Salma dan Nadya sudah pulang setelah mereka berdua menghabiskan waktu di kafe dan mall. Sudah lama Salma tidak belanja dan karena adanya Nadya, rasa suntuk Salma sedikit berkurang."Makasih ya, Mbak, udah beliin aku baju ini. Aku udah lama gak bisa belanja-belanja gini, soalnya jatah uang saku dari mas Amar udah ada yang ambil," ucap Nadya seraya melirik ke arah Ayu yang duduk di sofa bersama bu Asih."Sama-sama. Ya udah, Mbak mau istirahat dulu, ya. Capek muter-muter mall, mana belanjaan segini banyak lagi."Rupanya tak hanya Nadya, Salma juga tengah memanas-manasi Ayu dengan menunjukkan beberapa paper bag yang ada di tangannya. Ia yakin, sebentar lagi pasti Ayu akan merengek pada Amar untuk meminta hal yang sama."Kamu beliin Nadya, tapi kok gak beliin aku, Mbak? Aku ini juga adikmu, Iho," protes Ayu pada akhirnya setela ia berusaha untuk diam, tapi rupanya sifat irinya tak bisa membuat ia diam saja."Mana ada seorang adik ngembat
"MBAK SALMAAA!"Setelah teriakan itu, lalu muncul Ayu dari arah belakang. Kini, ia berdiri dengan sedikit membungkuk sembari memegangi perut di depan Salma. Salma yang melihat hal itu hanya mampu menahan tawanya."Apa sih, Yu? Ini di dalam rumah, bukan di hutan. Pakai teriak-teriak kaya Tarzan.""Gak usah ngelucu deh, Mbak. Kenapa pintu kamar mandinya kekunci?""Emang gak ada yang lagi ngelucu, kok. Eh, tapi kayanya kamu, tuh, yang lagi ngelawak. Pake nungging-nungginh gitu, ngapain?"Ayu semakin kesal dibuatnya. Sebab, Salma seakan mengulur waktu untuk menjawab pertanyaannya."Mbak! Aku gak lagi becanda, ya. Mana kunci kamar mandi. Aku kebelet, nih. Mau kalau aku berak di sini?" ucap Ayu setengah berteriak karena kesal.Salma masih betah menahan tawanya. Ia hendak menjawab saat tiba-tiba suara mesin sepeda motor terdengar berhenti di depan rumahnya. Pasti itu Amar.Salma pun semakin mengulur waktu. Ia
Salma memarahi Amar tepat di depan pintu kamarnya tanpa mereka sadari jika sedari tadi Ayu menatap mereka dengan pandangan penuh kekesalan.Salma menggulung rambutnya asal lalu menutup pintu kamarnya. Kini, ia berjalan menuju kamar mandi. Melirik sekilas saat ia melewati meja makan dan mendapati adik angkatnya itu menatapnya tajam.Setelah kepergian Salma, Ayu segera menelan makanan yang sedari tadi berdiam diri di dalam mulutnya. Ia menghampiri Amar dengan langkah menghentak."Kamu habis ngapain mbak Salma, Mas?""Aku cuma nuntut hak aku, kok. Salma aja yang sok gak mau, padahal tadi dia keluar juga."Mendengar pertanyaan Amar, Ayu semakin kesal. Ia bertekad untuk merajuk hingga beberapa hari ke depan, kecuali jika Amar menyogoknya dengan sesuatu. Mungkin Ayu akan mempertimbangkannya."Katanya kamu gak mau nyentuh mbak Salma lagi? Emangnya masih kurang bodyku yang bohai ini? Mas bilang, goyanganku juga lebih hot dari pada m
Ayu dan Amar saat ini tengah menikmati semangkuk mie ayam milik masing-masing. Jika Amar menikmati makanannya dengan nikmat, maka berbeda dengan Ayu yang menikmati makanannya dengan ogah-ogahan."Kok, diaduk-aduk aja mienya, Yu? Gak enak?" tanya Amar yang sebenarnya sudah sedari tadi memperhatikan Ayu mengaduk-aduk makanannya."Udah tahu masih nanya! Mas, aku tuh mana level, sih, makan makanan pinggir jalan kaya gini? Belum lagi kalau nanti ada temen kampus yang lihat. Bisa malu aku, Mas!" ucap Ayu dengah setengah membanting sendik dan garpunya ke atas mangkuk hingga menimbulkan suara berdenging.Beberapa pengunjung melihat ke arah Amar dan Ayu. Merasa menjadi pusat perhatian, Amar segera menggenggam tangan Ayu dan mencoba menenangkan."Yu, tolonh ngertiin Mas, dong. Nanti kalau Mas udah gajian, Mas janji gak akan ngajak kamu makan di pinggir jalan lagi kaya gini. Kamu yang sabar, ya?""Sabar-sabar, terus aja aku disuruh sabar. Kalau
Di sinilah sekarang keempat mahasiswi itu berada, di sebuah kafe yang letaknya tak jauh dari salon milik Salma.Ayu menolak menjelaskan langsung di sana, sebab ia tak mau para pegawai di sana tahu bahwa dia adalah isteri muda dari suami bos mereka. Tatapan yang para pegawai itu berikan padanya juga membuat Ayu merasa terintimidasi."Jadi, bener kalau lo sama pacar lo itu statusnya bukan pacaran, tapi selingkuhan?" tanya Kiki lagi, sebab sedari tadi Ayu masih belum mau menjelaskan apapun."Bukan keduanya," jawab Ayu cepat. Ia sebenarnya tak nyaman dengan tatapan ketiga temannya itu.Ayu pun sedikit bersyukur karena selama ini tidak pernah jujur pada mereka. Ayu tahu tentang kisah kelam keluarga Kiki yang membuat anak itu sangat membenci perselingkuhan.Namun, yang namanya bangkai, bagaimanapun caranya menutupi, pasti suatu saat akan tercium juga dan Ayu tak menyangka jika waktunya akan secepat ini dan dalam kondisi yang sangat tidak m
Salma langsung masuk ke dalam kamar setelah sampai di rumah. Amar yang hendak mengikuti Salma pun terkejut saat pintu kamar ditutup dengan keras tepat di depan wajahnya."Untung aja gak kena hidungku. Bisa bengkok kalau tadi aku kebablasan," ucap Amar seraya mengusap hidung mancungnya.Karena tak bisa bersama dengan isteri pertamanya, Amar tersenyum melihat pintukamar Ayu yang sedikit terbuka. Buru-buru laki-laki itu berjalan kesana dan masuk secara diam-diam.Rencananya, Amar hendak mengageti Ayu dengan cara memeluknya dari belakang. Namun, yang Amar dapati saat itu adalah Ayu yang tengah menangis sendirian."Yu, kenapa? Kok, nangis?" Dengan perlahan Amar menghampiri isteri mudanya itu. Ta ikut naik ke atas ranjang dan duduk di samping Ayu yang langsung menubruk dada bidangnya."Mereka jahat, Mas! Mereka ngatain aku pelakor."Salma yang hendak pergi ke dapur dantidak sengaja mendengar ucapan Ayu itu pun berhe
Sejak ia diketahui menjadi selingkuhan seorang pria beristri, ketiga teman Ayu seakan menjauhinya. Kecuali Sany yang sebenarnya masih ingin berteman dengan Ayu. Tapi kata-kata yang selalu dilontarkan Ayu saat ia mencoba mendekatinya seakan menyayat hati Sany."Ngapain lo kesini? Mau ngehina gue juga?""Kapan, sih, gue ngehina lo, Yu?""Halah! Sekarang emang enggak, tapi gue yakin, nanti juga kata-kata hinaan itu bakal keluar dari mulut lo. Secara, lo, Kiki sama Rika tuh sama aja. Munafik!"Sany yang hendak kembali merangkul temannya itu pun segera mengurungkan niat. Rupanya yang dikatakan oleh Rika dan Kiki benar. Percuma jika ingin membela Ayu karena sejatinya gadis itu adalah orang yang tak tahu terimakasih."Gue udah gak butuh teman kaya kalian, pergi aja, sana!" gumam Ayu saat Sany telah memutuskan untuk pergi darinya.Di sela makan siangnya kali ini, Ayu rupanya merasa bosan. Jika bisanya ia akan tertawa bersama teman-t
Ayu masih saja mengerucutkan bibirnya meski saat ini ia tengah berada di dalam ruang rawat ibu mertuanya.Nadya pun yang juga tengah berada di dalam sana, rupanya sedari tadi menatap tak suka pada sosok kakak iparnya itu.Nasi goreng yang tadi dibawakan Amar, kini terbuka di atas dinginnya lantai rumah sakit karena memang tadi ia tak sempat membawa karpet dari rumah."Kenapa gak ada yang makan? Ayu, Nadya, kalian gak suka nasi gorengnya?" tanya Amar yang seolah sudah frustasi dengan keadaan yang ada.Ia sudah merelakan uang bensinnya untuk membeli makanan tersebut. Jika isteri dan adiknya tak mau makan, maka ia akan merasa sangat kesal."Kan, aku udah bilang kalau aku gak mau makanan pinggir jalan!" ucap Ayu dengan nada ketus setengah membentak."Kalau aku jadi gak napsu makan gara-gara lihat muka dia yang kaya valak. Bukannya hidung yang mancung tapi malah bibirnya!" sungut Nadya membuat Ayu mendelik tak suka."Apa lo b