“Ugh!”
Keluh seorang wanita lirih, matanya mengerjap menyesuaikan dengan cahaya remang pada obor. Aroma lembab kayu lapuk menyergap indra penciumannya. Dia mengerjapkan mata, mencoba mengenali tempatnya berada. “Permaisuri! Anda sadar!” Suara tangis histeris membuat Zhao Xueyan terkejut. Dia menoleh dan mendapati seorang gadis dengan pakaian lusuh menangis di depannya. “Apa yang ... terjadi?” tanya Zhao Xueyan. Tubuhnya terasa seperti dihantam palu berkali-kali. “Yang Mulia, Anda selamat! Syukurlah ….” Gadis pelayan itu terus tersedu-sedu tanpa menjelaskan lebih lanjut. Zhao Xueyan sambil meringis sesekali, menyandarkan tubuhnya pada dipan kayu. Rasa sakit di punggungnya masih terasa. Sesaat kemudian, memori seperti hujan deras menyerang pikirannya. Zhao Xueyan baru saja pulang dari dinas malam, dia ingin merayakan ulang tahun tunangannya. Namun, saat dia mengintip, pemandangan itu menghancurkannya. Di sana, Ruiqi, tunangannya, tengah bercumbu mesra dengan Meiling, sahabatnya. Dan yang lebih menyakitkan, hubungan mereka sudah sangat jauh, hingga menghasilkan anak. Ruiqi tega mempermainkannya hanya demi harta. Karena tak ingin mati sendirian, dia meledakkan rumahnya sendiri. “Permaisuri!” Zhao Xueyan membuka mata, napasnya tersengal. Tubuhnya basah oleh keringat. ‘Aku ... seharusnya mati,’ pikirnya. Tapi, gelang giok di pergelangan tangannya bersinar samar. Ia ingat kilatan hijau yang melindunginya sebelum ledakan. “Permaisuri?” Gadis pelayan itu berbicara lagi, membuyarkan lamunan Zhao Xueyan. “Apa kau Niuniu?” tanya Zhao Xueyan, suaranya dingin. Gadis pelayan itu terkejut. “Benar, Yang Mulia. Tapi ... Anda tampak berbeda.” suara Niuniu terdengar gugup. Zhao Xueyan tidak menjawab. Dalam ingatannya, permaisuri ini adalah wanita malang yang dianggap bodoh dan tak berguna. Difitnah, dicambuk, lalu diasingkan ke desa Qinghe. Namun kini, tubuh itu adalah miliknya. Ia mengepalkan tangan. ‘Ini adalah kesempatan kedua,’ pikir Zhao Xueyan. ‘Aku akan mengubah nasibku dan membalas dendam!’ “Niuniu!” panggil Zhao Xueyan tegas. “Aku butuh beberapa benda untuk membersihkan luka ini.” Suara Zhao Xueyan terdengar sangat dingin. Membuat Niuniu meneguk ludahnya kasar. “Tapi Yang Mulia, luka Anda terlalu parah! Anda butuh tabib—” Ucapan Niuniu terhenti, saat mata tajam Zhao Xueyan menghunus padanya. “Tabib tidak akan datang,” potong Zhao Xueyan dingin. “Kita tidak punya koin. Aku bisa merawatnya sendiri. Ambilkan alat tulis!” titah Zhao Xueyan datar. Niuniu tampak bingung, tetapi ia tetap menuruti perintah Zhao Xueyan. Tangannya gemetaran saat memberikan kuas dan tinta pada Zhao Xueyan. "Niuniu, lihat ini," ujar Zhao Xueyan sambil menggambar dua jenis tanaman di atas tanah. "Ini guozhen dan lidah buaya." Zhao Xueyan menggambarnya dengan detail, lalu melanjutkan penjelasan. "Pertama, bawakan aku beberapa daun guozhen," pintanya. "Tanaman itu biasanya tumbuh di sekitar batu basah. Daunnya akan mencegah infeksi." Gadis pelayan itu mendengarnya dengan seksama, meski di matanya terlihat keraguan. "Dan ini," lanjutnya sambil menunjuk gambar lidah buaya, "Lidah buaya. Cairannya dapat menenangkan luka. Jangan lupa didihkan air bersih untuk membersihkan alat dan luka ini.” Niuniu menerima kertas itu dengan wajah heran. Permaisuri yang ia kenal tidak memiliki keahlian apapun, apalagi pengetahuan tentang tanaman obat. “Apa ini sudah cukup, Yang Mulia?” tanya Niuniu. Zhao Xueyan mengangguk. “Hmm … ah! Jangan lupa untuk menghaluskan daun guozhen itu!” “Baik! Hamba akan mencarinya sekarang juga, Yang Mulia,” ucap Niuniu sebelum bergegas keluar. Zhao Xueyan menatap gelang giok di tangannya. Kilauannya tampak memudar, tetapi ia tahu, benda ini telah memberinya kehidupan kedua. Zhao Xueyan tersenyum tipis, matanya memancarkan keteguhan. “Aku akan menunjukkan kepada dunia siapa aku sebenarnya dan menjadi kultivator terhebat.” Mata Zhao Xueyan kembali tertutup. Namun, bayangan pengkhianatan tunangan dan sahabatnya, terngiang di telinga. Suara desahan Meiling dan suara tawa kecil Ruiqi terngiang. Bahkan demi untuk berduaan, mereka bahkan meliburkan para pekerja di mansion miliknya. Ledakan bom membuat Zhao Xueyan tersentak. “Permaisuri!” Zhao Xueyan menoleh. “Kau sudah datang rupanya! Letakkan semuanya disini, dan bantu aku untuk membersihkan luka ini dulu dengan air itu!” “Baik Yang Mulia!” Zhao Xueyan membuka hanfu lusuhnya, luka-luka di tubuh itu terlihat menganga, membuat Niuniu menangis. “Apa yang kau lakukan?! Cepat bersihkan saja! Aku bisa menahannya!” suara Zhao Xueyan membuat Niuniu tersentak kecil. “Baik Permaisuri!” Niuniu mulai membersihkan luka-luka itu dengan pelan dan penuh kehati-hatian. Sesekali terdengar dari mulut Zhao Xueyan mendesis. Ingatan Zhao Xueyan, kembali terlempar saat Ruiqi tunangannya menodongkan pistol ke arahnya. Bahkan suara pistol yang memekakkan telinga masih terngiang. “Permaisuri!”Niuniu menyikut bahu sang nona pelan, lalu terkikik kecil. “Nona, kau bicara seperti pahlawan wanita dari cerita lama.”Zhao Xueyan melirik pelayannya sambil berbisik nakal, “Bukankah hidupku memang sudah seperti kisah dari kitab tua?”Semua tertawa kecil, namun hanya sebentar. Karena para pelayan wanita kekaisaran mulai berdatangan untuk memulai tahap persiapan terakhir yaitu ritual upacara pernikahan. Di luar paviliun, suara genderang dan gong mulai terdengar. Rakyat berkerumun, meneriakkan nama Kaisar Tian Ming dan calon permaisuri mereka, Dewi Penyembuh Surgawi.*Di saat seluruh penjuru kekaisaran Tianyang tengah bersuka cita menyambut pernikahan agung esok hari, satu tempat justru tampak bertolak belakang: Paviliun Ibu Suri Gao.Tidak ada lentera merah, tidak ada bunga segar, bahkan tak terdengar suara musik seperti di tempat lain. Yang tampak hanyalah kain putih yang menggantung lesu di sepanjang pilar paviliun. Langit-langit dihias dengan kain duka, dan aroma dupa yang membak
Beberapa minggu setelah kekacauan mereda dan kedamaian kembali menyelimuti Kekaisaran Tianyang, suasana berubah drastis. Jalan-jalan dari desa ke desa yang tadinya dijaga ketat oleh para prajurit, kini dipenuhi dengan hiasan-hiasan indah berwarna merah dan emas. Bendera-bendera kebesaran kekaisaran dikibarkan di setiap gerbang desa yang ada di benua Yunzhu. “Buat hiasan yang lebih indah lagi! Pernikahan Yang Mulia Kaisar dan Nona Zhao Xueyan harus sempurna!” seru salah satu prajurit memberikan arahan pada rakyat. “Baik!” Di seluruh penjuru benua Yunzhu, berita menggembirakan itu menyebar luas, sang kaisar Tian Ming akan menikah dengan Zhao Xueyan, wanita yang telah membawa banyak perubahan baik bagi kekaisaran. Rakyat menyambut kabar itu dengan antusias luar biasa.Pasar-pasar ramai, toko-toko kain kebanjiran pesanan, anak-anak berlarian dengan baju baru, dan para orang tua memasak makanan terbaik mereka untuk dibagikan. “Sebentar lagi, Yang Mulia Kaisar akan menikah! Semoga semua
Keesokan paginya, halaman paviliun tamu dipenuhi suara langkah kaki dan derap sepatu para pengawal. Rombongan Kekaisaran Zhengtang tampak bersiap, kuda-kuda telah disiapkan, kereta emas dengan lambang naga merah pun telah menanti. Kaisar Zheng Yu berdiri tegak dengan jubah kebesarannya, tatapannya tenang namun menyimpan sesuatu.Di sisi lain halaman, Kaisar Tian Ming dan Zhao Xueyan berdiri dalam diam. Angin pagi menyapu pelan helai rambut keduanya, membawa suasana yang terasa dingin dan tegang.Sebelum naik ke keretanya, Kaisar Zheng Yu berjalan mendekati mereka. Sorot matanya tak lepas dari Zhao Xueyan, senyuman kecil tersungging di bibirnya meski jelas tak sampai ke matanya.“Xueyan,” panggilnya dengan suara datar namun mengandung nada personal, “Aku akan menunggumu kembali ke Kekaisaran Zhengtang. Aku yakin suatu hari kau akan memilih untuk pulang.”Zhao Xueyan memandangi pria itu dengan ekspresi tanpa gelombang. Suaranya tenang saat ia menjawab, “ Yang Mulia Kaisar Zheng Yu, ada
Larut malam menyelimuti langit Kekaisaran Tianyang. Angin berhembus pelan, membawa hawa dingin yang menusuk kulit. Di dalam kompleks istana, keheningan malam hanya diselingi suara jangkrik dan gemericik air di kolam teratai. Namun di antara bayangan gelap, siluet seorang pria muncul mendekati paviliun timur tempat tinggal Zhao Xueyan.Pria berpakaian serba hitam itu melangkah ringan, tak meninggalkan jejak di tanah. Penutup wajah menutupi identitasnya, hanya sepasang mata tajam dan senyum licik yang terlihat jelas saat dia melihat para penjaga di sekitar paviliun itu. Tak lama, pria itu melesat dan menyerang penjaga dengan sangat cepat. Shut!Brugh! Brugh! Pria itu tersenyum licik saat para penjaga dalam hitungan detik sudah tidak sadarkan diri. “Semua sudah berjalan sesuai rencana .…” bisiknya, suara rendah itu sarat obsesi.Dengan cepat, dia melompat ke jendela dan masuk ke kamar Zhao Xueyan. Lampu lentera telah padam, hanya ada sinar remang dari luar yang menyusup ke dalam rua
Di paviliun tamu yang tenang, terlihat Kaisar Zheng Yu duduk santai di kursi ukiran naga, dikelilingi oleh beberapa pengawal kepercayaannya. Wajahnya tampak tenang, namun sorot matanya dingin dan penuh perhitungan.Seorang prajurit masuk dengan langkah cepat, berlutut dan menunduk dalam.“Yang Mulia,” lapor sang prajurit, “Para pejabat Kekaisaran Tianyang telah dieksekusi pagi ini. Kepala mereka dipenggal di alun-alun di depan rakyat.”Kaisar Zheng Yu mendengus pelan, tanpa sedikit pun menunjukkan simpati. “Jangan bahas orang-orang bodoh itu. Mereka gegabah … dan mati karena kebodohan mereka sendiri.” Ia melambaikan tangannya, menyuruh prajurit itu mundur.Belum sempat keheningan kembali menyelimuti paviliun, pintu terbuka dan tangan kanan kaisar masuk tergesa, membawa gulungan surat yang terikat di kaki seekor burung utusan. Dengan cekatan, ia menyerahkan surat itu pada kaisar.Zheng Yu menyipitkan mata dan membuka gulungan tersebut. Semakin lama membaca, ekspresinya berubah. Wajahny
Langit tampak kelabu, seolah ikut berduka bersama suara riuh tangis yang menggema di seluruh alun-alun kekaisaran. D*rah masih menetes dari balok-balok kayu eksekusi yang baru saja digunakan untuk memenggal kepala para pengkhianat. Pejabat Bao, Menteri Xiao, Menteri Lin, Menteri Kiri Zhen, dan Pejabat Suo kini telah tiada. Kepala mereka diletakkan dalam peti tertutup, sementara tubuh mereka ditutupi kain putih.“Suamiku! Kenapa jadi seperti ini?” suara lirih penuh kepahitan keluar dari bibir Nyonya Bao. Isak tangis pecah, tak hanya dari para pelayan yang menyaksikan dari kejauhan, namun terutama dari para nona bangsawan dan istri para menteri yang kini terduduk lemas di tepi alun-alun. “Tidak! Ini pasti mimpi!” seru nona Zhen hingga akhirnya jatuh pingsan. Beberapa dari mereka juga jatuh pingsan karena tidak kuat melihat pemandangan mengerikan itu. Kaisar Tian Ming berdiri tegak di atas panggung tinggi, mengenakan jubah kebesarannya, tatapannya tajam dan dingin, tak bergeming sed
Keesokan paginya, langit masih muram dan angin pagi berembus dingin saat alun-alun kekaisaran kembali dipenuhi rakyat dari berbagai penjuru. Suasana terasa tegang. Para penjaga berdiri di posisi masing-masing, menjaga barikade yang memisahkan rakyat dari panggung eksekusi yang tinggi dan kokoh.Tak lama, suara roda besi yang berderit kasar kembali terdengar. Empat kereta berkerangkeng muncul di balik gerbang istana. Di dalamnya, Pejabat Bao, Menteri Lin, Menteri Xiao, dan Menteri Zhen terlihat lesu. Tangan dan kaki mereka dirantai, wajah mereka kusut, penuh kecemasan.Rakyat yang menyaksikan langsung mulai berbisik.“Bukankah itu … Menteri Zhen?!” bisik seorang warga.“Apa yang terjadi? Bukannya mereka orang penting di istana?” bisik yang lain.“Kenapa mereka diperlakukan seperti penjahat?” gumam rakyat lainnya dengan nada panik.“Kenapa mereka mau dieksekusi?”Begitu kereta berhenti di depan panggung utama, Kaisar Tian Ming berdiri angkuh dalam jubah kaisarnya. Di sampingnya, Zhao Xu
Di bawah langit sore yang mulai merona jingga, angin semilir berhembus lembut di taman Paviliun Timur. Di dalam gazebo yang dinaungi atap kayu melengkung, Zhao Xueyan duduk santai dengan mengenakan pakaian sederhana berwarna biru lembut. Di hadapannya, sebuah kompor gas kecil dari ruang dimensi menyala dengan api biru yang stabil. Aroma gurih mie instan yang sedang dimasak menguar menggoda.Niuniu berdiri di sampingnya dengan kedua tangan terlipat di depan, wajahnya penuh antusias. Beberapa pelayan lainnya berdiri sedikit jauh, saling pandang dengan ekspresi penasaran.“Apa benda itu sebenarnya?” bisik salah satu pelayan.Niuniu menoleh dan menjelaskan dengan suara pelan, “Itu disebut kompor gas kecil. Dan yang dipakai nona untuk memasak itu panci. Kedua benda itu, nona Zhao Xueyan yang membuatnya.”Niuniu tentu tidak bisa berkata itu berasal dari ruang dimensi, meskipun Niuniu masih bertanya-tanya dari mana benda-benda yang ada di ruang dimensi itu. Salah satu pelayan menyipitkan ma
Di kediaman pejabat Bao, seorang pelayan berlari dengan wajah cemas setelah mendengar sebuah kabar. “Nyonya harus tahu!” gumamnya penuh kecemasan. Pelayan itu membungkuk hormat di depan Nyonya Bao, istri pejabat Bao Setelah tiba di ruangan sang tuan yang sedang melakukan minum teh bersama dengan para istri menteri. Pelayan itu berkata dengan gugup, “Yang mulia kaisar telah memerintahkan penangkapan terhadap pejabat Bao … beliau … kini ditahan di istana.”“Apa?!” Nyonya Bao sontak berdiri dari duduknya, matanya membelalak. “Tapi pagi ini beliau pergi untuk menerima penghargaan dari kaisar! Bagaimana bisa berubah seperti ini?!”Pelayan hanya menunduk, gelisah. “Kami … kami juga tidak tahu, nyonya.”Para istri menteri yang lain juga tak kalah terkejutnya, mereka terdiam dengan wajah syoknya. **Sama seperti di kediaman Bao, hal itu juga terjadi di taman dalam paviliun keluarga bangsawan Xiao, para nona dari kalangan menteri dan pejabat berkumpul, duduk di bawah paviliun megah yang di