Share

Bab 5 Ada Sesuatu dalam Ladang Jagung

Perasaan Tasya sama sekali sudah melupakan ketakutan seperti sebelumnya.Sekarang penuh keceriaan dan  gerai tawa bersama Hera. Diantara semua cewek, Tasya yang paling ahli dalam membuat makanan.  Mereka tidak mau melibatkan Anisa yang suka bersolek. Cewek itu hanya akan menambah masalah kalau dilibatkan. Namun Anisa sesekali butuh teman sesasama wanita. Jadi ia menemani Tasya dan Hera di dapur.

Sejak masuk ke dapur cewek norak itu hanya sibuk menghias diri.Membawa serta cermim kecil kesayangannya. Cermin itu sudah seperti separuh nyawanya. Kemanapun selalu dibawa. Bahkan saat tidur sekalipun!

“Anis, apa tidak ada rasa peduli sedikitpun pada kami?” kata Hera sambil mengiris daging sapi. “Kami merasakewalahan menyiapkan makan siang.

“Aduuuh Hera, apa kamu nggak tahu, aku juga lagi sibuk sendiri!” Anis menolak sambil menyisir rambut dengan sisir berwarna keperakan.  “Lagian aku nggak biasa masak.

“Dasar kamu!” Hera menggerutu kesal. “Paling tidak, kamu bantu  menyiapkan yang lain.” Ia kemudian menyerahkan potongan daging sapi kepada Tasya.

Disampingnya Tasya yang sedang membuat bumbu tidak terprovokasi.  Ia masih sibuk menghadapi wajan besar berisi potongan daging bercampur bumbu.

“Untung ya, Kakek Johan punya persediaan sayuran,” ujar Tasya mengalihkan pembicaraan. Kita tak perlu mencari toko sayuran.”

“Benar, aku rasa mereka sudah menyiapkan semuanya. Aku yakin mereka orang yang asyik.” Hera menimpali seraya mengaduk sambal dalam cobek berbahan tanah.

Jangan lupa tempenya digoreng.” Tasya mengingatkan. “Rendang sapi bagianku. Eh, jangan lupa kerupuknya juga.

“Siiip,” sahut Hera sambil sesekali melirik kearah Anisa.

“Jangan lupa, aku pesan roti bakar lapis keju.” Anisa berkata seenaknya. Seolah ia berlagak majikan.  “Aku  harus menjaga kulitku biar tetap halus.”

“Jangan seenaknya bicara!” semprot Hera seraya membanting serok untuk mengangkat tempe dari penggorengan. “Kalau nggak mau bantuin, sebaiknya diam saja.

Nada sinis Hera, membuat Anis ngambek

dan keluar meninggalkan dapur. Di ruang tamu cewek itu menemui Kevin  sedang asyik  bernyanyi.

Kevin menghentikan petikan gitarnya. Ia menyadari pacarnya sedang merajuk. Wajah cantik milik Anis terlihat muram ketika melayangkan punggungnya di sofa samping dirinya duduk.

“Kamu kenapa sayang?” katanya seraya melempar pelan gitarnya pada Jaki.

Bete banget disini,” Anis menggerutu kesal. “Dua cewek didapur itu bikin kesal saja.”

Jaki mengganggap keluhan Anis sebagai gurauan membuatnya tertawa terbahak-bahak.

“Kamu ini kayak anak baru kecil  saja, Nis!” gumannya.

“Kamu ini!” semprot Kevin sambil melotot pada Jaki.

Tenang

BroAku cuma bercanda,” kata Jaki sambil mengangkat kedua telapak tangannya didepan cowok itu.

Lagian kamu ini kenapa, Nis. Sensitif  banget sih.”

Kevin mendekati Anis sambil memegang kedua bahunya. Berusaha menenangkan. Lalu memeluknya bahunya dan membisikan sesuatu. Tanpa membuang waktu lagi, Kevin menariknya keluar untuk jalan-jalan menikmati suasana sore.

*****

Langkah Samy diperlambat ketika mendekati pintu gudang yang terbuat dari kayu pinus. Di bagian sisi slop pintu, terdapat goresan yang usang dimakan usia. Pintu tersebut  sudah berusia puluhan tahun.  Sesekali Samy menengok ke belakang untuk memastikan keberadaan Bagas. Berkali-kali cowok  gendut itu mengeluh perutnya sakit karena kecapaian.

Baru memasang telinga ke pintu gudang, sejenak jantung Samy berdegup kencang,

setelah mendengar suara berisik dalam gudang. Bagas melompat ke belakang sampai. Namun Samy berusaha menguasai rasa takut.  Perlahan, ia mendorong pintu yang tidak terkunci.

Samy mendorong kuat-kuat. Pintu terbuka lebar, memperlihatkan  ruang dalam yang berantakan. Bunyi cicit berhamburan meninggalkan tulang busuk di atas lantai. Rupanya sisa makanan membuat tikus-tikus berdatangan.

Samy menarik nafas panjang. Pandangannya melintasi seisi ruangan yang berisi barang-barang bekas seperti peralatan pertanian.   Bagas menguntit di belakang, layaknya seorang anak yang meminta perlindungan ayahnya.

Kemudian Samy bergerak ke sudut ruangan yang terpisah oleh sket kayu setinggi dua meter. Disana ia mendapati tumpukan pakaian bekas yang berserakan.  Di sisi dinding, bersandar dua orang-orangan sawah yang belum selesai pengerjaannya. Beberapa bagian masih belum terisi jerami.

Pandangan mata Samy selanjutnya tertuju pada sebuah benda berdebu berwarna hitam di atas meja kecil. Dia memastikan kalau apa yang dilihat hanyalah sebuah buku. Mungkin buku kuno dengan kertas berwarna kuning memudar. Dengan perlahan, tangannya menyentuh sampul buku dan mengusap butiran debu. Tidak ada judul dalam buku tersebut. Namun  Samy tahu kalau jenis buku seperti itu, sangat erat dengan buku mantra atau pemujaan. Hal itu membuat bulu kuduknya merinding.

Samy masih sibuk memperhatikan penemuannya. Bagas yang tidak tahu apa-apa hanya  terpaku di sampingnya. Mereka terlalu serius dan lengah pada sosok yang berjalan mendekatinya. Sosok dengan tubuh kurus dan tangan kasar. Sosok itu mengarahkan tangannya kearah keduanya.

Samy dan Bagas menjerit ketakutan. Jantungnya seolah lepas. Peluh membasahi wajah mereka.

“Siapa kamu?” Samy bertanya dengan mulut gemetaran.Di hadapannya seorang lelaki kurus jangkung dengan penampilan tak terurus.

“Aku pemilik tempat ini,” jawabnya marah.  Lalu dengan tatapan curiga ia balik bertanya. Siapa kalian? Untuk apa berada disini?

Samy mulai menunjukan rasa penyesalan telah masuk ke tempat orang seenaknya. Namun itu tidak penting, yang terpenting bahwa dihadapannya bukan hantu, seperti yang dipikirkan sebelumnya.

“Maaf, kami kemari cuma melihat-lihat,” jawab Samy.“Tadinya kami mengira ada sesuatu, tapi ternyata cuma  tikus.”

Lelaki bertampang kasar mendekati Samy dan Bagas dengan sikap mengancam.

“Kalian siapa?” bentaknya dengan nada galak “Untuk apa datang kesini?”

“Aku Samy dan ini temanku, Bagas,” jawabnya gemetaran. “Kami sedang liburan bersama  teman Devan. Katanya dia cucu dari....

“Devan?” Lelaki itu menunjukkan ekspresi heran sekaligus panik.

Lalu  wajah lelaki itu berubah menjadi wajar. Kemarahannya berangsur-angsur lenyap, berganti seringai yang lebih ramah.

“Oh, kalian tamu, ayahku,” katanya sambil tersenyum kaku dan penuh misteri. “Aku pikir kalian….” Seketika wajah lelaki itu membeku, lalu kembali lagi menunjukkan kewajarannya.

“Maksudnyaaku  pikir kalian orang-orang yang sering membuat kekacauan di ladang  ini.”

“Maaf?” Samy merasa bingung pada penjelasan lelaki itu. “Apa maksudnya kekacauan yang anda katakan tadi?”

“Yah, akhir-akhir ini banyak sekali masalah dalam ladang ini. Binatang perusak selalu saja muncul seakan tidak ada habisnya,” ujar Lelaki itu. “Tapi kalian tidak usah khawatir, aku bisa menanganinya dengan baik.”

Kemudian lelaki itu teringat sesuatu.

Oh ya, perkenalkan. Aku Begi JohanPanggil saja Paman Begi.” Sekilas pandangan mata Begi terpaku pada Bagas, lalu meneruskan. “Ayo masuk ke rumah. Aku sudah ingin bertemu dengan  Devan.”

Samy dan Bagas mengikuti Begi berjalan keluar gudang. Sebelum benar-benar keluar, pandangan Samy kembali pada orang-orangan sawah yang tergeletak di dinding gudang. Ada hawa dingin yang menyeruak dalam punggungnya. Seolah wajah menyeramkan itu  terlihat hidup dan mengawasi.

****

Devan sedang duduk di ruang tamu bersama teman-temannya ketika Paman Begi Datang. Kedatangan sang Paman disambut girang keponakannya. Ia sangat senang setelah lama menunggu setelah seharian menunggu kabar dari Kakek dan neneknya, sekarang bisa bertanya langsung kemana sang kakek dan nenek berada.

“Halo Paman Begi, apa kabar,”kata Devan seraya memeluk lelaki itu.

“Baik.”

“Maaf Paman, kami masuk kemari tanpa menunggu Paman,” ujar Devan basa-basi. Ia  masih terlihat kecewa atas perlakuan Kakek dan Neneknya. 

Paman Begi  menyeringai lebar menyambut keponakannya. Ia dan Devan sudah terbiasa akrab. Sejak kecil Devan berada di desa sampai lulus sekolah Dasar. Baru menginjak SMP Devan pergi ke kota bersama ayahnya. Sekarang Pak Kusuma, ayah Devan menjadi seorang pengusaha perikanan yang sukes, sampai  dapat menanam saham di sekolah elite  Bahari. Tempat Devan dan teman-temannya menimba ilmu.

Maafkan Paman Juga.Seharian Paman harus mengerjakan ladang. Binatang perusak tidak terkendali menjelang musim panen.” Paman Begi berkata seraya duduk di hadapan anak-anak. “Serangan babi dan burung gagak menjelang panen cukup meresahkan para petani.”

“Aku kira, Paman marah kepada kami,” celetuk Jaki.

Paman Begi menggeleng.

“Oh ya, apa kalian sudah makan?” tanyanya perhatian.

“Kami baru selesai memasak Paman,” ujar Hera,  “Kami harap Paman berkenan mengizinkan kami masak.”

Paman Begi mengangguk.

“Paling masakan dia keasinan, Paman,” celetuk Jaki sambil tertawa.

“Muka kamu tuh yang asin, kayak garam laut!” balas Hera membuat semuan orang geli. Kecuali  Paman Begi tidak peduli. Sepertinya ia bukan sosok yang suka bergurau. Wajahnya saja masih muram, seperti tidak mandi berhari-hari.

“Sudah cukup!” sela Paman Begi serius. “Paman mau membersihkan diri. Silakan nikmati suasana pertanian sepuas kalian.”

Lalu lelaki berwajah tirus itu mendekati Devan dengan sikap kaku.

“Dimana kakek dan nenek?” tanya Devan.

“Mengenai Kakek dan Nenekmu, kamu tidak usah cemas,” kata Pamannya setengah berbisik. “Mereka pergi ke kota untuk membeli mesin penumbuk jagung. Kamu tahu kan, mesin yang lama, sudah tidak berfungsi lagi.”

“Kenapa mereka tidak memberi kabar? Juga tidak bisa dihubungi lewat handphone?”

Wajah Paman Begi yang kaku memancarkan sesuatu yang misterius.

“Mungkin mereka lupa mengisi baterai handphone-nya.” Kemudian ia berpaling ke teman-teman Devan.

Oke, anak-anak. Selamat bersenang-senang disini. Kalau butuh sesuatu, panggil saja Paman di ruang belakang,” katanya seraya bergegas menyelinap  ke ruang belakang, melalui dapur.

Devan mengangguk heran.Pikirannya tidak menentu. Ada yang aneh dengan sikapPaman Begi.Ada sesuatu yang terjadi. Paman Begi orang yang periang dan  banyak berbicara. Sekali lagi, Devan  merasa bukan  berhadapan dengan sang Paman. Namun pikiran seperti itu segera ditepisnya. Mungkin lelaki itu akhir-akhir ini dilanda kelelahan menjelang masa panen. Dan Devan tidak peduli dengan semua omong kosong itu.

*****

terterlihat mhidudan mengawasi.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status