Share

Dewa Perang Tak Tertandingi
Dewa Perang Tak Tertandingi
Penulis: Siswa yang Tak Cerdas

Bab 1

“Apa kamu papaku? Aku lapar sekali. Mereka nggak kasih aku makan sedikit pun. Bahkan mereka mengurungku bersama anjing besar itu.”

“Anjing besar itu galak sekali. Dia menggigit sekujur tubuhku sampai luka begini. Sakit sekali dan menakutkan. Huhuhu ….”

Di Samudra Antrik, terjadi perang besar yang melibatkan banyak kapal yang saling bertempur di atas laut.

Sebuah telepon tiba-tiba berdering di sebuah menara komando kapal induk yang bergambar naga merah.

“Salah sambung,” jawab Raka lalu hendak menutup teleponnya.

“Nggak mungkin! Mamaku nggak mungkin bohong sama aku. Ayahku adalah Raka Gading dan namaku adalah Elena Gading. Mama bilang kalau dia nggak menyesal sudah mengenal Papa seumur hidupnya,” jelas suara di balik telepon.

Duar!

Raka merasa seperti disambar petir setelah menerima telepon dari anak itu.

Elena Gading!

“Jadi, kamu putriku!”

Namun, tiba-tiba saja terdengar suara nyaring dari balik telepon yang diikuti dengan teriakan gadis kecil itu.

“Dasar anak kurang ajar! Berani sekali kamu diam-diam menelepon orang lain!”

“Aaaa! Om, jangan pukul aku lagi! Aku janji nggak akan melakukan ini lagi ….”

Panggilan telepon itu tiba-tiba saja terputus.

“Pak Raka,” panggil Perempuan jangkung berseragam militer yang berada di belakangnya.

“Cepat siapkan pesawat khusus! Aku akan kembali ke Nagota kota Malda! Cepat!” seru Raka penuh emosi.

“Baik, Pak!”

Tidak lama kemudian, sebuah pesawat khusus berukuran besar terbang ke langit luas menuju Malda.

Puluhan kapal induk, ratusan kapal perang serta ratusan ribu pasukan berlutut mengantar kepergian pesawat yang ditumpangi oleh Raka.

Keesokan harinya.

Di kediaman keluarga Randala yang berada di pesisir barat Kota Malda.

Raka menarik napas panjang dengan perasaan cemas ketika melihat rumah yang berada di hadapannya saat ini. Lima tahun yang lalu, Raka diusir dari keluarganya sendiri. Bahkan keluarganya juga memburu dan hampir membunuhnya dalam sebuah peristiwa kecelakaan.

Untung saja, saat itu ada seorang perempuan cantik berambut panjang yang mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan Raka dalam kecelakaan itu. Akhirnya, Raka menikahi gadis itu sebagai wujud rasa terima kasihnya. Istrinya itu adalah anggota keluarga Randala yang kaya raya.

Namun, Raka memutuskan untuk masuk ke dalam dunia militer pada hari kedua pernikahannya. Akhirnya, Raka berhasil menorehkan namanya di dalam dunia militer sebagai seorang Dewa Perang setelah melewati berbagai macam peperangan.

Dia mengepalai 4 Panglima Raja Perang, 9 Raja Perang dan 108 Jenderal Perang.

Sebuah suara tiba-tiba saja memecah kesunyian di dalam rumah mewah itu. Ada sepasang laki-laki dan perempuan yang saling terjerat satu sama lain di atas sebuah kasur mewah yang berada di lantai dua kediaman keluarga Randala.

“Randy, jangan buru-buru begini. Kamu kan juga belum setuju untuk menikah denganku!”

“Gimana mungkin aku nggak buru-buru? Aku sudah benar-benar tidak tahan,” ujar Randy.

Kemudian dia menghela napas panjang seraya berkata, “Yura, berikan aku tubuhmu sekarang. Aku janji akan menikahimu setelah kamu bercerai sama laki-laki itu.”

“Aku nggak bisa bercerai sama laki-laki itu. Karena dia pastinya sudah mati di medan perang. Aku nggak berhasil menemukan informasi apa pun tentangnya. Aku pasti sudah bercerai sejak lama kalau saja dia masih hidup. Lagi pula, anaknya itu juga benar-benar menyusahkanku.”

“Oh iya, aku sudah mengirim anak itu ke arena pertarungan anjing. Dia pasti akan mati digigit anjing di sana. Jadi, kamu nggak perlu lagi repot-repot mengurus anak perempuan itu,” ujar Randy sambil tersenyum licik.

Seseorang tampak membeku di depan pintu kediaman keluarga Randala. Dia merasa bagai disambar petir ketika mendengar perkataan kedua sejoli itu.

Ke mana perginya gadis cantik, pemberani dan baik hati yang dinikahi Raka 5 tahun yang lalu. Kenapa sekarang perempuan itu berubah menjadi tukang selingkuh yang berani berhubungan intim dengan laki-laki lain? Bahkan perempuan itu juga melemparkan putrinya sendiri ke dalam kendang anjing.

Brak!

Raka berlari dengan sekuat tenaga menuju tempat di mana putrinya berada. Dia berlari dengan sangat cepat untuk menyelamatkan putrinya dengan amarah yang terus bergejolak di dalam hatinya. Putrinya digigit anjing ganas! Yura, kamu benar-benar keterlaluan!

Di arena pertarungan anjing.

Orang-orang berkerumun sampai penuh sesak di sebuah aula besar yang tampak seperti sebuah arena pertarungan. Semua orang yang tidak terhitung jumlahnya menatap dan berteriak ke arah sebuah kendang besi yang berada di tengah arena itu. Seorang laki-laki paruh baya bertubuh gemuk terlihat sedang memegang tiga buah rantai yang diikatkan di leher tiga ekor anjing besar yang tampak buas.

Ketiga anjing itu tampak menggong-gong ke arah seorang gadis kecil yang sedang meringkuk di pojok sangkar. Mungkin ketiga anjing itu sudah habis menerkam si gadis kecil kalau saja mereka tidak diikat dengan rantai.

Gadis kecil itu terlihat lemah dan kurus dengan luka memar di sekujur tubuhnya. Semua orang yang melihat sudah pasti tahu kalau gadis kecil sudah diperlakukan dengan buruk oleh orang-orang di sekitarnya. Dia meringkuk dengan tubuh yang menggigil dengan suara yang serak karena terlalu banyak menangis.

Pertarungan ini adalah sebuah pertarungan khusus antara anjing dan manusia.

Para penonton berseru sambil mengangkat tangan mereka yang mengepal, “Lepaskan ikatan anjing-anjing itu! Mulai saja pertarungannya!”

“Aku yakin anak perempuan itu nggak akan bertahan lebih dari 3 menit. Jadi, aku akan bertaruh 200 juta untuk kemenangan anjing-anjing itu!”

“Aku 100 juta!”

Ketiga anjing itu terlihat penuh semangat ingin segera menyerang gadis kecil itu. Bahkan mereka terus melompat-lompat sampai membuat ikatan rantai mereka hampir putus.

“Jangan sampai anjing-anjing itu menggigitku! Huhu ….”

Gadis kecil itu mencengkeram jeruji kendang emas dengan tangan kecilnya sambil terus menangis dan berkata, “Om, aku mohon selamatkan aku! Aku janji nggak akan makan kue lagi dan hanya akan makan sisanya saja.”

“Huhu …. Papa … Mama … di mana kalian ….”

“Gadis kecil, siapa suruh kamu terus saja merepotkan ibumu. Jadi, jangan salahkan aku atas kemalangan yang terjadi padamu,” ujar si laki-laki gemuk yang berada di depan Elena.

Ikatan anjing di tangannya tiba-tiba saja terlepas setelah dia selesai berbicara. Ketiga anjing itu dengan buas berlari ke arah Elena dan siap menerkamnya. Mulut mereka yang berwarna merah darah sudah siap untuk menerkam wajah mungil Elena.

Namun, tiba-tiba saja ….

Brak!

Seseorang muncul dan menghancurkan kendang besar itu hanya dengan satu pukulan. Kemudian dia menendang ketiga anjing besar sampai mereka terpental jauh. Tulang anjing-anjing besar itu jauh lebih besar dan kuat daripada anjing-anjing biasa. Namun, laki-laki itu berhasil membunuh ketiga anjing itu hanya dengan satu tendangan.

Semua penonton tercengang dengan apa yang dilakukan oleh laki-laki itu.

Siapa orang ini? Sungguh ganas!

Si laki-laki gemuk langsung melangkah mundur tanpa sadar sambil berkata, “Siapa … siapa kamu? Apa kamu tahu tempat apa ini?”

Namun, ekspresinya dalam sekejap berubah setelah dia berhasil melihat dengan jelas sosok laki-laki ganas itu.

“Raka Gading!” serunya dengan wajah penuh ketidakpercayaan.

“Aku tahu kamu! Kamu adalah Bonar, salah satu pengurus rumah di keluarga Randala,” ujar Raka sambil menatap Bonar tajam dengan niat membunuh yang sangat besar.

Padahal Bonar adalah seseorang yang terlihat jujur. Namun, nyatanya dia adalah orang yang sangat kejam. Bahkan dia dengan teganya membiarkan seorang gadis kecil yang merupakan putri dari Raka diserang oleh 3 ekor anjing besar dan ganas.

“Kamu … Elena, kan?” tanya Raka setelah mengalihkan tatapannya ke arah Elena yang sedang menangis di sudut kandang.

Tubuh gadis itu dipenuhi dengan luka dam memar. Pemandangan ini sungguh membuat hati Raka sakit dibuatnya.

Dia adalah Raka Gading yang memiliki jutaan pasukan di bawah naungannya. Dia disebut sebagai Dewa Perang dan memiliki nama harum di seluruh dunia. Namun, satu-sautnya darah daging yang dimilikinya harus diletakkan di sebuah kandang anjing dan menjadi bahan hiburan orang-orang. Bahkan gadis kecilnya hampir saja tewas diterkam oleh anjing-anjing besar di hadapan orang-orang ini!

Namun, Bonar justru mencibir ke arah Raka lalu berkata dengan nada merendahkan, “Aku pikir siapa yang tiba-tiba datang. Ternyata kamu si Raka Gading. Bukannya kamu sudah lama mati di medan perang?”

“Kamu seharusnya diam saja dan jalani hidupmu dengan baik. Lagi pula, kamu juga Cuma seorang menantu nggak berguna. Bahkan sekarang kamu dengan beraninya membunuh anjing-anjing kesayangan keluarga Randala,” lanjut Bonar tanpa rasa hormat sedikit pun.

Namun, tiba-tiba Bonar tidak lagi bisa berkata-kata. Karena Raka dengan cepat berbalik dan meraih lehernya lalu mengangkat tubuh Bonar dengan mudahnya.

“Ngapain kamu? Dasar pecundang!” seru Bonar dengan wajah yang mulai memerah.

“Kamu tanya aku mau ngapain? Bukannya kamu tadi mau kasih makan putriku untuk anjing-anjing itu?” tanya Raka sambil membawa Bonar menuju kendang anjing lainnya yang ada di dekat mereka.

Di dalam kendang itu terdapat ratusan anjing yang sedang melompat dengan ganasnya.

Wajah Bonar berubah ketakutan lalu dia pun berkata, “Kalau kamu berani ….”

Namun, Raka langsung melempar tubuh Bonar ke dalam kandang anjing tanpa menunggu laki-laki itu menyelesaikan kalimatnya.

Jeritan penuh kesakitan terdengar dengan sangat jelas dari dalam kandang. Tubuh Bonar habis dicabik-cabik oleh ratusan anjing ganas di dalam kendang.

Raka tersenyum puas melihat keadaan Bonar yang mengenaskan. Bagaimanapun juga, tidak ada yang boleh menghina putri seorang Dewa Perang.

“Elena ….”

Raka berjalan menghampiri Elena selangkah demi selangkah lalu berjongkok di hadapan gadis berusia 4 tahun itu. Kemudian dia memeluk Elena dengan sangat erat penuh dengan kasih sayang. Suaranya bergetar ketika dia memeluk putrinya, sekalipun dia adalah seorang Dewa Perang yang tak terkalahkan.

“Maaf …. Papa terlambat,” ujar Raka dengan suara bergetar.

Entah berapa lama Raka terus memeluk putrinya sampai tangisan gadis kecil itu perlahan mulai berhenti.

“Om ….”

Elena perlahan mengangkat kepalanya lalu menatap mata Raka yang tampak memerah. Dia pun menyeka air mata yang membasahi pipinya seraya berkata, “Apa kamu papaku? Tapi, Mama bilang kalau Papa sudah mati. Mama bilang kalau papaku adalah seorang pahlawan yang rela mengorbankan nyawanya untuk negara. Kamu bukan papaku. Papaku sudah mati!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status