hari ini?” Anggun menyapa Sandrian dengan ramah dan Sandrian pun membalasnya dengan tak kalah ramahnya. “Hai Anggun. Kabar kakak baik. Bagaimana dengan dirimu?” “Hmmm aku baik -baik juga. Oya, kakak berdua mau ke mana?” “Kak Sandrian hanya mau mengajak kak Liontin keluar sebentar. Hmmm ada latihan band, dan kak Sandrian ingin ditemani oleh Kak Liontin.” “Oh… begitu ya? Kalau begitu sebelum aku izinkan kak Sandrian membawa kak Liontin keluar aku ada dua permintaan.” “Hmmm apa itu?” “Yang pertama pulang nanti bawakan aku martabak.” “Oh itu soal gampang. Lalu yang keduanya apa?” “Yang keduanya ini sebenarnya yang paling penting kak.” “Apa itu?” “Pulangkan kakakku tepat pada waktunya dan tanpa kekurangan sedikitpun.” “Wow seorang adik yang luar biasa.” Liontin hanya tertawa mendengar percakapan Anggun dan Sandrian. “Iya dong kak. Ini yang namanya saudara Kak. Sanggup.” “Iya sanggup. Asal…” “Asal apa Kak.” “Nggak khilaf. Hahaha…” “Tidak. Tidak ada yang namanya khilaf -khilaf.” “Iya. Iya. Kakak cuma bercanda kok adik manis.” Liontin dan Sandrian lalu berpamitan pada Anggun, Bi Siti dan Pak Karto dan segera meninggalkan rumah berlantai dua itu. Walaupun Bi Siti dan Pak Karto hanya ART dan tukang kebun tapi Liontin dan Anggun sangat menghargai mereka. Tidak seperti Wulan dan Bu Santy. *** *** *** Sesampainya di tempat tujuan, Sandrian lalu menyewa sebuah perahu karet berbentuk angsa dan langsung mengajak Liontin naik ke atas perahu. Tak lupa pula mereka membeli beberapa cemilan. “Sekarang kamu cerita padaku, apa kamu mendengar lagi suara aneh itu? Kapan?” “Iya San. Aku mendengarnya sepulang kuliah tadi.” “What? Sepulang kuliah tadi? Berarti siang hari dong.” “Iya San. Ini sudah keterlaluan. Biasanya aku mendengarnya saat malam, dan itupun tengah malam. Tapi kali ini siang hari San.” “Oh my God. Iya. Ini benar-benar sudah keterlaluan. Tapi apa kamu pernah melihat ada laki -laki datang bertamu untuk ibumu?” “Tidak pernah San. Hanya siang tadi ada sih tapi sepertinya itu tamunya Kak Wulan. Karena mereka memang sedang dalam satu projek film.” “Siapa orangnya?” “Bobby. Bobby artis.” “Hah? Bobby Lesmana maksudmu?” “Iya San.” Liontin melihat ada perubahan pada wajah kekasihnya itu. Tapi sebelum dia bertanya kenapa, hujan turun dengan derasnya membuat mereka harus segera turun dari perahu karet berbentuk angsa itu. Terpaksa Liontin harus memendam rasa penasaran dalam hatinya tentang perubahan raut wajah Sandrian itu. Setelah hujan berhenti, mereka langsung pulang. Sebelumnya mereka membeli martabak dan beberapa cemilan untuk Anggun. Liontin tahu kalau adiknya itu suka menonton di ponsel sambil makan cemilan. Makanya dia membeli beberapa cemilan kesukaan adiknya itu. Dia yakin Anggun pasti sangat senang. Bersambung…“Kalian sudah Cin?” tanya Monica pada Yocin, bodyguard kepercayaannya itu.“Sudah Non.”“Lalu mana Sarina?” kali ini Axel yang bertanya.“Kak Sarina pergi tuan. Sama Kak Arqiles. Katanya mau nonton pasar malam.”“Kok kamu nggak ikut Cin?”“Nggak deh Non, orang lagi pacaran. Buat apa aku ikut.”“Kenapa nggak ajak kak Aditya saja. Aku lihat sendiri tadi ada yang sering lirik lirik sama si alias mata tebal.” ujar Monica menggoda Yocin.“Tuan. Non Monica. Aku nggak lirik lirik kak Aditya kok. Aku cuma sedang mikir saja. Kok bisa ya Tuan Lijong punya teman di Indonesia.” elak Yocin dengan wajah bersemu merah.“Perasaan kita tidak menyebut nama orang loh. Kok ada yang merasa.” kikik Monica sambil menatap wajah Axel.“Rupanya ada yang diam diam jatuh cinta pandangan pertama nih.” Axel pun ikut menggoda bodyguard kepercayaan istrinya itu, membuat gadis itu semakin merona merah wajahnya.Keduanya tertawa melihat wajah Yocin yang semakin salah tingkah karena mereka.“Ehhh tapi… kamu merasa ngga
Hmmm… jadi Om Pilipz sudah tahu siapa itu Liontin? Lalu Om ingin Liontin gimana?” tanya Mama Clara begitu melihat om Pilipz tidak melanjutkan ucapannya.“Iya. Aku tahu siapa dia. Dan aku ingin dia… segera pergi dari tempat ini. Aku tidak ingin anak itu menginjakkan kakinya lagi di dekat makam putriku Lidya.”“Tapi Kek. Aku ini putri mama Lidya. Aku…”“Stop Liontin. Sejak putriku tiada, kamu bukan siapa-siapanya. Dan satu hal lagi, jangan pernah panggil aku kakek karena kamu bukan cucuku.”“Tapi Kek. Sebenci apapun kakek sama Liontin, tetap saja Liontin itu cucu kakek.”“Tidak ada seperti itu Nak Rian. Tidak ada dalam kamus hidupku punya cucu seperti dia. Aku alergi punya cucu yang dalam tubuhnya mengalir darah miskin.”“Astaga Om Pilipz. Aku nggak nyangka sama sekali kalau om bisa setega itu pada darah daging om sendiri.”“Cukup. Kalau Nak Clara masih ingin tetap di sini, usir anak itu. Tapi kalau tidak, segera pergi juga dari tempat ini. Pilihannya ada di tangan kamu, pilih sahabat
Kalian berdua cepat ke toko bunga. Beli bunga lili dan tulip sebanyak-banyaknya. Mama kamu suka bunga lili dan tulip.” ucap mama Clara pada Liontin dan Sandrian setelah makan.Melihat Mama Clara mengeluarkan dompetnya, Sandrian menahan tangan ibunya.“Tidak usah Ma. Sandrian punya kok.”Mama Clara tersenyum dan membelai pipi putra keduanya itu.“Uhmmmm anak mama nih. Sudah cakep, baik hati lagi.“Ah mama bisa saja.”“Ya sudah. Kalian cepat beli bunganya. Sore ini juga kita akan ke sana. Ke makam ibumu.”“Kata Anggun dia ingin ikut berziarah ke makam mama. Kami boleh menjemputnya sekarang?”“Boleh dong sayang.” jawab Mama Clara sambil mencubit pipi gadis cantik kesayangan putra nya itu.Keduanya lalu bergegas menuju toko bunga langganan mama Clara.Tak ingin terkena macet di jalanan Sandrian memilih menggunakan motor saja.“Bagaimana dengan Anggun ya Sayang?”“Sudah aku chat Ian. Dia akan menunggu kita di toko.”“Kalau begitu kita langsung ke sana.”*** *** ***“Mau ke mana Anggun?” ta
Sandrian sangat merasa gelisah karena Liontin belum juga tiba.Apalagi saat menelpon tadi dia mendengar suara Liontin sedikit sengau. Terdengar ada isak disela pembicaraan mereka.“Oh my God My Sweetheart. Kenapa kamu terlalu lama tiba? Ada apa dengan dirimu Sayang?” gumamnya sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana jeansnya, hendak menelepon kekasihnya itu.Tapi baru saja dia mencari nomor kontak Liontin, gadis itu sudah datang.Berlari ke arahnya dan memeluknya erat sambil menangis.Tak banyak tanya Sandrian membalas pelukan itu dan mengelus lembut kepalanya.Terlalu banyak pertanyaan bergelayutan di otaknya tapi dia harus menunggu pacarnya itu tenang dulu.Beberapa saat kemudian tangis Liontin mulai redah.Terlihat dia sedikit lebih tenang.Sandrian menatap wajah Liontin yang sangat kuyu.Matanya sembab dan memerah. Sepertinya dia sudah terlalu banyak menangis.“Temukan aku orang itu Ian.” ucap Liontin sebelum Sandrian bertanya.“Orang itu? Siapa?”“Yang memberi foto it
Pagi itu, seperti biasanya Liontin membantu Bibi Siti memuat sarapan.Tiba-tiba saja dia teringat sesuatu, dia lalu bergegas ke kamarnya dan tak lama kemudian dia kembali sambil membawa ponselnya.“Hmmm… bibi kenal orang ini?”katanya sambil terlihat masih sibuk dengan ponselnya itu.“Siapa Non? Laki-laki atau perempuan?”“Perempuan Bi. Ini.”Liontin memberikan ponselnya pada Bibi Siti dan ART berbadan sedikit gempal itu menerimanya dengan hati -hati.Takut benda pipih itu terjatuh dari tangannya dan rusak.Mata Bibi Siti langsung membulat saat menatap ponsel Liontin.Dadanya sedikit terlihat turun naik.“Non. Eh… non dapat poto dari mana? Siapa yang memberi poto ini pada Non?”“Dari Sandrian Bi. Hmmm kenapa? Apa bibi kenal orang itu? Siapa ya Bi?”Bukannya menjawab pertanyaan Liontin, bi Siti malah mendekap erat ponsel Liontin sambil memejamkan matanya.Air matanya lolos begitu saja.“Kenapa Bibi menangis? Apa ini putri Bibi?” tanya Liontin pelan.Bibi Siti membuka matanya dan menata
Melihat wajah Bobby yang terlihat begitu shock, hati Mama Santy bersorak girang.‘Yes!!! Cemburu juga dirimu kan? Sakitnya tuh dari hati tembus ke jantung kan Bobby Sayang? Nah itu juga yang aku rasakan.’Dengan sedikit berjinjit Mama Santy memberikan satu kecupan manis di pipi Pak Dion, membuat mata Bobby terbelalak.“Astaga Nak Bobby. Kenapa wajahnya memerah? Malu ya lihat Tante ehhh salah calon mantu mesraan seperti ini?”“Hmmm tidak Tante. Tapi maaf… boleh aku bicara sama Pak Dion. Sebentar saja.”Pak Dion menatap wajah Mama Santy seolah -olah sedang meminta izin dulu.“Iya Sayang. Tapi jangan lama -lama.” kata Mama Santy pada Pak Dion dengan manja.Bobby membalikkan badannya dan melangkah lebih dulu ke teras.Pak Dion pun mengikuti langkah Bobby setelah mengecup mesra punggung tangan kanan mama Santy.“Ada apa Bob? Aku lihat sejak Dek Santy mengumumkan kalau kita sudah jadian, sikap kamu aneh. Kenapa?”“Bukan aku yang aneh tapi bapak yang aneh. Bapak tidak seperti biasanya. Bapa