Share

Bab 41. Jaga Dia

Author: Davian
last update Last Updated: 2025-11-13 15:13:42

Langit malam itu tampak suram, redup tanpa bintang. Jalan kampung yang mereka lalui masih becek, air hujan belum benar-benar surut. Bara berjalan di sisi kanan, sementara Andi, remaja berusia enam belas tahun itu, berjalan di kiri sambil menendang-nendang kerikil yang tergenang lumpur. Suara jangkrik bercampur desah angin malam membuat suasana terasa lebih sepi.

Andi sesekali menatap Bara dengan ragu, tapi kemudian mulai berbicara. “Pak, maaf ya kalau di rumah tadi agak berantakan. Kami memang nggak punya banyak barang. Kak Indira bilang, rumah kecil tapi hati harus luas.”

Bara tersenyum tipis. “Kamu mirip kakakmu kalau bicara.”

Andi terkekeh kecil. “Kata Ibu juga begitu, Pak. Tapi Ibu sekarang udah gak ada. Kalau nggak ada Kak Indira, entah gimana nasib kami.”

Bara mengerutkan kening. “Hem, ibu kalian sakit-sakitan? Sudah lama?”

Langkah Andi terhenti sejenak. Ia menatap ke depan, ke arah jalan gelap yang hanya diterangi satu lampu jalan yang berkedip. “Sudah lama banget, Pak. Sejak B
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
jeane
masa upnya cma 1 doang
goodnovel comment avatar
jeane
thorr kok jarang up sih. pdahal ceritanya bagus. aku aja sampe numoang wifi ditetangga udh gtu jauh.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 41. Jaga Dia

    Langit malam itu tampak suram, redup tanpa bintang. Jalan kampung yang mereka lalui masih becek, air hujan belum benar-benar surut. Bara berjalan di sisi kanan, sementara Andi, remaja berusia enam belas tahun itu, berjalan di kiri sambil menendang-nendang kerikil yang tergenang lumpur. Suara jangkrik bercampur desah angin malam membuat suasana terasa lebih sepi.Andi sesekali menatap Bara dengan ragu, tapi kemudian mulai berbicara. “Pak, maaf ya kalau di rumah tadi agak berantakan. Kami memang nggak punya banyak barang. Kak Indira bilang, rumah kecil tapi hati harus luas.”Bara tersenyum tipis. “Kamu mirip kakakmu kalau bicara.”Andi terkekeh kecil. “Kata Ibu juga begitu, Pak. Tapi Ibu sekarang udah gak ada. Kalau nggak ada Kak Indira, entah gimana nasib kami.”Bara mengerutkan kening. “Hem, ibu kalian sakit-sakitan? Sudah lama?”Langkah Andi terhenti sejenak. Ia menatap ke depan, ke arah jalan gelap yang hanya diterangi satu lampu jalan yang berkedip. “Sudah lama banget, Pak. Sejak B

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 40. Perhatian

    Bara sontak berdiri dari kursinya. Cangkir kopi di tangannya hampir jatuh ketika mendengar suara Elin yang memanggil dari dalam rumah. Dadanya berdetak cepat.“Dia... dia sudah sadar?” Bara memastikan dengan suara tercekat.“Iya, Kak. Tapi kelihatannya Kakak dia masih lemah,” jawab Elin cepat, lalu berlari lagi ke dalam rumah.Andi menatap Bara sejenak sebelum tersenyum tipis. “Ayo, Pak. Kakak pasti mau lihat Bapak.”Dengan langkah ragu, Bara mengikuti Andi masuk ke dalam rumah sederhana itu. Di dalam kamar, ia melihat Indira masih terbaring dengan kedua matanya yang terbuka, wajahnya tampak pucat dan ia ditemani oleh Risa, adiknya yang paling kecil.“Tuan Bara...” suaranya lirih, nyaris seperti bisikan.Bara menghampiri pelan, menahan napasnya agar tidak terdengar gemetar. “Iya, Indira. Aku di sini.”Indira tersenyum samar. Tidak ada jawaban darinya. Namun, tangannya menyentuh perutnya sendiri."Kamu cuma butuh istirahat. Nanti begitu kita kembali ke kota, kamu harus diperiksa."Indi

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 38. Menghabisi Jalang

    Ucapan itu membuat dada Bella serasa diremas.Jantungnya seakan berhenti berdetak.Mayang menatapnya dingin, lalu berjalan menuju tangga. Namun sebelum naik, ia menoleh. “Dan satu hal lagi. Kalau kamu masih punya harga diri, berhentilah hidup dengan topeng bahagia. Bara bukan lelaki bodoh, cepat atau lambat, dia akan tahu siapa kamu sebenarnya. Oh iya ... jangan salahkan anakku kalau dia mencari kehangatan di luar sana."Lagi-lagi Mayang menekankan kata itu yang membuat Bella terperangah. 'Mencari kehangatan?' Tidak! Bara tak akan melakukan itu. Bara cinta mati padanya.Langkah kaki Mayang menjauh, meninggalkan Bella yang berdiri terpaku di tengah ruang tamu yang tiba-tiba terasa begitu sunyi.Tas-tas belanja itu tergeletak di lantai, dan di antara isak tangisnya, Bella berbisik lirih, “Bara… pulanglah malam ini. Tolong jangan biarin aku ngerasa kalau kamu mencari kehangatan di luar sana."Namun, malam justru semakin pekat. Bara masih bersama dengan Indira di desa, menunggu wanita itu

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 38. Khawatir

    Bara panik. Jantungnya seolah berhenti berdetak sesaat ketika tubuh Indira terkulai lemas di pelukannya. Wajah pucat gadis itu semakin membuat darahnya berdesir cepat. Ia menepuk pipi Indira perlahan.“Indira! Hei… buka matamu!” suaranya serak, penuh nada cemas yang tak mampu ia sembunyikan lagi.Namun, Indira tak juga bergerak. Kedua matanya terpejam rapat, napasnya tersengal pelan. Bara segera menggendong tubuh mungil itu, berlari ke ruang tengah dengan langkah besar dan terburu.“Radit! Celine! Tolong!” serunya lantang.Celine yang sedang berbincang dengan adik-adik Indira langsung melonjak kaget. “Kak Indi?! Astaga!”Radit ikut berdiri, mendekat dengan cepat. “Apa yang terjadi, Bara?”“Dia pingsan,” jawab Bara cepat, suaranya berat. “Cepat, di mana kamar tidurnya?”Elin dan Risa yang ketakutan menunjuk ke arah sebuah pintu kecil di sisi kiri ruang tamu. “Di sana, Kak… di kamar Ibu.”Tanpa banyak bicara, Bara melangkah masuk ke kamar yang ditunjuk. Kamar itu sempit dan sederhana,ha

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 37. Pingsan

    Air mata Indira kini tertahan. Ia ingin bicara dan menjawab pertanyaan Bara, tapi bibirnya malah gemetar. Semua kata tertelan di tenggorokan, kala ia melihat Bara berdiri dihadapannya. Ia terkejut melihat kedatangan Bara, Celine dan Radit ke rumahnya.Celine pun mendekat dan memeluknya. “Kak Indi… kami semua khawatir sama kak Indi. Apalagi Om Bara."Bara menatap luka di pelipis Indira, memandang wajah lelahnya, lalu ke arah foto mendiang ibunya yang masih terpajang di dinding rumah tua itu."Apa yang terjadi selama dia di sini? Setahuku tak ada luka itu sebelum dia pergi." Pertanyaan itu hanya Bara simpan dalam hati. Ia takut dianggap terlalu peduli pada pelayannya sendiri."Hai Non Celine. Apa kabar?" tanya Indira seraya memasang senyum palsunya."Aku baik," ucap Celine. Tak lama kemudian ia menggelengkan kepalanya. "Eh—tapi nggak baik-baik aja karena kak Indi lama pulangnya!""Indira, maaf kalau kedatangan kami kemari mengagetkan kamu. Kami ke sini hanya ingin melihat keadaan kamu k

  • Desahan di Kamar Pembantu   Bab 36. Menyusul Indira

    Bara terpaku. Kata-kata Radit seolah menggema tanpa henti di kepalanya, membuat dadanya terasa sesak. Ia menatap kosong ke arah meja kerjanya yang penuh berkas, namun pikirannya melayang jauh, pada wajah Bella, ke setiap senyum dan tatapan lembut istrinya yang dulu membuatnya yakin telah menemukan rumah.Namun, sekarang… benarkah Bella sanggup mengkhianatinya seperti itu? Bella sangat mencintainya dan ia tahu itu.Suara Radit kembali terdengar di ujung telepon, pelan tapi tegas.“Bar, aku nggak ngomong sembarangan. Aku lihat langsung di lampu merah. Aku nggak tahu mereka udah sejauh apa, tapi…”Ia terhenti sejenak, seolah ragu melanjutkan. “Sepertinya mereka udah deket banget. Terlalu deket untuk sekadar hubungan kerja. Aku sangat yakin mereka berciuman."Bara menutup mata, mencoba menahan diri agar tidak langsung meledak.“Enggak,” katanya pelan tapi penuh penolakan. “Bella nggak seperti itu. Dia nggak mungkin selingkuh. Aku kenal dia, Radit.”Namun, kalimat itu terdengar rapuh bahka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status