Share

Chapter 1

3 YEARS LATER

Matahari yang bersinar begitu terik disertai dengan langit biru menghiasi langit kota Seoul. Burung-burung yang berterbangan kesana kemari, pohon-pohon hijau, bunga-bunga bermacam warna tampak menghiasi musim semi tahun ini. Sejenak Aiden termenung dari balik kaca mobilnya. Musim semi telah datang lagi. Dan, itu artinya sudah 3 tahun ia terakhir kali bertemu dengan sosok Hyun Ji. Saat terakhir kali ia membisikkan kata cinta di teliga wanita itu. Kata cinta yang tak akan pernah ia ucapkan di hadapan siapapun selain Hyun Ji.

Ia menghentikan mobilnya sejenak dan membuka jendela mobilnya. Ia melempar pandangannya kearah dasbor mobilnya. Di sana terdapat sebuah berkas file yang 2 tahun lalu ia tanda tangani. Sebuah berkas yang menandakan bahwa pernikahannya yang tak pernah ia inginkan itu telah berakhir. Pernikahan yang hanya di dasari oleh keinginan ayahnya yang kini telah tiada.

Ia menghela nafasnya sejenak. Sekilas bayangan pernikahan yang hancur menghampirinya lagi. Ia ingat bagaimana sifat kekanakan dan seenaknya wanita yang ia nikahi itu membuatnya jenuh dan marah. Tidak ada satu haripun tanpa pertengkaran. Ia berusaha menerima sosok wanita yang tak pernah ia inginkan itu sebagai istrinya, namun tidak bisa. Itu tidak akan pernah terjadi saat ia tahu bahwa wanita itu telah berselingkuh dengan pria lain. Di titik itulah ia memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Ia benar-benar sudah lelah menghadapi semuanya.

Aiden menepi mobilnya di pinggir jalan dan membuka kaca mobilnya. Ia membiarkan angin siang hari ini menerpa wajah tampannya. Ia melempar pandangannya pada sebuah hamparan hijau yang ada di seberangnya. Dari kejauhan, Ia melihat anak-anak yang bermain dengan cerianya di sekeliling taman yang luas itu. Tanpa sadar, seulas senyuman yang menghilang darinya selama 3 tahun, terukir begitu tulus di wajahnya. Namun, bukan karena anak-anak itu. Tapi, karena ia melihat sebuah bangku kosong yang ada di dekat sebuah pohong yang rindang.

Bayangan Hyun Ji ketika duduk di situ menunggu dirinya muncul dalam memorinya. Ketika wanita itu tersenyum dari kejauhan karena melihatnya datang. Ketika wanita itu marah dengan gemasnya karena ia datang terlambat. Ketika Hyun Ji tertidur di pundaknya karena kelelahan. Ia merindukan semua itu. Sangat merindukannya.  Ia berharap dapat melihat sosok wanita itu. Namun, ia takut. Ketakutan melihat rupa wanita itu sekarang membuatnya takut. Ia takut menghadapi kenyataanya jikalau wanita yang dicintainya itu sudah bersama pria lain. Sudah 3 tahun ia berusaha melupakan semua tentang Hyun Ji dengan pergi ke Amerika, namun ia tak kunjung bisa melepasnya dari pikiran dan hatinya.

Bertahun-tahun ia mengenal sosok Hyun Ji sebagai sahabat yang ia sayangi, dan 2 tahun lamanya ia menjalin hubungannya dengan Hyun Ji membuat seluruh hatinya sudah terpaut oleh wanita itu. Berusaha sekeras apapun ia tak akan sanggup melupakannya. Ia tak akan sanggup melepaskan Hyun Ji dalam hidupnya. Semenjak dulu baginya Hyun Ji lebih dari seorang adik kecilnya, ia bukan hanya sekedar sahabat baiknya atau yeojachingungya. Tapi, baginya Hyun Ji lebih dari senua itu. Baginya Hyun Ji dalah hidupnya. Hyun Ji adalah segalanya untuknya.

Dering ponsel yang ada di kantong jas hitamnya membuyarkan lamunannya. Ia memasangkan earphonenya ke telinganya, “Yoboseyo?”

Hi Aiden! Kau akan datang kan ke acara malam nanti?” Tanya sahabatnya, Eun Hye di ujung sana.

“Tentu saja.  Aku akan datang.. Wae?”

“Kau mau kujemput?”

“Gwenchanna. Aku membawa mobil. Kita bertemu di sana saja..”

“Kau yakin akan pergi sendiri?” Nada suara Eun Hye terdengar ragu.

Aiden tertawa kecil, “Neh! Kkokjonghajimma..”

Arra… Arra.. Don’t be late…”

***

Aiden sudah tiba di acara pertunangan sahabat baiknya, Roy Kim, pria yang juga lahir dan banyak menghabiskan waktu di Amerika Serikat, persis seperti dirinya. Ruangan tamu yang mewah itu sudah ramai. Musik sudah mengalun menandakan bahwa acara itu sudah dimulai. Awalnya Aiden merasa tidak nyaman, namun setelah bertemu dengan beberapa sahabatnya yang ia kenal ia mulai mengobrol untuk mengisi rasa bosannya. Yah, setidaknya acara ini bisa menghiburnya dan membuantnya merasa santai sejenak.

Setelah mengobrol dengn teman-temannya, Aiden memisahkan diri untuk mengambil segelas minuman untuk membasahi tenggorokannya. Ia berjalan ke sisi meja prasmanan dan mengambil segelas sampanye. Ia menyesap minumannya dengan pelan dan melempar pandangannya ke ruang tamu yang menjadi pusat acara itu. Ia menatap orang-orang terlihat gembira, ada yang tertawa, tersenyum, dan mengobrol.

Ia menoleh ketika seorang wanita cantik menarik lengan jas hitamnya. Wanita yang bernama Eun Hye ini tampak cantik dengan rambut panjang sebahunya yang tergerai indah. Gaun berwarna biru tua yang dikenakan Eun Hye membuatnya tampak anggun.

Eun Hye, Aiden, dan Roy sudah berteman baik semenjak mereka di Amerika Serikat. Mereka bertiga sama-sama mengambil studi lanjutan kedokteran di Yale University.  Bagi Aiden, Eun Hye adalah sosok wanita yang sempurna. Ia mempunyai kepribadian yang baik, pandai, dan juga penampilan yang sangat menarik. Eun Hye memiliki kepribadian yang sangat dewasa. Kepribadiannya yang terbuka membuat Aiden dan dia menjadi sahabat baik.

Oppa. Ada yang ingin aku bicarakan.”

“Waeyo?”

“Aku tidak bisa berbicara disini.”

Aiden mengikuti langkah Eun Hye yang membawanya menuju taman belakang, namun matanya masih menjelajahi ruangan ini. Ia menoleh ke kanan dan kiri. Sekilas tak ada yang menarik perhatiannya. Namun, ketika ia  memutar kepalanya ke belakang  dan menoleh ke arah pintu depan, saat itulah pandangannya terpaku.

Ia terpaku pada seorang wanita yang baru saja memasuki ruangan. Wanita itu memakai gaun putih  sebatas lutut, rambut coklatnya yang bergelombang dibiarkan tergerai indah. Senyuman manis yang terukir di mulut wanita itu membutnya tak berkedip. Senyuman yang tak asing baginya. Walupun senyuman itu terkessan dingin, namun senyuman itu membuatnya terpanah. Mata wanita yang tertutup oleh kacamata hitam itu membuatnya penasaran.

Aneh sekali. Ia mereasa pernah melihat wanita yang tengah berjalan dengan tongkat itu. Namun, otaknay tak juga mengenali sosok  itu. Ia mengamati dari kejauhan, mulai dari kepala hingga kaki wanita itu. Sekilas, ia memang tidak asing dengan rupa wanita cantik itu. Namun, ia juga yakin bahwa ia tak mengenal wanita itu, karena selama ini ia tak pernah mengenal dengan wanita buta manapun. Tapi  kenapa hatinya berkata sebaliknya? Kenapa hatinya seakan menyuruhnya untuk menghampiri wanita itu?

Ia membalikkan kepalanya lagi dan berlari kecil mengejar Eun Hye yang telah berjalan menjauh darinnya.

***

Sesampainya mereka di taman belakang, Eun Hye dan Aiden duduk di sebuah bangku panjang yang kosong. Mereka berdua memandangi langit yang amat gelap, tak ada bintang-bintang yang biasanya menghiasi langit malam ini. Sepertinya hujan akan turun sebentar lagi.

“Apa yang ingin kau bicarakan?” Eun Hye membuka suaranya dan memecahkan keheningan malam ini.

Sesaat tidak terdengar jawaban, lalu Eun Hye menghembuskan nafasnya dengan berat dan menoleh kea rah Aiden, “Aku dan Paul. Kami sudah putus…”

“Putus?” Aiden terkejut. Setahu Aiden sudah 3 tahun Eun Hye dan Paul berpacaran, bahkan setahunya mereka berdua sebentar lagi akan bertunangan.

Eun Hye mengangguk pelan,”Neh. Kami sudah putus…”

“Waeyo?”

“Ia tak mengatakannya. Aku rasa dia sudah tidak mencintaiku lagi…”Gumam Eun Hye sambil tersenyum miris.

“Semudah itu kah kalian mengakhirinya?”Tanyanya.

Eun Hye mengangkat kedua bahunya, “Molla…”Lalu ia tersenyum miris, “Tapi bukankah itu lebih baik. Setidaknya kami belum bertunangan. Lebih baik ia menyadarinya sekarang dari pada terlambat.. Bukankah begitu?”

“Kau yakin ia tak mencintaimu?”

Eun Hye kembali mengangguk, “Neh.. Ia akan pergi ke London tengah malam nanti.. Dan, aku rasa itu sudah membuktikan bahwa ia tak mencintaiku bukan?”

Aiden terdiam sejenak dan melempar pandangannya kea rah langit yang tampak gelap, “Pabo… Kau harus membuktikannya dulu kalau ia tak mencintaimu.”

“Maksudmu apa?”

Aiden tersenyum lalu mengusap kepala Eun Hye dengan sayang, “Kau harus bertanya padanya secara langsung. Jangan sampai kau yang menyesal karena tak pernah tahu jawaban yang sebenarnya dari mulutnya. …”

“Lalu aku harus bagaimana?”

Aiden megangkat bahunya ringan, “Kalau kau mau membuktikannya temui dia, jangan sampai kau menyesal karena tak pernah mengetahui alasannya…”

Eun Hye tersenyum mendengar kata-kata Aiden. Bagi Eun Hye, Aiden memang sahabat terbaiknya. Ia bahkan sudah menganggap Aiden sebagai kakak laki-lakinya sendiri. Ia bangun dari bangkunya dan menepuk bahu Aiden, “Gomawo Oppa..”Ia tersenyum manis.

Baru saja ia hendak melangkah maju, ia menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya pada Aiden yang masih duduk, “Geundae, bagaimana kalau ternyata ia memang tidak mencintaiku lagi?” Tanyanya ragu.

“Tenang saja, Bahuku selalu tersedia untukmu..” Aiden tersenyum. Dan Aiden memang bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

Eun Hye menarik nafas dalam-dalam. Lalu ia melirik jam tangan emas yang ada di tangan kirinya, “30 minutes…”Ia tak boleh terlambat. Dengan secepat mungkin ia berlari. Ia tidak begitu memperhatikan sekelilingny. Ia hanya memusatkan pikirannya pada Paul, ia tak mau terlambat.

Dengan kasar Eun Hye membuka pintu yang membatasi taman dengan rumah mewah itu, sampai membuat seorang wanita cantik jatuh. Karena terburu-buru ia tak menyadari bahwa wanita itu buta. Ia hanya sempat mengucapkan kata maaf sekilas lalu berlari lagi menuju Airport sebelum terlambat.

TBC

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status