Home / Romansa / Desahan di Kamar Pembantu / Bab 20. Rasa Bersalah

Share

Bab 20. Rasa Bersalah

Author: Davian
last update Last Updated: 2025-10-10 23:27:44
Setelah melakukan hubungan intim dengan suaminya yang menyebut nama wanita lain. Amarah Bella masih belum mereda. Ia tidak percaya kalau Bara ada perasaan terhadap Indira. Namun, ia bertanya-tanya, apakah hubungan Bara dan pembantu barunya sudah sejauh itu?

Sampai Bara mengatakan, kalau Indira sangat nikmat dan rasanya sama seperti biasanya. Apa maksudnya?

"Tidak mungkin kamu berani selingkuh dari aku. Selama ini kamu selalu setia sama aku, Bara. Apa pun yang aku lakukan, kamu selalu setia karena kamu begitu mencintaiku." Ia menatap wajah suaminya yang sudah terlelap dengan amarah. "Pasti dia yang menggoda kamu. Pasti."

Bella beranggapan, pasti Indira, wanita itu yang menggoda suaminya lebih dulu.

***

Dini hari itu, Indira terbangun di atas ranjang bersama Celine. Ia tidak bermaksud tidur di sana, tapi malah ketiduran. Dilihatnya jam dinding yang menunjukkan pukul 02.00. Ia ketiduran di kamar Celine selama 3 jam.

"Eunggh..." lenguh Indira seraya membuka matanya walaupun mas
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 35. Kepergok

    Indira menggertakkan rahangnya, mencoba menahan amarah yang sudah menumpuk di dada. Suasana rumah masih diselimuti bau bunga kamboja dan dupa dari para pelayat yang belum lama pergi. Namun kini, suasana berubah tegang. Tatapan ayahnya, Kusman, yang mabuk dan berbau alkohol, membuat tubuh Indira gemetar antara marah dan jijik.“Bapak jangan ngaco!” suaranya meninggi, matanya berkilat. “Utang-utang itu bukan karena Ibu! Itu karena Bapak, karena judi dan minuman Bapak yang nggak pernah berhenti!”Kusman mendengus kasar. “Kamu tahu apa, hah? Kamu enak di kota, kerja, makan dari uang orang kaya! Sementara di sini, Bapak yang harus tanggung semuanya!”Indira berdiri, suaranya pecah di udara yang hening. “Tanggung? Apa yang Bapak tanggung? Ibu yang dulu kerja siang malam! Adik-adik kelaparan, Bapak malah nongkrong di warung dan habisin uang kiriman yang seharusnya buat obat Ibu!”Kusman menatapnya tajam, matanya merah dan penuh kemarahan. “Uang itu uang siapa, hah? Uang dari kamu juga bukan,

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 34. Duka

    Radit mengerjap pelan begitu langkah kakinya berhenti di ujung dapur. Pandangannya tertuju pada sesuatu yang tak seharusnya ia lihat—Bara keluar dari kamar Indira dengan langkah pelan dan hati-hati, seolah takut membangunkan seseorang di dalam sana.Alis Radit langsung bertaut. Ia mengenal Bara sejak kecil, tahu betul gerak-gerik adik sepupunya itu. Kali ini, tatapan Bara saat menutup pintu kamar pelayannya itu terlalu gelisah, terlalu canggung. Seperti seseorang yang baru saja melakukan sesuatu yang tak pantas.Radit tidak berkata apa-apa. Ia hanya berdiri di balik pilar, mengamati dari kejauhan sampai Bara benar-benar berlalu dan menghilang di tikungan koridor. Namun pikirannya berputar cepat, mencoba mencerna apa yang baru saja dilihatnya.“Kenapa dia keluar dari kamar Indira sepagi ini?” gumamnya pelan. “Jangan bilang—”Ia menahan napas, menepis pikiran buruk yang mulai tumbuh liar di kepalanya. Ia tahu Bara punya masalah dengan Bella, tapi Radit tidak pernah menduga bahwa masalah

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 33. Bermalam Di Kamar Pembantu

    Indira menutup telepon dengan tangan gemetar. Air matanya mengalir deras, membasahi pipi tanpa bisa dibendung. Tubuhnya lunglai, jatuh berlutut di lantai dingin kamar itu. Semua yang ia dengar barusan seperti mimpi buruk yang menampar kesadarannya.Ibu koma.Ayah kembali ke meja judi.Adik-adiknya terlantar.Semua doa dan kerja kerasnya terasa sia-sia. Uang yang dikirim selama ini, yang ia sisihkan dari hasil kerjanya dengan merelakan harga diri, lelah dan keringatnya, ternyata tak sampai pada orang yang seharusnya menerima.“Ya Tuhan...” bisiknya di antara isak. “Kenapa harus begini...”Ia memeluk lututnya erat, seperti mencari kehangatan dalam kesendirian. Dalam tangis yang pecah malam itu, ia tahu satu hal, ia harus pulang. Apa pun yang terjadi, ia tidak bisa tinggal diam di sini.Setelah cukup lama terisak, Indira menegakkan tubuhnya dengan sisa tenaga. Matanya sembab, tapi tekadnya mulai terbentuk. Ia menatap foto kecil ibunya yang selalu ia bawa di dalam dompet. Wajah lembut it

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 32. Kebohongan terkuak

    "Aku akan bicara dengannya besok saja. Aku mau istirahat dulu, Tan." "Ya sudah. Kamu istirahat sana," ucap Mayang pada keponakannya itu. *** Pagi itu, udara di halaman rumah besar keluarga Bara terasa hangat oleh sinar matahari. Celine berlarian di taman, sementara Indira sibuk menyapu daun-daun yang gugur di sekitar kolam ikan. Sesekali gadis itu tersenyum kecil melihat tingkah Celine yang ceria. “Non, hati-hati nanti jatuh,” ujar Indira lembut sambil menatap gadis kecil itu. Celine tertawa. “Nggak apa-apa, Kak Indi. Nih, lihat!” Ia melompat kecil di atas batu pijakan taman. Dari arah pintu belakang, Mayang datang menghampiri Celine dan Indira. Di belakangnya, seorang pria muda dengan wajah teduh dan pakaian rapi mengikuti langkahnya. “Indira, sini sebentar,” panggil Mayang. Indira buru-buru menghampiri. “Iya, Nyonya?" Mayang menatap ke arah pria di sampingnya. “Kenalin, ini Radit. Papanya Celine, keponakan saya. Dia baru saja pulang dari luar negeri.” Indira spon

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 31. Desahan Apartemen (21+)

    Indira terisak mendengar fakta itu. “Saya... saya cuma makan bareng Mas dokter. Saya menangis bukan karena—"“Aku tahu,” bisik Bara lirih. “Tapi aku tetap tidak suka melihatnya. Bukankah aku sudah peringatkan. Kalau kamu nggak boleh dekat-dekat dengan pria lain. Kalau kamu tidak boleh bersentuhan dengan pria lain.""Saya tidak bersentuhan dengan—"Hmphh...Setelah itu, semua logika seolah hilang. Bara mencium bibirnya dengan kasar, penuh emosi, seolah melampiaskan semua amarah, cemburu, dan kerinduan yang selama ini tertahan. Indira mencoba menolak, tapi lemah.Ciuman itu bukan kelembutan, melainkan ledakan. Bara menghancurkan jarak, menghancurkan batas. Dalam keheningan yang semakin larut, mereka kembali terjebak dalam pusaran yang sama, antara hasrat, kepemilikan dan cinta yang belum pernah diakuinya.Tangan Bara melepaskan pakaian Indira dengan begitu piawai, tanpa melepaskan ciumannya. Terlihat tubuh Indira yang masih putih mulus itu, tampak kurus, tapi pada bagian dua buah sintal

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 30. Budakku!

    Tak kuat menahan keinginan untuk memakan rujak. Indira nekad pergi keluar rumah, meskipun sebelumnya Bara sudah mengingatkan padanya untuk diam di rumah saja hari ini dan beristirahat."Tuan Bara pasti nggak akan perduli, aku istirahat di rumah atau tidak. Lagian aku nggak akan pergi lama-lama," gumamnya.Ia pun mencari tukang rujak pada sore itu dan akhirnya menemukannya. Tukang rujak dipinggir jalan, berjejeran dengan pedagang lain. Ada pedagang martabak yang baru buka, pedagang nasi goreng dan makanan lainnya. Semua terlihat lezat dimata Indira, akan tetapi, yang membuatnya tergoda adalah rujak dari pedagang di sana."Pak, rujaknya dua bungkus ya. Satunya makan di sini, satunya dibawa pulang. Pengen pedes.""Boleh Mbak. Tunggu sebentar ya," kata pedagang itu ramah. Ia pun menunjukkan kepada Indira, satu kursi di sana yang kosong."Duduk dulu di sini, Mbak.""Makasih ya Pak." Indira manut, ia duduk di atas kursi itu. Tatapannya tak lepas dari pedagang yang sedang mengulek bumbu ruja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status