Devan dan Selena saling melihat wajah mereka masing-masing."Kita lanjutkan di kamar," ujar Devan penuh napsu melihat Selena.Selena menganggukan kepalanya. Dia sangat ingin melanjutkan ciuman mereka di dalam kamar.Devan dan Selena sudah berada di dalam kamar hotel. Mereka terus berciuman dan saling melumat dengan mesra. Devan melepaskan tautan bibir mereka, bibirnya pindah ke leher jenjang Selena menjilati leher tersebut dengan lidahnya. "Aaah Deeevvv," suara desahan Selena semakin membuat Devan terangsang.Devan membuat kissmark di leher Selena, bibirnya menjelajahi bagian dada Selena.Tangan Devan meremas perlahan gunung kembarnya, menyentuh pucuk gunung kembar Selena dengan lidahnya. Devan melumat bibir Selena lagi dengan tangan kirinya meremas-remas pantat Selena dan tangan kanannya meremas gunung kembar milik Selena."Aaah Devaaaan... aaaah," desah Selena yang terbuai dengan segala perlakuan Devan padanya, Devan sangat lihai membuatnya makin bergairah.Tanpa terasa mereka suda
Keesokan harinya di Jakarta.Pagi ini terasa berbeda, Selena tidak melihat ada Devan di sekitar apartemennya. Matanya mencari Devan tapi ternyata pria itu memang tidak ada di sana. Selena hanya tersenyum miris pada dirinya sendiri.Benarkah Devan sudah tidak peduli lagi padanya?Ada perasaan sakit dalam hatinya yang dia sendiri tidak mengerti kenapa bisa merasakan hal tersebut.Selena sudah tiba di kantor dan mendengar suara Devan yang sepertinya sedang marah lalu melihat Andi keluar ruangan Devan. Wajah Andi juga tidak seperti biasanya tapi terlihat seperti tertekan, Selena penasaran dengan apa yang terjadi."Ndi— Andi," panggil Selena dengan suara pelan.Andi melihat Selena."Ada apa kok tuan Devan marah-marah?" tanya Selena masih dengan suara pelan."Hari ini jangan mencari masalah dengan tuan Devan," jawab Andi dengan suara pelan juga."Kenapa?""Hari ini hari peringatan meninggalnya ibu tuan Devan."Selena terdiam, dia mengerti mungkin Devan sedih mengingat mengingat hal tersebu
1 bulan kemudian...Pagi ini Selena merasa sangat lelah, frekuensi muntah-muntahnya semakin menjadi-jadi. Dia mual dan merindukan Devan, dia sudah tidak bertemu dengan Devan selama satu bulan lamanya. Andi juga tidak ada, Andi mendampingi Devan yang berada di Singapore.Selena berangkat kerja walau dia sendiri pun tidak tahu harus mengerjakan apa. Dia memang sekretaris Devan, tapi mungkin lebih tepatnya hanya sebagai pajangan tanpa Selena ketahui kalau Devan tetap mengawasi dirinya melalui cctv kantor yang terhubung dalam table nya.Selena memainkan ponselnya, dia terlalu lelah hanya berdiam diri. Kepalanya pusing dan dia berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi dalam perutnya. Devan yang berada di Singapura mengetahui hal tersebut merasa cemas dengan keadaan Selena. Devan memanggil Andi."Andi apa kamu tau teman Selena siapa saja di kantor?" tanya Devan."Saya tau tuan.""Suruh temannya untuk melihat keadaan Selena di lantai 18.""Baik tuan."Andi keluar ruangan Devan, dia
Riana tertegun dengan mulut terbuka, dia tidak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Devan Johanson mengkhawatirkan Selena? Riana menggelengkan kepalanya seharusnya yang khawatir itu Andi bukan Devan. Apa jangan-jangan Selena sedang hamil anak Devan Johanson?Seperti cerita yang sering dia baca di novel-novel tentang hubungan sekretaris dan ceo."Tutup mulutmu, apa yang kamu pikirkan itu benar. Tuan Devan dan Selena memiliki hubungan," ujar Andi pada Riana.Riana melihat ke sampingnya ada Andi yang tersenyum padanya. Senyuman Andi membuat Riana makin terpesona padanya."Yaa Tuhan pria ini benar-benar menggoda iman," ujar Riana dengan pelan."Kamu bilang apa? Pelan sekali suaramu," ujar Andi."Eeh ga apa-apa pak Andi.""Ooh yaa sudah."Riana makin penasaran dengan Andi, dia ingin sekali menanyakan apakah Andi memiliki kekasih."Pak Andi saya mau menanyakan sesuatu boleh ga?" tanya Riana dengan malu-malu."Kamu mau nanya apa? Kok jadi malu-malu begitu," ujar Andi menyerengitk
Tiga hari kemudian...Devan menemani Selena di apartemennya, dia dengan kasih sayang merawat Selena. Ada perasaan bahagia dalam hatinya jika melihat Selena tersenyum.Devan dihubungi oleh Rudi asisten Marlina neneknya dan bersiap-siap untuk bertemu dengan neneknya."Aku takut Dev," ujar Selena ragu."Jangan takut ada aku yang akan menemanimu." Selena dan Devan sudah duduk berada di hadapan dengan Marlina."Jadi kamu yang bernama Selena? Berapa usia kandunganmu Selena?" tanya Marlina pura-pura tidak mengenal Selena."Iya nyonya Johanson saya Selena, menurut dokter 6 minggu," jawab Selena dengan takut."Devan apa benar anak dalam kandungannya adalah anakmu?" tanya Marlina pada Devan."Iya nek. Anak dalam kandungan Selena merupakan anakku," jawab Devan tanpa ragu.Marlina tersenyum mendengar suara tegas cucu nya dan raut wajah Devan berbeda dari biasanya."Devan besok kita menemui orang tua Selena untuk melamarnya," ujar Marlina.Devan hanya diam, dia sebenarnya ragu untuk menikah. Dia
Dua hari kemudian Devan merasa resah dan gelisah sendiri di dalam kamarnya, dia gugup jika harus bertemu keluarga Handoko. Dia tahu kalau Selena seorang anak yatim piatu yang diadopsi keluarga Handoko tapi walau bagaimanapun keluarga Handoko lah keluarga Selena sekarang. Tok... tok... "Permisi tuan, anda dipanggil Nyonya Marlina," ujar seorang pelayan di rumah Devan. Suara ketukan pintu terdengar membuat Devan kaget. "iya," jawab Devan. Devan menarik napasnya dan berusaha untuk tetap pada pendiriannya, yaitu menikahi Selena sebagai bentuk tanggung jawabnya karena menghamili Selena. "Kamu sudah siap?" tanya Marlina. "Sudah nek," jawab Devan. "Nenek sudah menyiapkan berbagai macam hadiah untuk keluarga Handoko juga uang lamaran. Menurutmu mobil Alphard, uang 1 milyar dan 2 set perhiasan berlian cukup tidak untuk dijadikan hadiah perkenalan untuk orang tua angkat Selena?" tanya Marlina pada Devan. "Aku rasa cukup sih nek, ooh iya nenek sudah tahu Selena anak angkat?" tanya Devan
Selena menghela napasnya, haruskan dia menolak lamaran Devan padanya? Jika dia menolak bagaimana dengan anaknya? Selena menjadi bimbang sendiri dengan keputusannya. "Selena... Mama mohon jangan dengarkan Tony dan Fanny. Ikuti kata hatimu, jika mau mencintai Devan kamu terima saja lamarannya," ujar Emilia. "Plak." Emilia sangat kaget memegang pipinya yang terasa panas akibat di tampar Tony. "Papa jangan pukul mama," ujar Selena langsung memeluk Emilia. "Kamu tolak lamaran Devano atau mama mu yang akan menanggung semua kesalahan ini," ancam Tony. "Baiklah pa, jika ini memang keinginanmu," ujar Selena dengan sedih. Selena makin bingung sendiri harus bagaimana? Jika dia menerima lamaran Devan bagaimana dengan Emilia? Emilia walau ibu angkatnya tapi sangat menyayangi Selena tapi anak dalam kandungannya juga bagaimana? Selena menjadi serba salah sendiri. "Bu Marlina ini Selena putri angkat saya," ujar Tony saat membawa Selena di hadapan Marlina dan Devan. "Selena, nenek kangen sama
Devan melajukan mobilnya dengan sangat cepat, dia tidak menghiraukan apapun lagi sekarang, harga dirinya sebagai seorang laki-laki seperti terhina saat Selena menolak lamarannya. Walau dia tahu pasti Selena terpaksa melakukan hal tersebut atas desakan Tony Handoko.Devan menghentikan mobilnya saat dia merasa sudah cukup jauh dari rumah Tony Handoko, dia melihat Selena yang hanya menundukan wajahnya tidak berani melihat ke arah Devan.Ponsel Devan bergetar, dia melihat pesan dari neneknya.Nenek : Nenek sudah mengurus semuanya, kamu pulanglah bawa Selena ke rumah.Devan menyunggingkan bibirnya, dia tahu persis bagaimana sifat neneknya tapi Devan sangat kesal pada Selena, wanita ini tidak mengerti bagaimana dia menyiapkan hati dan pikirannya untuk melamar Selena. Dia harus memberikan pelajaran pada wanita yang duduk di sampingnya ini."Apa maksudmu menolak lamaranku?" tanya Devan."A--aku tidak bermaksud seperti itu," ujar Selena pelan, suaranya nyaris tak terdengar."Lalu maksudmu apa?