Selena bersiap-siap melakukan promo tur di 3 negara yang menjadi distributornya. Carla dan Sean ikut serta bersamanya tanpa Kevandra. Kevandra tak dapat menemani Selena karena berbagai macam kesibukkannya. Selena menemui Kevandra di kantornya bersama Sean."Besok kamu ke mana dulu Lena?" tanya Kevandra."Pertama ke Thailand, ke dua ke Singapore, dan terakhir ke Jakarta," ujar Selena."Maaf aku tidak menemanimu.""Ga apa-apa Kev. Aku juga hanya sebentar saja terlanjur terikat kontrak kalau ga aku malas.""Terutama di Jakarta.""Kenapa dengan Jakarta? Kamu tenang aja aku kan tunanganmu dan kenyataan itu tidak akan berubah."Seandainya kamu tahu kalau salah satu sponsor utama di Jakarta adalah Johanson Company tentu kamu akan lebih khawatir lagi. Selena berkata dalam batinnya."Bukan masalah itu, kamu kan tahu bagaimana Jakarta dan semua permasalahannya.""Iya aku tahu. Ingat Kev namaku sekarang Amira bukan Selena.""Kenapa nama Mommy bukan Selena? Kenapa Amira?" tanya Sean yang dari tadi
Hari ini hari keberangkatan Selena, Clara, Sean dan Yesi sekretaris Gustav yang mengurusi semua keperluan promosi juga yang berhubungan dengan novel LOVE karya Amira. Kevandra mengantarkan Selena di bandara John F Kennedy. Kevandra sudah berusaha menyakinkan Selena untuk naik private jetnya, tapi Selena menolaknya. Selena tak ingin memanfaatkan semua fasilitas dari keluarga Wijaya. Dia memilih untuk naik pesawat komersil dan di kelas bisnis. "Hati-hati itu pesawat komersil banyak orang," ujar Kevandra sambil menggendong Sean. "Iya Kev." "Daddy turunkan aku, aku malu digendong begini," ujar Sean dengan wajah cemberut. "Iya.. iya Boy, Daddy akan menurunkanmu. Jangan cemberut gitu dong nanti ga cakep lagi." "Tidak mungkin Daddy, aku tuh ganteng dari lahir jadi tidak akan pernah terjadi aku berubah jadi jelek." "Daddy akan merindukanmu, Boy. Selama 5 tahun baru kali ini kita berpisah selama ini." "Daddy jangan khawatir, aku juga merindukan Daddy."Sean dan Kevandra saling
Marlina menangis dan memohon pada Kevandra ingin bertemu dengan Selena dan Sean. Bukannya dia tidak ingin mempertemukan Selena dan Sean pada Marlina, tapi keadaannya sekarang sedang tidak memungkinkan. Selena dan Sean sedang pergi ke Luar Amerika. "Mohon maaf, tapi Selena dan Sean sedang tidak ada di Amerika. Selena sedang melakukan promosi novelnya yang terbaru LOVE." "Selena menjadi penulis." "Iya Bu Johanson. Selena sudah merilis 5 novel selama 5 tahun walau novel baru sedikit, tapi best seller."Kevandra menceritakan awal mula Selena berkarir menjadi penulis. Juga menceritakan tentang tumbuh kembang Sean Darel tanpa dia menyebutkan nama Johanson di nama belakang Sean. Memperlihatkan foto-foto Sean sewaktu bayi, ulang tahun pertama hingga ke lima. Marlina melihat Kevandra sangat membanggakan Sean. "Apa kamu menyayangi Sean, Pak Kevandra?" tanya Marlina. "Saya sangat menyayangi Sean lebih dari apapun. Saya merawatnya dari kecil, saya bergantian dengan Selena menggendong da
Wajah Selena terasa pegal setelah 4 hari dia di Thailand dan Singapore tersenyum manis pada para penggemar bukunya. Clara yang tersenyum bahagia dengan tulus, akhirnya Selena bisa tersenyum tanpa perlu di ajari seperti dulu. "Begitu dong Bu Selena, senyum itu ibadah," ujar Carla. "Iya aku tahu." "Tante Carla ga usah beri tahu Mami. Mami itu susah di suruh senyum coba suruh Mami marah-marah dan ngomel paling jago loh," sahut Sean. "Kamu memang anak jenius Sean. Tante Carla salut denganmu yang bisa berkata sejujur itu." "Tentu dong Tante."Selena melirik tajam ke arah Carla juga Sean. Dia tak menyangka kedua orang ini malah menjelek-jelekkannya saat ada dia. "Kalian bisa ga menjelek - jelekkan aku saat ga ada orangnya. Apa ga ada etika dalam menjelekkan orang lain?" ujar Selena dengan kesal. "Mami coba dibandingkan dikit, kalau menjelek-jelekkan orang lain di depannya itu namanya kritik dan saran, kalau di belakangnya itu dosa," ucap Sean. "Aku memerlukan Kevan. Di mana
Selena melihat kota kelahirannya dari balik jendela pesawat. Jakarta masih sama seperti dulu tidak banyak berubah walau dia sudah 5 tahun tak pernah lagi datang Jakarta. "Mami kita sudah sampai di Jakarta, aku jadi penasaran dengan kotanya. Aku nanti mau nyanyi lagu Hari Merdeka,' ucap Sean dengan semangat. "Nanti aja Nak nyanyinya Mami lagi ga ingin mendengarkan lagu kebangsaan." "Mami kalau pas di Amerika bilangnya harus hapal lagu kebangsaan kok sampai di sini beda lagi sih. Mami ga konsisten"Selena hanya bisa diam, dia sedang tak ingin menjawab perkataan sean. Dia khawatir jika nanti bisa bertemu dengan Devan. Apalagi Sean bertanya kenapa dia mirip dengan Devan.Selena, Sean, Carla, dan Yesi sudah berada di bandara. Mobil jemputan dari pihak Johanson Company sudah menjemput mereka untuk ke hotel tempat mereka menginap.Sean terus memandangi kota Jakarta yang di luar ekspetasinya. Dia mengira Jakarta tidak macet, tapi ternyata sama saja dengan di Manhattan juga macet.
Selena mengadakan jumpa fans hari pertama di salah satu toko buku yang berjalan dengan sukses. Novelnya terjual dengan laris dan membuat banyak keuntungan. "Wah Bu Amira ternyata fans terbesar Anda ada di Jakarta," ujar Yesi dengan kagum. "Aduh fans apaan coba, aku ini masih penulis baru. Banyak yang lebih lama dari pada aku dan lebih terkenal," ujar Selena merendah. Sean memperhatikan keadaan di sekitarnya, dia mencari keberadaan Devan, tapi tak menemukannya. Dia merasa resah dan gelisah sendiri, dia ingin segera bertemu dengan Devan, tapi belum tahu caranya.Mungkin besok yang namanya Devan itu akan ke sini. Aku harus bertemu kalau ga bisa sia-sia semuanya. Aku harus memastikan dia ayah kandungku atau bukan. Sean berkata dalam hatinya.Hari kedua juga sama jumpa fans Selena lebih banyak lagi dari pada hari pertama. Penjualan buku-bukunya pun sudah habis 6000 eksemplar. Yohanes direktur bagian penerbitan Johanson Company datang menemui Selena secara langsung, dia ingin mengu
Devan melangkahkan kakinya menuju kerumunan orang tempat Amira berada. Tubuhnya yang menjulang tinggi membuatnya sekilas dapat melihat Amira dari kejauhan. Tiba - tiba dia mendengar lagi suara Selena, wajahnya memucat, kepalanya sangat pusing, keadaan di sekitarnya seakan berputar. Dia sangat yakin itu Selena. "Selena ada di sana, aku harus menemui Selena," ujar Devan mengerjapkan matanya. Dia sangat pusing. "Selena ... Selena ...." Tangan Devan berusaha menghalau banyaknya orang di sana.Semakin dia mendekat suara Selena semakin terdengar jelas. Andi memperhatikan Devan dari jauh, dia langsung berlari menghampiri Devan yang berjalan sempoyongan menghalau orang - orang yang ada di sana. Axel dan Ruben yang berada di dekat Selena langsung menggapai Devan yang akan hampir terjatuh. "Dev... Devan," ujar Alex langsung memapah tubuh Devan keluar dari ruangan tersebut. Andi dam Ruben juga membantu Devan.Selena tidak menyadari adanya Devan di sana, posisinya membelakangi Devan.
Betapa terkejutnya Devan saat melihat Sean ada di depan pintu dengan tersenyum manis dan melambaikan tangannya. "Kamu, anak yang tadi," ujar Devan tak percaya. "Iya aku anak yang tadi," jawab Sean. "Namamu Sean, 'kan?" "Betul sekali." "Bagaimana kamu bisa ke sini?" "Hmm... boleh aku masuk?" "Jan—"Belum selesai Devan melarang Sean untuk masuk, tapi Sean sudah masuk ke dalam apartemen Devan.Devan menghela napasnya, anak ini benar-benar membuatnya kesal. Bagaimana mungkin seorang anak kecil bisa masuk ke dalam unit kamar apartemennya. "Aku harus pindah apartemen kalau begini," gerutu Devan. "Jangan pindah Om, kalau Om pindah aku nanti bingung nyari Om di mana," sahut Sean sambil duduk di sofa Devan. "Kamu keluar, aku ga suka ada tamu di rumahku," ujar Devan dengan kesal. "Iiis kejam banget sih jadi om-om. Om ga lihat aku tuh masih kecil dan banyak orang jahat di luar. Kalau aku di culik gimana?" "Bukan urusanku." "Nyesel loh Om kalau