Zhao Xueyan tersentak kecil, matanya menatap Niuniu yang berdiri dengan kepala menunduk.
“Apa sudah selesai?” tanya Zhao Xueyan. “Ya, Permaisuri. Lukanya telah hamba bersihkan dan obati sesuai saran, Yang Mulia,” jawab Niuniu. Zhao Xueyan mengangguk, dia kembali memasang hanfu lusuh miliknya sesekali meringis kecil. Niuniu dengan sigap membantu sang permaisuri yang terlihat lemah dan kesusahan memasang hanfu miliknya. “Niuniu!” seru Zhao Xueyan. Niuniu tersentak, gadis pelayan berusia 18 tahun terlihat melamun saat membantu Zhao Xueyan. Niuniu segera menghadap. “Ya, Yang Mulia?” suara Niuniu terdengar bergetar. “Ada apa denganmu? Kau terus saja melamun?” tanya Zhao Xueyan dingin. Niuniu menunduk, matanya memerah menahan tangis. Dia merasa wanita di depannya ini sangat berubah. “M—maafkan hamba, Yang Mulia,” cicit Niuniu. Zhao Xueyan menghela napasnya, dia tahu Niuniu pasti merasa asing dengan sikapnya. “Aku lapar. Bawakan sesuatu yang layak dimakan.” Niuniu mengangguk cepat. "I—izinkan hamba pergi, Yang Mulia," katanya, sebelum berlari keluar gubuk kecil yang menjadi tempat pengasingan mereka. Setelah Niuniu pergi, Zhao Xueyan menghela napas dalam-dalam. Ingatannya tentang tubuh ini perlahan kembali. “Tunggulah sebentar lagi. Aku akan membantumu mendapatkan keadilan, Permaisuri Zhao Xueyan,” gumam Zhao Xueyan. Zhao Xueyan merasa hidupnya dan hidup wanita ini sama. Mereka sama-sama dikhianati dan dibuang. Beberapa saat kemudian, Niuniu kembali dengan membawa sebuah mangkuk kecil. Isinya hanyalah sup encer dengan beberapa sayuran liar yang terapung dipermukaan. Zhao Xueyan memandangnya dengan mata menyipit. “Ini yang kau sebut makanan?” tanyanya dengan nada menusuk. Niuniu terisak, sujud semakin rendah. “Maafkan hamba, Yang Mulia. Hamba sudah mencari ke hutan, tetapi hanya ini yang bisa ditemukan.” Zhao Xueyan menghela napas panjang. Sebagai dokter, ia tahu tubuh ini membutuhkan nutrisi yang layak untuk pulih. Tetapi Zhao Xueyan juga memahami bahwa Niuniu sudah berusaha keras. Ia menahan amarahnya, mengganti nada bicara dengan sedikit lebih tenang. “Bangun, Niuniu,” kata Zhao Xueyan. “Aku tidak menyalahkanmu. Letakkan makanan itu di sini.” Niuniu mengangguk, segera memindahkan mangkuk ke meja di depan Zhao Xueyan. Zhao Xueyan mengambil sendok kayu, mencicipi sedikit sup tersebut. Rasanya hambar, dengan sedikit rasa pahit dari sayuran liar. “Ini tidak cukup,” gumam Zhao Xueyan, lebih kepada dirinya sendiri. Niuniu menatapnya dengan bingung. “Hamba akan mencari lagi besok, Yang Mulia,” ujarnya. Niuniu merasa bersalah pada sang junjungan, dia seharusnya memberikan makanan layak. Namun apa daya, pihak kekaisaran tidak mengirimkan bahan makanan sedikitpun. "Niuniu," panggil Zhao Xueyan setelah beberapa saat hening. "Apa kau tahu mengapa aku diasingkan ke tempat ini?” Niuniu mengangkat kepalanya, tampak ragu. "Hamba ... hamba tidak tahu pasti, Yang Mulia. Tapi orang-orang mengatakan bahwa Yang Mulia ... telah mendorong Selir Mei Xiao ke kolam dan membuat Kaisar murka.” Zhao Xueyan mendengus dingin. “Mendorong Selir Mei Xiao ke kolam? Aku rasa sebaliknya, dia hanya memfitnahku dan berusaha menghancurkan Permaisuri ini dengan kebohongannya.” Mata Niuniu melebar, dia tak menyangka jika perkataan itu keluar dari mulut permaisuri yang sangat dikenalnya, “Yang Mulia … a—ap maksud Anda?” tanya Niuniu. Zhao Xueyan tersenyum tipis, penuh arti. "Aku mungkin pernah bodoh, tapi aku tidak akan membiarkan diriku terus diinjak-injak. Mulai hari ini, semua akan berubah.” Niuniu menatap permaisuri itu dengan bingung dan takut. Bagaimana mungkin wanita lemah dan lembut yang ia kenal berubah menjadi sosok seperti ini? Tatapan dingin Zhao Xueyan, cara bicaranya yang tegas, semuanya berbeda. "Yang Mulia ... Anda berubah," gumam Niuniu lirih. Zhao Xueyan menatap Niuniu dengan tajam. "Aku harus berubah jika ingin bertahan. Kau dengar, Niuniu? Jika kita ingin hidup, kita harus pintar dan tidak bergantung pada belas kasihan siapa pun." Niuniu menunduk. Hatinya campur aduk antara rasa takut dan kekaguman. Meski dia tak sepenuhnya mengerti perubahan ini, dia tahu satu hal, permaisurinya yang baru ini bukan orang yang bisa diremehkan. “Persiapkan dirimu. Jika lukaku telah mengering, kita akan berlatih bersama. Aku tidak ingin, kau ditindas oleh para pelayan itu.” “Baik, Yang Mulia. Hamba siap!” Niuniu bertekad akan melindungi permaisuri di depannya dengan sepenuh jiwa.Setelah kedua bayi kembar itu dibersihkan dan dibedong dengan kain sutra lembut, Zhao Xueyan terlihat berbaring lemah namun wajahnya dipenuhi senyum kebahagiaan. Ratu Bing Qing duduk di samping ranjang, menggendong cucu laki-lakinya dengan hati-hati, menatap wajah mungil itu dengan penuh kasih. “Cucu nenek tampan sekali, benar-benar seperti ayahnya,” gumam Ratu Bing Qing sambil tersenyum haru. Di sisi lain, Kaisar Tian Ming duduk di samping Zhao Xueyan sambil menggendong bayi perempuannya. Tangannya mengusap pelan pipi sang putri yang putih kemerahan itu dengan mata berkaca-kaca. “Putriku, cantik sekali. Benar-benar mirip ibumu.” Saat itu Raja Zhao Yun mendekat, menatap sang cucu perempuan dengan tatapan gemas. Dia lalu menatap Kaisar Tian Ming dengan alis terangkat. “Yang Mulia, izinkan aku menggendong cucuku sebentar,” ujarnya sambil mengulurkan tangan. Namun Kaisar Tian Ming langsung memalingkan tubuhnya, menjauhkan sang putri dari jangkauan Raja Zhao Yun sambil menatapnya den
Sembilan bulan kemudian…Di paviliun Naga, suasana terlihat sangat tegang. Suara jeritan dan napas terengah-engah terdengar memenuhi ruangan. Zhao Xueyan terbaring dengan tubuh penuh peluh, rambutnya menempel di wajah pucatnya. Tangannya mencengkeram erat kain di bawahnya.“Arghhh … ahhh .…” suara Zhao Xueyan parau menahan sakit yang luar biasa.Di samping ranjang, Kaisar Tian Ming memegangi tangan istrinya dengan mata merah menahan tangis. Tangannya yang besar membelai kepala Zhao Xueyan dengan lembut.“Sayang, bertahanlah, sebentar lagi … sebentar lagi bayi kita lahir .…” suara Tian Ming bergetar menahan rasa sakit yang seolah ikut dia rasakan.Zhao Xueyan menatap suaminya dengan mata penuh air mata.“Tian Ming, sakit sekal i… ahhhh .…” jeritnya kembali menggema.Di sisi lain, Tabib Sun dengan sigap memeriksa sambil memberikan aba-aba.“Yang Mulia Permaisuri … tarik napas … lalu dorong! Sekarang!”Zhao Xueyan menarik napas dalam, menahan tangisnya, lalu mengejan sekuat tenaga.Niuni
Sebulan kemudian…Istana kekaisaran Tianyang kembali pada suasana damai dan megah seperti sedia kala. Setelah sekian lama diliputi ketegangan dan intrik kotor, kini suara musik lembut, aroma dupa, dan tawa bahagia terdengar di setiap sudut istana.Hari ini, Kaisar Tian Ming mengadakan perayaan besar-besaran untuk merayakan kehamilan sang istri tercinta, Permaisuri Zhao Xueyan.Terlihat Zhao Xueyan duduk anggun di singgasananya dengan hanfu putih bersulamkan benang emas, perutnya yang mulai membuncit menambah aura keibuannya. Ia tersenyum menatap rakyat dan para pejabat yang datang untuk memberi selamat.Seorang pejabat tua menatap Zhao Xueyan dengan senyum ramah lalu menangkupkan tangan memberi hormat.“Selamat atas kehamilan Yang Mulia Permaisuri, semoga putra atau putri yang lahir kelak membawa kejayaan dan kebahagiaan bagi Kekaisaran Tianyang.”Zhao Xueyan tersenyum lembut sambil membalas hormat dengan anggun. “Terima kasih atas doanya, Menteri Li.”Tak jauh dari sana, Kaisar Tian
Setelah Putri Min Ji beserta keluarganya diseret keluar aula penobatan dengan jeritan histeris, suasana altar kembali hening. Hanya terdengar suara napas berat Ibu Suri Gao yang perlahan melangkah mendekati suaminya.Dengan mata berkaca-kaca, Ibu Suri Gao menatap Kaisar Tian Jing. Tubuhnya bergetar menahan tangis. Kedua tangannya meraih lengan sang suami dengan lembut, seolah takut sentuhannya akan membuat pria itu menghilang lagi.“Suamiku … Jing’er … akhirnya kau kembali,” suaranya serak bergetar penuh kerinduan. “Aku … aku merindukanmu setiap hari. Aku mengira telah kehilanganmu selamanya.”Tapi tatapan Kaisar Tian Jing tidak menunjukkan kehangatan yang diharapkan sang istri. Matanya hanya menatap Ibu Suri Gao dengan sorot dingin yang penuh kekecewaan.Melihat itu, Ibu Suri Gao menelan ludah. Hatinya berdebar tak karuan. Perlahan ia bertanya dengan suara gemetar.“Ada … ada apa, suamiku? Kenapa kau menatapku seperti itu? Kenapa kau menatap istrimu dengan tatapan seperti itu? Apa ke
Saat itu, seluruh aula penobatan terdiam membeku. Hening yang menyesakkan seolah menelan semua suara. Hanya suara napas ketakutan Putri Min Ji yang terdengar pelan.Tiba-tiba, terdengar suara berat yang menua namun tegas memecah keheningan itu.“Benarkah … aku akan mati, Min Ho?”Suara itu bergema pelan namun menusuk ke jantung setiap orang yang mendengarnya.Semua orang menoleh dengan cepat, menatap ke arah sumber suara. Di sudut ruangan, di antara deretan kursi para tamu bangsawan, tampak sosok seorang pria tua dengan pakaian kekaisaran meski telah lusuh. Rambutnya sudah beruban seluruhnya, namun matanya tajam penuh wibawa.Deg! Itu Kaisar Tian Jing.Dia berdiri tegak meski tubuhnya kurus, tatapannya menusuk lurus pada Tuan Min Ho di atas altar.Di sampingnya, berdiri Zhao Xueyan dengan hanfu putih polos dan selendang biru. Wajah Zhao Xueyan tanpa riasan, namun sorot matanya begitu dingin dan tajam. Tatapannya mengarah pada Putri Min Ji dengan tatapan meremehkan yang menusuk.Mulut
Ibu Suri Gao menatap tajam ke arah Tuan Min Ho. Suaranya bergetar menahan amarah dan keterkejutan yang luar biasa.“Apa maksudmu Kaisar Tian Jing akan mati?” suaranya meninggi, matanya menatap tajam. “Suamiku itu sudah lama mangkat! Jangan menyebut-nyebut namanya sembarangan roh beliau akan merasa kau mempermainkan hal ini!”Tuan Min Ho justru tertawa terbahak-bahak. Tawanya terdengar menakutkan di tengah keheningan aula. Semua orang menatapnya dengan kengerian. Putri Min Ji yang terduduk menangis, perlahan menatap ayahnya dengan mata penuh harap.Nyonya Kim Na melangkah mendekat, menatap putrinya dengan senyum menenangkan. Dengan lembut namun tegas, dia membantu Putri Min Ji berdiri sambil berbisik pelan namun terdengar jelas.“Bangunlah, putriku. Kita belum kalah.”Mendengar itu, Putri Min Ji perlahan menghapus air matanya. Matanya yang bengkak kini menatap dengan sinar penuh harap, senyum kecil kembali muncul di wajahnya.Tuan Min Ho menatap lurus pada Ibu Suri Gao. Tatapan matanya