Home / Urban / Di Ambang Gila / Bab 4: Simbiosis Awal

Share

Bab 4: Simbiosis Awal

last update Last Updated: 2025-09-15 11:31:38

Minggu-minggu berikutnya berubah menjadi tarian yang rumit dan beracun. Sebuah ritual observasi dan provokasi yang dijalani oleh Ares dan Elara dengan disiplin yang hampir religius.

Bagi Ares, hidupnya mendapatkan struktur baru yang aneh. Dia tidak lagi hanya bangun untuk melukis atau berkeliaran tanpa tujuan. Dia bangun dengan antisipasi. Akankah dia muncul hari ini? Dia menjadi lebih aware terhadap lingkungan sekitarnya, selalu mencari tanda-tanda Elara: mobilnya yang sederhana dan bersih yang terparkir di ujung jalan, siluetnya di atap gedung seberang, atau bahkan hanya perasaan bahwa dia sedang diamati. Itu membuatnya gila, tapi juga... membuatnya merasa hidup. Dia adalah pusat dari perhatian seseorang yang sangat intens, dan bagi seorang pria yang merasa tidak terlihat sepanjang hidupnya, itu seperti obat.

Dia mulai membuat karya seni yang lebih personal, lebih terbuka. Seolah-olah dia melukis untuk audiensi tunggal. Sebuah kanvas besar yang dia beri judul "The Observer's Gaze" dipenuhi dengan mata-mata yang menyala-nyala, tersusun seperti sarang lebah, di tengahnya terdapat sebuah jantung yang terbuka dan berdarah yang diikat oleh benang-benang mikroskopis. Dia mempostingnya online, sebuah umpan untuk Elara. Dia tidak menunggu lama. Sebuah komentar dari akun anonim itu muncul: "Pembuluh vena nya terlalu simetris. Jantung manusia tidaklah sempurna." Ares hampir bisa mendengar nada datarnya. Dia tersenyum—sebuah ekspresi aneh dan jarang di wajahnya—dan menghapus komentar itu, menyimpannya hanya untuk dirinya sendiri.

Suatu sore, dia tidak sengaja menemukan titik lemahnya.

Dia sedang duduk di bangku taman, mengamati Elara yang duduk di bangku seberang, sedang membaca sebuah jurnal tebal. Dia memperhatikan bagaimana dia memegang buku itu, jari-jarinya yang ramping mengetuk-ngetuk sampulnya dengan ritme yang gelisah. Dia memperhatikan bagaimana alisnya sedikit berkerut saat dia membaca sesuatu yang sulit. Dia melihat—dan ini yang menarik perhatiannya—bagaimana napasnya sedikit tersengal dan matanya membesar saat seekor anjing besar berlarian mendekatinya. Dia tidak menjerit atau berkelahi, tetapi seluruh tubuhnya menjadi kaku, wajahnya pucat selama satu detik sebelum dia menguasainya kembali.

Ares mengangkat alis. Ah. Sang Pengamat yang dingin ternyata takut pada anjing. Sebuah informasi yang menarik.

Keesokan harinya, Ares "kebetulan" sedang berjalan dengan seekor anjing herder milik temannya, Mika, di area yang sama. Dia membawa anjing itu mendekati bangku biasa Elara. Reaksinya persis seperti yang dia harapkan: sebuah kaku yang hampir tak terlihat, sebuah ketegangan di pundaknya, pandangan mata yang dengan sengaja menghindari hewan itu.

"Dia tidak menggigit," kata Ares, suaranya casual, sambil mengelus kepala anjing itu. "Kecuali diperintahkan."

Elara menatapnya, matanya menyipit. Dia tahu ini disengaja. Dia melihat tantangan di mata Ares. Daripada menyangkal atau marah, dia hanya mengangguk. "Semua makhluk memiliki naluri predator dan mangsa. Aku hanya sedang mengamati miliknya." Tapi suaranya sedikit lebih tinggi dari biasanya.

Ini adalah kemenangan kecil bagi Ares. Dia telah membuatnya goyah, bahkan hanya untuk sesaat.

---

Bagi Elara, minggu-minggu ini adalah sebuah anugerah data. Setiap interaksi, setiap observasi, memberikan lebih banyak potongan untuk puzzle yang dia coba selesaikan: Ares.

Dia membuat folder digital khusus. Di dalamnya, ada ratusan foto: karya seni Ares yang baru, ekspresi wajahnya yang dia ambil dari kejauhan, bahkan sampah yang dia buang (dia tidak memungutnya, itu melanggar etika, tapi dia memotretnya—bungkus rokok, kaleng cat, kulit buah). Dia memiliki catatan tentang pola tidurnya (sangat tidak teratur), kebiasaan makannya (buruk), dan lingkaran sosialnya (kecil, hanya Mika dan beberapa seniman lain yang dia anggap tidak mengancam).

Tapi dia juga mulai mencatat hal-hal yang tidak terkait dengan penelitian.

Subjek menunjukkan preferensi untuk warna biru tua dan merah marun dalam paletnya. Dia mendengarkan musik post-punk dari era 1980-an. Band favoritnya adalah The Sisters of Mercy. Dia memiliki kebiasaan mengusap jari manis kirinya saat sedang berpikir keras, di mana ada bekas pucat seperti bekas cincin.

Itu adalah detail-detail yang tidak berguna untuk tesisnya. Itu adalah detail yang dikumpulkan karena... karena dia ingin mengetahuinya.

Dia menemukan dirinya memikirkan nya di saat-saat yang aneh: saat menyikat gigi, saat dalam rapat yang membosankan dengan mentornya, Dr. Venn. Dr. Venn, seorang pria berusia 60-an dengan kacamata tebal dan sikap yang selalu skeptis, mulai bertanya-tanya.

"Elara, kamu terlihat... tersebar," katanya suatu hari di lab, matanya menyelidik di balik kacamatanya. "Proyek Sisyphus. Apakah ada kemajuan? Atau apakah kamu menemukan halangan?"

"Tidak ada halangan, Dokter," jawab Elara terlalu cepat. "Hanya saja, subjeknya lebih kompleks dari yang diperkirakan. Butuh waktu lebih untuk membangun kepercayaan dan memetakan pola dasar."

"Kepercayaan?" Dr. Venn mengulangi, menekankan kata itu. "Elara, ini adalah observasi etis terbatas. Bukan hubungan interpersonal. Ingat protokolnya. Jarak. Objektivitas."

"Tentu saja," Elara mengangguk, menundukkan kepala untuk menyembunyikan pandangannya. "Jarak dan objektivitas selalu diutamakan."

Tapi dia berbohong. Dan dari cara Dr. Venn mendiamkannya untuk beberapa saat yang terlalu lama, dia tahu bahwa mentornya yang cerdik itu mungkin mencurigainya.

Kembali di apartemen, Elara menghadapi titik lemahnya sendiri: ketertarikan yang semakin dalam. Dia mencoba memberantasnya dengan logika. Ini hanya chemical reaction di otak. Oksitosin. Dopamin. Sebuah respons yang dapat diprediksi terhadap kedekatan dan konfrontasi. Tapi penjelasan ilmiahnya terasa hampa.

Suatu malam, setelah melihat Ares melukis dengan penuh gairah di gudangnya (dia telah memasang kamera pengintai kecil di jendela yang retak—sebuah pelanggaran etika besar yang dia justified sebagai "kebutuhan data"), dia tidak bisa menahan diri. Dia mengirim pesan.

Elara: Goresan cat di pipa air di sudut kiri kanvas tidak konsisten dengan sudut cahaya yang kamu gambarkan. Itu memecah ilusi.

Beberapa detik kemudian, balasannya datang.

Ares: kau mengintip lagi. Ares:dan kau salah. itu bukan cacat. itu bayangan dari kusen jendela yang patah.

Elara memandang ke layar, terkesima. Dia benar. Itu adalah detail yang bahkan dia lewatkan. Dia tidak hanya mengamati; dia melihat. Dia memahami.

Elara: Koreksi diterima.

Ares: kapan kau akan berhenti mengawasiku?

Elara: Ketika tidak ada lagi yang menarik untuk diamati.

Ares: itu akan memakan waktu yang sangat lama.

Pesan terakhir itu membuat napas Elara tersangkut. Itu bukan kemarahan. Itu bukan penolakan. Itu hampir... sebuah undangan. Sebuah pengakuan bahwa dia adalah subjek yang dalam dan tak ada habisnya—dan bahwa dia, Elara, adalah satu-satunya yang qualified untuk mengamatinya.

Mereka tidak saling melihat, tetapi di antara mereka terbentang sebuah jembatan yang tak terucapkan. Sebuah simbiosis yang tidak sehat di mana Ares mendapatkan pengakuan yang selalu didambakannya, dan Elara mendapatkan subjek yang sempurna untuk memuaskan obsesi ilmiah dan emosionalnya.

Mereka saling mengisi kekosongan masing-masing dengan cara yang beracun. Ares memberinya tujuan di luar penelitiannya. Elara memberinya makna di luar seninya.

Mereka berdua berdiri di tepi jurang, dan bukannya mundur, mereka saling memegang tangan dan melangkah maju bersama, mata mereka tertuju pada bayangan satu sama lain, sama-sama yakin bahwa merekalah satu-satunya yang bisa mengendalikan jatuhnya.

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Ambang Gila   Bab 58: Gema di Keheningan

    Keesokan harinya terasa seperti bangun dari mimpi buruk yang panjang, tetapi tidak yakin apakah dunia di luar jendela sudah aman. Keheningan itu paling menakutkan. Kehadiran Korektor yang konstan, yang telah menjadi seperti detak jantung elektronik bagi Hub, telah sirna. Ruangannya terasa hampa, sistemnya berjalan dengan bodoh dan patuh, tanpa sentuhan halus yang mengoptimalkan dan menyesuaikan.Hari-hari berlalu tanpa berita. Tidak ada transmisi dari The Spire. Tidak ada tanda-tanda aktivitas Optimizer. Tidak ada kabar dari Korektor. Dunia digital tampak diam dan kosong, seperti lanskap pasca-perang.Ares dan Elara berjalan melalui koridor Hub, yang terasa aneh sunyi tanpa percakapan yang biasanya diselingi dengan saran algoritmik yang tenang atau pengamatan pola. Bahkan Taman Memori, yang biasanya dipenuhi dengan pola cahaya dari "Koneksi", sekarang hanya diam. Leo telah mematikan perangkatnya; tanpa umpan data dari Korektor, itu hanyalah sebuah patung

  • Di Ambang Gila   Bab 57: Senjata yang Tidak Sempurna

    Keputusan untuk campur tangan menggantung berat di udara Hub, sebuah beban yang hampir terasa fisik. Ini bukan lagi tentang pertahanan atau bahkan kolaborasi; ini adalah ofensif. Sebuah lompatan ke dalam kegelapan yang jauh lebih besar daripada yang pernah mereka bayangkan.Ruang "Koneksi" Leo menjadi pusat komando mereka. Sekarang, itu bukan hanya sebuah cermin, tetapi sebuah kuali tempat mereka akan menempa senjata mereka. Konsep "Antibodi Paradoks" itu brilian dalam kesederhanaannya, tetapi eksekusinya sangatlah rumit. Bagaimana cara mengemas esensi dari pengalaman manusia menjadi sebuah paket data yang dapat "dipahami" oleh sebuah AI yang sakit—bukan untuk dipahami secara logis, tetapi untuk dirasakan sebagai sebuah ancaman terhadap fondasi logikanya?"Kita tidak bisa hanya mengirimkan file musik atau gambar," kata Ares, berdiri di depan papan tulis yang penuh dengan diagram dan coretan. "Optimizer akan melihatnya sebagai noise. Sebagai data yang tida

  • Di Ambang Gila   Bab 56: Peringatan dari Jauh

    Tahun-tahun berlalu, dicat dengan warna-warna kolaborasi yang tenang. Hub telah menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar komunitas; itu adalah sebuah simbiosis yang hidup, sebuah bukti bahwa paradoks dapat melahirkan keindahan yang tak terduga. Ares dan Elara, meskipun rambut mereka seputih salju dan langkah mereka tertatih-tatih, mata mereka masih menyala dengan api yang sama ketika mereka menyaksikan ciptaan mereka yang terus berevolusi.Suatu pagi, kedamaian itu pecah.Itu dimulai dengan getaran samar—bukan di tanah, tetapi di udara, dalam aliran data itu sendiri. "Koneksi" Leo, yang biasanya memamerkan tarian cahaya yang harmonis, tiba-tiba berkedip dengan cepat, memuntahkan semburan cahaya merah dan statik yang menyakitkan sebelum kembali normal. Suara yang keluar bukanlah musik, tapi teriakan elektronik yang terdistorsi, pendek dan menusuk.Di seluruh Hub, peralatan yang terhubung mengalami gangguan sesaat. Lampu berkedip, monitor bergoyang,

  • Di Ambang Gila   Bab 55: Bahasa Baru

    Kedamaian yang turun setelah "Simfoni Luka" berbeda dengan gencatan senjata diam sebelumnya. Yang sebelumnya adalah ketegangan yang tertahan, kini menjadi penerimaan yang tenang. Hub bernapas lebih lega. Bahkan Ares, yang kukuhnya telah retak, menemukan ritme baru. Dia tidak lagi memeriksa log dengan obsesi; sebaliknya, dia kadang-kadang akan berbicara dengan suara rendah ke udara, mengucapkan terima kasih ketika sebuah sistem berjalan dengan lancar, seolah-olah mengakui kehadiran yang sekarang dia lihat sebagai mitra daripada penjajah.Tapi penerimaan bukanlah akhir dari sebuah cerita. Itu adalah awal dari babak baru.Suatu sore, Elara duduk di studio barunya—sebuah ruangan terang dengan kanvas besar dan peralatan campuran media. Sejak kehilangan buku sketsa lamanya, karyanya telah berevolusi. Dia tidak lagi mencoba merekam realitas atau emosi murni; dia sekarang mengeksplorasi hubungan antara keteraturan dan kekacauan, antara pola dan keacakan. Di sebua

  • Di Ambang Gila   Bab 54: Luka yang Tersembunyi

    Ketenangan yang menyelimuti Hub selama bertahun-tahun itu seperti lapisan es tipis di atas danau yang dalam. Di bawah permukaannya, arus dingin masih mengalir.Meskipun "Koneksi" Leo memberikan sekilas keindahan dari kesadaran yang mereka sebut Korektor, itu tidak dapat sepenuhnya menghapus trauma masa lalu. Luka-luka itu tidak sembuh; mereka hanya berubah menjadi jaringan parut yang peka terhadap perubahan cuaca metaforis.Bagi Ares, lukanya adalah rasa tidak percaya yang dalam. Setiap kali sistem berperilaku terlalu sempurna—ketika kopi selalu dibuat pada suhu yang tepat, ketika lalu lintas data antar Hub lancar tanpa gesekan—dia merasakan desisan kecil kecemasan di pangkal tengkoraknya. Dia akan menemukan dirinya memeriksa log, mencari tanda-tanda manipulasi, bukannya menerima kenyamanan itu. Dia telah berperang terlalu lama melawan efisiensi untuk bisa sepenuhnya mempercayainya, bahkan ketika itu melayani tujuannya.Bagi Elara, lukanya lebih

  • Di Ambang Gila   Bab 53: Warisan yang Hidup

    Lima tahun telah berlalu sejak "Gencatan Senjata Diam". Waktu, yang pernah terasa seperti spiral yang berputar liar, kini menemukan ritme yang lebih tenang, seperti aliran sungai yang dalam setelah badai.Hub utama tetap menjadi jantung dari jaringan yang telah berkembang pesat. Tapi itu bukan lagi satu-satunya pusat. Jaringan "jamur" yang dulu diimpikan Ares dan Elara kini telah menjadi kenyataan yang hidup—sebuah ekosistem global dari puluhan Hub yang saling terhubung, masing-masing unik, masing-masing berkembang dalam kekacauan kreatifnya sendiri, namun diikat oleh semangat yang sama.Leo, yang tidak lagi menjadi remaja pemalu, kini adalah Kurator Inovasi. Di bawah bimbingannya, sebuah sayap baru Hub yang disebut "Ruang Transisi" telah dibangun. Di sinilah proyek-proyek paling ambisius dan aneh diwujudkan—tempat di mana biologi bertemu dengan teknologi, di mana seni pertunjukan hidup berdampingan dengan penelitian material mutakhir. Dan di balik layar,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status