Share

Bab 4 Kemana Penghuni Rumah?

Perjalanan mereka berakhir pada ladang jagung yang berwarna kuning pucat. Mobil mereka memasuki pelataran luas  yang ditumbuhi rumput-rumput pendek dan rapi. Beberapa  pohon jati tua tumbuh di sisi barat pelataran. Membuat tempat itu tidak sepenuhnya tersengat  sinar matahari. Sebuah rumah kayu yang cukup besar  bertantai dua berdiri menghadap pelataranRumah besar milik Kakek Johan dan Nenek Sita sudah kelihatan tua, namun masih kokoh dan indah.

Para remaja turun dari mobil sambil berretiak kegirangan. Perjalanan yang menjenuhkan sudah berakhir. Mereka menginjakkan kaki di desa Sriwilli disambut tiupan angin lembut yang menyejukkan wajah. Mempermainkan perlahan rambut-rambut mereka. Anisa nampak begitu  menikmati. Gaun  putih seperti yang biasa dipakai ke pesta dipermainkan sang angin. Gaun itu membuatnya tampak lebih dewasa, yang rata-rata usia mereka tidak lebih dari sembilan belas tahun.

          Mereka semua merasa senang dengan  suasana nyaman  begitu  melihat keadaan desa yang sepi dan sejuk. Kecemasan Tasya perlahan mulai hilang perlahanBerganti perasaan damai menyusup kedalam hati dan pikiran. Begitu juga yang rasakan Hera. keduanya mengakui keindahan pemandangan seolah menyihir jiwa. Selepas turun dari mobil, mereka tidak  terasa mulai kapan memamerkan wajah gembira.

Kevin melirik jam tangan mahalnya, yang menunjukkan pukul 11.30. ia turun sambil sesekali merenggangkan pinggangnya. Badannya pegal-pegal. Ia tidak terbiasa mengemudi sejauh itu. Di belakang mobil, Devan sibuk mengintruksi teman-teman untuk segera menurunkan barang bawaan.

Setelah semua barang dapat dikondisikan, Devan bergegas mengetuk pintu. Sebagai seorang cucu, sudah sepantasnya melakukan hal tersebut.

Sudah beberapa kali mengetuk pintu, namun belum juga ada tanda-tanda penghuni dalam rumah keluar menyambut. Jaki mencoba mengambil alih. Ia mengetuk sampai mendorong  daun pintu keras-keras. Tiba-tiba saja pintunya terbuka sedikit.

“Nggak dikunci,” ujar Jaki dengan puas.

Devan hanya mengangkat bahu. Kemudian menyuruh semua rekannya masuk kedalam.  Samy terlihat begitu  segan dan teliti pada dekorasi ruangan.  Sepaket meja kayu jati yang indah, lemari minimalis panjang dengan aksesoris dari  kaca. Pandangan Samy beralih pada foto berbingkai. Sebuah foto keluarga seorang kakek bersama istrinya. Ditengahnya seorang remaja berusia belasan tahun.

Jaki nyaris saja menyentuh bingkai foto,ketikaDevan memperingatkan.

“Jangan sentuh barang-barang milik Kakek Johan!” serunya “Dia tidak  ingin, barang apapun tersentuh.”

“Wow, pecinta barang berharga ya,” ledek Jaki seraya pura-pura menyentuh sebuah guci tua.

“Jaki! Jangan macam-macam!”  Devan membentak

Tenang, Bro,” sahut Jaki sambil cengengesan. “Aku cuma bercanda.”

Tasta turut mencermati foto tersebut. Ada bagian lain foto yang tergantung. Disana terdapat sepasang suami istri dengan anak lelaki berusia sepuluh tahunan.

“Itu orang tuamu kan?” gumannya kepada Devan yang kebetulan mendekat.

“Tidak salah lagi. Lihat baik-baik fotoku waktu kecil, aku memang sudah keren sejak lahir,” ujar Devan yang ditimpali deheman kecil dari Tasya.

“Kamu harus percaya dong!” Cowok itu menuntut. Lalu tangannya menun- juk ke foto lain yang tergantung tak jauh dari foto keluarganya. “Itu Paman Begi dan Bibi Wiwa sewaktu menikah.”

Tasya menatapnya lekat-lekat, lalu mengguman. “Pasangan yang serasi.

“Aduh, aku capai banget!” Anisa menggerutu, sambil menjatuhkan dirinya kedalam sofa. “Rasanya  badanku remuk semua!”

“Mana kamar untuk kami?” tanya Kevin menyela. “Kami mau istirahat.”

Kamu tenanglah,” sahut Devan.  “Sebentar lagi  kalian melihatnya. Tapi ingat, kakek Johan tidak punya banyak kamar. Jadi dua kamar cukup bagi kita.”

“Apa?” protes Kevin. “Maksudmu satu kamar untuk cowok berlima?”

Sejenak Devan seperti terdiam mempertimbangkan. Lalu dengan wajah menyimpan rencana mulai terpancar.

“Maaf,” katanya sambil memandang Bagas penuh  maksud. “Gendut, aku rasa kamu harus menyadari kalau tempat Kakeku sempit. Jadi nggak ada pilihan lain salah satu dari kita di ruang tamu atau gudang?”

         Keputusan apapun tentu membuat Bagas menerima. Namun  justru Tasya

yang merasa terhina. Seketika ia memprotes tindakan Devan.

         “Ini tidak adil!” protes Tasya. “Masa Bagas tidur di gudang? Yang benar saja.

         “Ah kamu Tasya, lagi-lagi membela si Gendut.” Jaki menimpali sinis. “Sekali kali kamu bela aku, kek.”

         Tasya cuma merengut kesal. Ia tidak menganggap lucu gurauan cowok itu.

         “Biarkan Bagas nanti malam tidur tidur denganku,” ujar Samy membuat keputusan terbaik untuk Bagas.

         Bagas merasa lebih  baik, namun Tasya masih merasa kecewa.

         “Terserah kalian saja,” kata Devan padaSamy dan Bagas.

         “Huh, pahlawan kesiangan!”  gerutu Anisa seraya menggandeng tangan Kevin untuk menuju ke kamarnya di lantai atas. “Guy, aku capai banget. Sorry duluan.”

          Tidak hanya dua pasangan yang kasmaran itu. Anak-anak yang lain juga bergegas menaiki lantai dua.Cewek-cewek bersorak senang mempati kamar dekat  kebun jagung. Sementara cowok-cowok kebagian kamar yang menghadap ke jalan.

         Hanya Bagas yang masih sibuk menata tas milik Devan, Kevin , Anisa dan Jaki.  Samy yang sudah berada diatas segera turun kembali untuk membantu. Bagas merasa senang memiliki teman sebaik Samy.

*****

Devan masih mematung di balkon kayu seraya memikirkan penghuni keluarga. Ia hanya berpikir, mereka semua masih berada di ladang. Biasanya menjelang panen, mereka kembali ke rumah menjelang senja. Jika mereka pergi jauh pasti akan meninggalkan pesan.Namun seharusnya, kedatangan dirinya dan teman-teman mendapat sambutan ramah dari mereka. Bukan malah bekerja seharian di ladang. Padahal, seminggu sebelum liburan, ia sudah memastikan waktu kedatangannya ke desa Sriwilli.

Di pertanian desa Sriwilli mereka menempati rumah hanya dengan tiga orang. Kakek Johan dan Nenek Sita, serta  anak lelakinya bernama Begi.Begi atau Devan memanggilnya Paman Begi berusia lebih dari tiga puluh tahunan. Ia  seorang duda tanpa anak. Istrinya bernama Wisa, dia sudah meninggal tahun lalu karena kecelakaan di ladang jagung. 

Tidak terasa  Devan sudah menunggu  hampir dua jam.  Belum juga ada tanda-tanda mereka pulang ke rumah.Nomor yang biasa dihubungipun tidak aktifPadahal kemarin lusa, Nenek Sita memastikan kembali kedatangan cucunya melalui handhpne milik Kake Johan.

Di ruang tamu, Jaki dan Kevin sibuk memainkan gitar yang mereka temukan di gudang peralatan bertani.Mereka yakin gitar itu milik Paman Begi. Kevin pemain gitar yang cakap. Permainan akustiknya membuat kagum cewek-cewek  sekelasnya.  Suara Jaki yang biasa-biasa saja, tidak cukup bagus mengimbangi kelihaian jemari Kevin saat melantunkan lagu Cinta Gila milik Dewa 19.  Suara Jaki membuat Kevin beberapa kali memprotes.  Beruntung, Jaki tipe cowok yang tidak terpengaruh pada bentuk protes apapun.Ia tetap saja memaksakan diri layaknya vokalis group band terkenal itu.

Dihalaman depan dibawah pohon jati yang  rindang, Samy dan Bagas meluangkan waktunya untuk jalan-jalan santai sambil melihat-lihat pemandangan.Cowok itu merasa nyaman berdua dengan Bagas. Menurutnya hanya dengan Bagas dirinya merasa lebih baik dan bebas dari tekanan. Tidak lelucon yang menyakitkan perasaannya. Bagi Bagas sendiri, Samy merupakan  teman yang sempurna.

Sejenak kedua cowok itu memperhatikan gudang yang terpisah dari rumah induk. Jaraknya lebih dari dua ratus meter. Samy merasa tertarik untuk memeriksanya.Bangungan gudangtua itu sepertinya sudah tidak terurus lagi. Terdapat bagian dinding yang berlubang. Namun ia menyadari Bagas menangkap perhatiannya pada hal lain.

PandanganBagas menatap lautan jagung. Ia merasa ada sesuatu yang mencolok dan bergerak-gerak di tengah-tengah tanaman jagung.Jumlahnya tidak hanya satu melainkan belasan dan tersebar di beberapa titik ladang. Bagas segera mengenali bahwa yang dilihatnya adalah orang-orangan sawah yang tertiup angin.

“Menurutmu, untuk apa orang-orangan sawah dibuat?” tanya Bagas pada Samy.

Tatapan mata Samy melayang pada benda yang disebutkan. Ada perasaan gelisah ketika menatap pakaian bekas dijejali  daun jagung kering.

“Petani sangat muak pada binatang yang merusak tanaman jagung,” sahut Samy. “Orang-orangan sawah digunakan untuk mengusir burung dan babi hutan.”

Kemudian tak terasa, Samy bergerak mendekati orang-orangan sawah yang paling dekat dengan  jalan setapak yang mereka lalui.

“Kalau diperhatikan, benda itu terkesan mengerikan,” gumannya sambil bergidik. “Tampak hidup dan menyeramkan.”

Bagas menangguk tanda mengerti. Sorot matanya menghindari tatapan mata gelap yang terbuat dari batok kelapa kering. Persis menyerupai tengkorak hitam, dengan tubuh kurus kering yang terpancang di papan tiang pemancang berentuk XSejurus bergidik saat membayangkan benda semacam itu hidup dan menghantui orang seperti yang terjadi di film-film horor.   

Di dapur Tasya dan Hera masih sibuk menyiapkan makan siang. Waktu makan siang memang sudah terlambat. Namun mereka  berusaha menyambangi dapur tanpa seizin pemiliknya.  Dari pada mereka kelaparan, Devan memberi izin mereka masak. cowok itu akan  menanggung risiko, jika pemilik rumah mempermasalahkannya.

****

Terima kasih sudah mengikuti cerita ini. Salam bahagia dari Cesaaf Alfaiz, Tegal. Semoga kalian selalu diberikan  kesehatan ya

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status