Share

Destiny About Me
Destiny About Me
Penulis: silvia0507

Bab 1.

Di sebuah rumah mewah nan megah, terdapat seorang laki-laki berusia 25 tahun yang sedang berseteru dengan orang tuanya, pria itu begitu marah saat dia tiba-tiba di beritahu jika dirinya akan di jodohkan oleh seorang wanita yang sama sekali tidak dia kenal.

Ada beberapa alasan, kenapa dia tidak mau menuruti keinginan orang tuanya. Selain karena dia sudah memiliki kekasih, ada fakta yang paling tidak bisa ia terima adalah. Perempuan yang akan di jodohkan dengannya memiliki kekurangan, yaitu tidak bisa bicara.

Itu sebabnya pria bernama Rama tersebut, sangat tidak setuju dan menolak dengan tegas.

"Sampai kapanpun aku tidak ingin menuruti keinginan Papa dan Mama. Aku tidak ingin menikah dengan gadis bisu itu!"

"Rama! Jaga ucapanmu. Dia punya nama. Dan dia itu calon istri kamu!"  Rama tersenyum miring menatap sang Papa sengit.

"Terserah! Aku tidak peduli. Intinya aku tidak ingin menikah dengan dia!" tunjuk Rama pada gadis yang sedari tadi hanya diam menunduk tidak berani menatap orang-orang yang baru dia kenal dan baru ia temui.

"Baiklah jika kamu tidak mau menikah dengan Ayana. kamu akan Papa coret dari daftar keluarga, dan Papa tidak akan memberikan harta warisan kepadamu. Harta yang sudah Papa siapkan. Akan Papa tarik kembali." ancam sang Papa mantap.

Membuat Rama membulatkan matanya, memandang Papanya tidak percaya, hanya tidak ingin menuruti keinginan. Ia tidak mendapatkan apa-apa dari keluarganya sendiri, bahkan di coret dari daftar keluarga. Gadis seperti apa yang membuat orang tuanya tega dengan anaknya sendiri. Pikir pria itu.

"Pilihan ada di tangan kamu. Menikah, atau kehilangan semuanya." Rama mengacak rambutnya kesal, ia sangat frustasi.

"Ayolah nak turuti keinginan Papamu," mohon Bu Sarah Mama dari pria tersebut.

Rama menoleh, memandang tajam pada gadis yang masih betah menunduk. Rama bimbang jika tidak menuruti keinginan Papanya maka ia tidak memiliki apa-apa. Tapi jika ia menikah dengan gadis itu. dirinya tidak mungkin mencintainya, karena dia sudah memiliki kekasih yang sangat dia cintai, Di tambah gadis yang akan menikah dengannya memiliki kekurangan fisik. Ayana gadis tuna wicara.

Orang tua Rama memiliki hutang budi dengan orang tua gadis itu, dulu Ayah Ayana lah yang membantu kesulitan Papanya hingga menjadi sukses seperti sekarang. Dan kenapa Rama harus menikah, itu karena Ayana kini tinggal sendiri. Setelah Ayah dan Ibunya meninggal dalam kecelakaan beruntun sepuluh tahun yang lalu membuat Ayana tidak memiliki siapa-siapa lagi.

Papa Rama yang bernama Suryo Baskara menyesal baru mengetahui berita tersebut baru-baru ini. Jika dia tahu dari awal maka Ayana tidak hidup sendiri tanpa orang tua. Hidup gadis itu pasti tidak menderita seperti sekarang.

Saat Pak Suryo menemukan informasi dari anak buahnya Ayana tinggal di rumah kontrakan kecil. Gadis itu berjualan bunga setiap pagi hingga sore.

Itulah kenapa beliau ingin Ayana menikah dengan putranya karena ia ingin gadis itu bisa hidup bahagia, dan merubah sifat keras kepala dari putranya, yang tidak pernah bisa di atur dan semaunya sendiri.

Pak Suryo juga ingin membalas budi kebaikan Ayah Aya yang begitu baik, mungkin jika dulu dia tidak bertemu dengan Ayahnya Aya, hidupnya akan sengsara, hutang di mana-mana, dan mungkin juga akan tinggal di kolong jembatan.

"Menurutlah nak, ini demi kebaikanmu. Ayana itu gadis baik," bujuk sang Mama lagi, beliau ingin sekali gadis malang itu menjadi menantunya, tak peduli dengan keadaan gadis itu, yang terpenting dia sudah sayang seperti  ia sayang pada anaknya.

Ini juga demi kebaikan sang putra yang sulit sekali di atur, Bu Sarah berharap Aya bisa membuat anaknya berubah.

Ibu Sarah melihat Ayana gadis baik lemah lembut, cantik dan murah senyum. Meskipun ia memiliki kekurangan, tak membuat Aya putus asa di kehidupannya yang hanya seorang diri, semangatnya begitu besar, tak peduli pada orang-orang yang selalu memandang kekurangannya.

***

"Sah!"

"Sah!" suara begitu riuh saat kata sah sudah terdengar di ruangan yang baru saja melakukan prosesi ijab kabul.

Semua tersenyum bahagia bersyukur acara bejalan lancar dan penuh hikmat, namun tidak untuk Rama Adicandra Baskara. Wajahnya datar tidak ada senyum sama sekali di wajah tampannya. Bahkan saat dia memakaikan cincin di jari lentik Ayana, Rama terlihat sekali jika terpaksa melakukannya di terlihat acuh.

"Senyum! Jangan bikin Papa malu." bisik suara Papanya membuat Rama terpaksa tersenyum di depan para tamu.

Senyum manis tidak pernah luntur dari bibi cantik seorang Ayana Salsabila. Ia merasa bahagia, meskipun suaminya tidak ingin mengakui pernikahan ini.

Ayana bernjanji akan mempertahankan rumah tangganya, namun jika takdir mengharuskan ia untuk menyerah maka dia akan menyerah saat itu juga. 

Selesai para tamu memberi selamat dan menikmati hidangan yang sudah di sediakan, satu-persatu tamu pun meninggalkan tempat acara. Rama sudah sangat lelah dan kesal harus bersandiwara di depan orang-orang jika dia bahagia.

"Pasti kalian lelah, istirahatlah, ajak Aya kekamar." suruh Bu Sarah pada putranya.

"Iya ma, Aya pamit naik keatas dulu ya, terima kasih untuk hari ini,"  ucap Ayana menggerakkan tangannya dengan bahasa isyarat.

Sarah yang tidak mengerti menjadi bingung. Gadis itu mengerti Mama mertuanya tidak paham, ia pun mengetikkan kata-kata di ponselnya.

Bu Sarah tersenyum mengusap pundak sang mantu. "Nggak usah bilang makasih, ini semua untuk kamu." ucap Bu Sarah sambil tersenyum lembut.

Rama berada di sampingnya memutar bola matanya jengah. Ia kesal pada istrinya yang mendapat perhatian dari orang tuanya. Rama memperhatikan wajah istrinya. Dia akui jika memang Aya sangat lah cantik. Namun cantik saja tidak cukup baginya, dan menurutnya Aya hanya beban dan menyusahkan dirinya nanti, di tambah kekurangan itu yang akan membuatnya malu mengakui jika gadis di hadapannya ini adalah istrinya.

Sesampainya di kamar saat Ayana sudah selesai berganti baju, ia gugup. Walaupun dirinya belum pernah berpacaran ataupun menikah, Dia cukup tau apa yang harus di lakukan seorang istri di malam pertama pernikahannya.

Jika Rama ingin meminta haknya maka ia akan berikan, Karena itu memang sudah menjadi kewajibannya sebagai seorang istri. "Ngapain lo berdiri di situ!" suara Rama menyadarkan Ayana dari lamunannya.

Gadis itu menggeleng pelan sambil tersenyum. "Ingat ya. Pernikahan ini cuma sebatas setatus di atas kertas. Selebihnya. Lo nggak gue anggep. Ngerti!" senyum yang tercetak di bibir cantik Aya perlahan luntur, ia pun hanya bisa mengangguk.

"Nih!" Rama melempar bantal tepat mengenai wajah Aya.

"Gue nggak sudi satu ranjang sama lo. tidur di lantai!" suruhnya lalu merebahkan tubuhnya menutup seluruh tubuh dengan selimut.

Aya tersenyum getir, seharusnya dia tidak sampai harus tegang dan gugup. Mana mau suaminya menyentuhnya, menerima pernikahan ini saja tidak.

Aya berjalan pelan ke samping ranjang, menaruh bantal di lantai di susul dengan dirinya yang meringkuk karena lantai begitu dingin hingga ke tulang.

Gadis itu mulai memejamkan matanya, bayangan kedua orang tuanya yang tiba-tiba muncul hingga membuatnya meneteskan air mata, rasa rindu tiba-tiba menguap. Sampai mimpi menjemputnya hingga bertemu kedua orang tuanya di dalam mimpi.

Pagi harinya Rama sudah rapi, ia akan mengajak Ayana tinggal di apartemennya. Jika di sini yang ada hidupnya tidak tenang. Apapun selalu di awasi, Hidupnya pasti akan di atur Papanya dan bersandiwara lagi di hadapan keluarga adalah hal membosankan.

Kalau di apartemen, dia akan bebas melakukan apa saja, termasuk dengan istri bisunya itu. Pikiran licik sudah ia rancang. Rama tersenyum miring pada Aya yang sedang di ajak bicara oleh orang tuanya.

"Ram, memangnya nggak bisa di tunda dulu pindahannya. Kan Mama masih mau ngobrol sama Aya, Ram." rengek Bu Sarah.

"Nggak bisa Ma, besok aku ada meeting. Jarak rumah ke kantor jauh, kalau dari apartemen dekat." Bu Sarah tampak cemberut.

Sarah masih ingin mengobrol dengan menantu istimewanya ini, Sarah sudah begitu menyayangi gadis itu, Padahal mereka baru beberapa kali bertemu.

"Aku pamit ya Pa, Ma," Rama menyalami tangan kedua orang tuanya, di susul Aya lalu memeluk Mama mertuanya itu.

"Kamu yang betah ya sama Rama, dia itu baik tapi ya gitu. Suka marah-marah," Aya tersenyum lalu mengangguk.

"Iya ma, sekali lagi terima kasih. Aya pergi dulu." tulis Aya di ponselnya.

Selesai pamit Rama segera tancap gas meninggalkan pelataran rumah orang tuanya, di perjalanan suasana begitu hening dan tegang.

Di tambah Rama membawa mobil begitu cepat. Membuat Aya menutup matanya rapat-rapat, bayangan masa lalu ketika kecelakaan yang merengut Ayah dan Ibunya terbayang di benaknya.

Napasnya mulai tidak stabil, namun Rama tidak peduli. Lebih tepatnya tidak tahu jika Aya memiliki trauma terhadap kendaraan yang melaju begitu kencang.

Aya mencengkram lengan Rama, membuat pria itu menoleh. Ia sedikit terkejut melihat keringat dingin keluar dan juga napas naik turun dari tubuh gadis itu. "Kenapa lo! Mau mati jangan di mobil gue!" hardiknya.

Hingga beberapa saat Aya tak sadarkan diri. Rama sempat panik dan ingin membawa Aya kerumah sakit, namun ia berpikir lagi jika dirinya tidak ingin di repotkan oleh gadis bisu tersebut. Akhirnya Rama memilih tetap pulang ke apartemennya.

Sesampainya di parkiran, terpaksa Rama membopong tubuh Aya kedalam apartemennya. Ia membanting tubuh mungil itu dan menatap tajam Aya yang belum sadarkan diri. "Dasar istri nggak guna. Bisanya buat susah!" 

Brak!

Rama keluar dari kamar tersebut dan membanting pintu. Ia menarik napas sedalam-dalamnya lalu di buang secara perlahan. Pelan ia berjalan ke sofa menatap lurus kedepan, bayangan pernikahan semalam dan juga hari-hari yang akan ia lalui membuatnya menggelengkan kepala, ia tidak mau hidup menderita dengan gadis bisu itu. Sebelum dia yang di buat susah maka dirinya duluan yang akan membuat gadis bisu itu menderita. "Selamat datang di penderitaanmu Aya!" desis Rama bersamaan dengan senyum miringnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status