Share

Bab 2.

Tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang ingin, lahir dengan keadaan dalam kekurangan. Namun apakah kita bisa memilih, tentu saja tidak bisa. Kita sebagai makhluk yang terlahir di dunia ini harus bisa menerima dan menjalani takdir yang sudah tuhan beri.

Tidak perlu mengeluh ataupun menyalahkan tuhan, percayalah jika ada tawa setelah tangis, ada suka setelah duka. 

Itu yang selalu menguatkan hati seorang Ayana Salsabila. Jika tidak dirinya sendiri siapa yang menguatkannya untuk hidupnya sendiri.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuat Rama yang masih bergelung di bawah selimut, terpaksa bangun dan membuka pintu tersebut.

"Apaan sih! Ganggu aja." Aya tersenyum lalu menyodorkan ponselnya.

"Makasih ya, kemarin Mas bawa aku sampai sini. Maaf aku ngerepotin Mas Rama, aku nggak bisa tahan rasa takut aku."

Rama tersenyum sinis. "Gue nggak peduli!"

Brak!

Rama menutup pintu kamarnya lagi tepat di depan wajah Aya. Gadis itu hanya bisa menghela napas dan kembali ke dapur.

Memasak untuk sarapan suaminya adalah tugas seorang istri, setelah memasak Aya melanjutkan pekerjaan membersihkan rumah. Gadis itu melakukannya sambil tersenyum, entah dia memang mudah tersenyum atau memang ia senang menjalani pekerjaan seperti itu.

Pukul setengah delapan, Rama keluar dengan pakaian formalnya, Aya yang baru pertama kali melihatnya pun terpana apalagi Rama menggulung kemejanya hingga batas siku. Membuat ketampanannya meningkat.

Aya tersenyum menunjuk pada meja makan. Berniat menyuruh suaminya itu untuk sarapan. Rama memandang Aya dan makanan itu sekejap lalu tersenyum remeh. "Lo pikir gue mau makan masakan lo. Jangan mimpi!" kata Rama dingin, setelah itu pergi meninggalkan Aya yang terdiam dengan ucapannya. Tanpa sadar air matanya lolos membasahi pipinya.

Lagi-lagi harusnya ia sadar, jika dia hanya istri di atas kertas. Sampai kapanpun Rama tidak ingin mengakui jika dirinya adalah istrinya.

Di luar apartemen Rama sudah di sambut oleh wanita berpakaian cukup seksi, wanita itu bersandar pada mobil milik Rama. Tersenyum genit saat Rama sudah dekat dengannya.

"Maaf lama ya, aku baru bangun." kata Rama lembut mengusap pipi wanita yang tak lain kekasihnya.

"Apa kamu kesenangan bermain dengan istrimu itu semalam, sampai-sampai baru bangun." ujar wanita itu cemberut.

Rama terkekeh. "Bermain? Menyentuhnya saja aku tak sudi!" katanya di akhiri tawa mereka berdua.

Rama segara menyuruh kekasihnya masuk kedalam mobil. Tujuannya Rama bukanlah kantor melainkan hotel untuk bersenang-senang dengan kekasihnya itu.

Aya memandang masakannya sendu, jika seperti ini. Siapa yang akan makan, ia sudah memasak cukup banyak. Jika di buang akan sayang.

Aya makan di meja makan seorang diri. Menikah ataupun belum menikah, hidupnya sama saja. Selalu sendiri tidak ada yang mau bersamanya.

Aya menangis tanpa suara, kadang ia ingin mengeluh pada takdir yang sudah membuatnya seperti ini. Jika bisa memilih, ia tidak ingin hidup dengan keadaan berbeda. Namun semua sudah menjadi garis hidupnya.

Tidak bisa di tolak ataupun di bantah. Semua hanya bisa di jalani. Yang terpenting bagi Aya masih di beri umur dan napas oleh tuhan. Itu sudah lebih dari cukup dan sangat bersyukur.

Terpaksa Aya memasukkan makanannya kedalam lemari es, setelah itu ia membersihkan diri. Aya berjalan kearah balkon. Membuka pintu tersebut, Matanya berbinar ketika ada beberapa tanaman di sana. Aya buru-buru mendatangi tanaman itu dan melihatnya ada tanaman apa saja.

Senyumanya semakin merekah saat melihat ada mawar merah dan putih, ada anggrek juga tapi sayang belum terlalu besar. Ia berjanji akan merawat mereka karena dirinya memang suka dengan bunga. Itulah kenapa ia berjualan  bunga keliling.

Namun sekarang statusnya yang sudah menjadi istri, Mama mertuanya melarangnya untuk berjualan lagi. Beruntung di apartemen suaminya ada beberapa tanaman, hitung-hitung menghilangkan rasa bosan saat di rumah sendiri.

Aya sangat telaten merawat tanaman tersebut, bahkan senyumannya pun tidak pernah luntur.

"Ehm." Aya tersentak dan hampir saja terjungkal ke belakang saat mendengar suara deheman seseorang.

Aya mengedarkan pandangannya mencari sumber suara tersebut. "Hey, aku di sini." teriak laki-laki di sebelah balkon apartemennya.

Gadis itu tersenyum lega sekaligus malu, pasti laki-laki itu melihatnya hampir terjatuh tadi. "Tetangga baru ya? Salam kenal ya." ujarnya sangat ramah. Aya bingung bagaimana cara membalas ucapan laki-laki itu. Akhirnya ia hanya tersenyum canggung dan mengangguk.

"Boleh kenalan. Siapa tau kita bisa menjadi tetangga yang rukun," ajaknya di akhiri kekehan kecil.

Aya hanya tersenyum mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Gadis itu memberi tanda pada laki-laki dengan lima jarinya untuk menunggu. Dan secepat kilat Aya masuk kedalam apartemennya lagi, Membuat cowok itu mengerutkan kening.

Baru saja ia berniat masuk karena dia berpikir jika gadis itu tidak ingin berkenalan dengannya, namun beberapa menit gadis itu keluar lagi dan menujukan ponselnya, lagi-lagi pria itu semakin bingung.

"Maaf aku tidak bisa bicara, salam kenal juga, kenalkan aku Ayana Salsabila." pria itu terdiam memandang gadis di depannya.

Pria itu melamun hingga beberapa menit, lalu mengusap wajahnya. Dan berdeham sejenak. "Salam kenal, nama aku Dafa Adelard Shaka. Bisa di panggil Dafa bisa juga di panggil Shaka atau ade. Terserah mbaknya aja deh," Aya tertawa hingga menutup mulutnya.

Dafa tertegun melihat paras cantiknya seorang Aya, senyumnya begitu manis dan natural. Walaupun tidak ada riasan di wajahnya, Namun kecantikannya sungguh luar biasa.

Aya mengetik sesuatu di ponselnya, Dafa menunggu sambil menatap wajah teduh Aya. "Kalau gitu, aku panggil kamu Dafa aja ya, jangan panggil aku Mbak. Aku belum tua! Dan maaf, kalau kita berkomunikasi sedikit sulit." kini giliran Dafa yang tertawa.

"Tau kok aku, muka kamu masih baby face merah kayak pantat bayi." Aya mendelik lucu yang sukses membuat Dafa tertawa lagi

Dafa senang mendapatkan tetangga baru selain cantik ia juga istimewa, menurutnya kekurangan yang di miliki Aya justru sumber keistimewan gadis itu. Namun sayang gadis itu sudah memiliki suami.

***

Brak!

Datang-datang Rama langsung membanting tas kerjanya, dasi ia tarik dan di buang ke sembarang arah. Aya buru-buru datang ingin mencium tangan suaminya. "Ngapain lo pegang-pegang gue!" sentak Rama menepis kasar tangan istrinya.

"Aku mau mencium tanganmu mas, ini bakti seorang istri." ucap Aya mengunakan bahasa tangan.

"Ngapain sih lo. Nggak ngerti gue!" Rama mendorong tubuh Aya hingga membentur tembok. Lalu pergi ke dapur.

"Lo nggak masak. Hah!" bentak suaminya ketika melihat meja makan kosong.

Aya bergegas berlari menyusul Rama ke dapur. "Aku pikir, mas nggak bakal makan di rumah, makanya aku tidak masak." lagi Aya menggerakkan tangannya untuk berbicara dengan Rama.

Rama menatap tajam pada istrinya dan.

Plak!

"Itu hukuman karena lo nggak masak buat gue." tekannya lalu pergi ke kamar dengan membanting pintu.

Aya mengusap pipinya yang terasa panas dan perih. Ia pikir suaminya hanya kasar dengan kata-kata. Namun ternyata suaminya juga melakukan kontak fisik, sekejam itukah Rama.

Dia harus kuat dan tabah apapun perlakuan Rama nanti. Ia akan menyerah jika dirinya benar-benar tidak sanggup.

Tok! Tok! Tok!

"Apalagi sih hah!" ujar Rama ketika membukakan pintu untuk Aya.

Gadis itu tersenyum dan menyodorkan semangkuk mie instan. "Ini buat gue?" Aya mengangguk mantap sambil tersenyum.

Prang!

Rama menepis mangkuk tersebut hingga pecah dan kuah yang masih panas mengenai tangan Aya. Gadis itu meringis menahan panas di tangannya. "Lo pikir gue mau!" pipi gadis itu sudah basah ia menatap sendu yang di balas tatapan tajam

"Dasar Istri Nggak guna!"

"Bersihkan! Awas kalau ini nggak bersih. Lihat apa yang bakal gue lakuin!" ancamnya dan masuk kembali kedalam kamar.

Aya bergegas mengambil sapu dan peralatan pel. Mengabaikan tangannya yang merah dan panas.

Ia tersenyum lega, pekerjaannya sudah selesai dan bersih seperti semula. Semoga Rama tidak marah dan ia tidak mendapatkan hukuman.

Aya menyiram tangannya yang semakin merah di wastafel dapur. Ia mencari keberadaan kotak obat. Siapa tau ada obat luka bakar.

Saat mendapatkan kotak itu ia tersenyum getir, obat yang ia cari tidak ada. Aya akhirnya hanya mengoleskan pasta gigi di tangannya. Entahlah ini efektif atau tidak. Dulu katanya jika terkena air panas menggunakan pasta gigi bisa mengurangi rasa perih dan panas.

Sebelum shubuh Aya sudah bangun, memasak dan merapikan rumah. Jika nanti suaminya bangun rumah sudah rapi dan masakan sudah ada.

Setengah tujuh Rama keluar melirik meja makan yang penuh dengan makanan seperti kemarin.

"Cucikan baju gue di kamar, Tapi ingat. lo nggak boleh nyolong. Awas aja gue pulang kerja barang gue ada yang ilang!" Aya mengangguk mengerti lalu menyuruh suaminya untuk makan.

"Siapa lo berani perintah gue! Lo pikir gue mau sarapan masakan lo. Mimpi lo ketinggian cewek bisu! Gue tegasin sekali lagi. Lo cuma istri di depan keluarga gue doang. Tapi kalau di sini lo nggak lebih dari seorang babu!" gadis itu menunduk dengan air mata yang sudah jatuh ke pipinya. Rama selalu membuat hatinya terluka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status