Beranda / Romansa / Di Antara Dua Dunia / Bab 1 – Jatuh ke Dunia yang Salah

Share

Di Antara Dua Dunia
Di Antara Dua Dunia
Penulis: Founna Math

Bab 1 – Jatuh ke Dunia yang Salah

Penulis: Founna Math
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-03 20:21:35

Bab 1 – Jatuh ke Dunia yang Salah

Dentuman keras. Cahaya menyilaukan. Lalu… sunyi.

Seo Haneul terbangun dalam pelukan tanah lembap dan daun-daun basah. Aroma dedaunan dan tanah yang asing menyengat hidungnya, membuat perutnya mual. Ia membuka mata perlahan—langit di atasnya bukan langit Seoul. Langit itu berwarna keperakan, ditaburi semburat ungu, dan burung-burung asing melintas dalam diam.

“Apa ini... mimpi?” bisiknya pelan, suara serak keluar dari tenggorokan yang kering.

Ia mencoba duduk, namun seluruh tubuhnya terasa seperti diremukkan. Lengan kirinya berdarah, dan di pelipisnya menganga luka kecil. Ia mengingat suara rem mendecit, cahaya menyilaukan, dan... lalu ia di sini. Di tempat asing ini.

Langkah kaki terdengar dari balik semak. Refleks, Haneul meraih sebatang kayu di sampingnya dan berdiri dengan susah payah. Seorang pria muda muncul—tinggi, rambut hitam gelap, mata tajam seperti elang. Ia mengenakan jubah panjang dan membawa tombak pendek.

“Siapa kau?” tanyanya tegas, tombaknya terangkat setengah.

Seo Haneul menelan ludah. “Namaku Seo Haneul. Aku tidak tahu kenapa aku bisa ada di sini. Aku... aku pikir aku mengalami kecelakaan.”

Pria itu memperhatikan Haneul dengan sorot waspada, lalu mengangguk pelan. “Dunia Luar... lagi,” gumamnya, nyaris tak terdengar. “Kau harus ikut denganku sebelum terlalu malam. Hutan ini tidak aman.”

“Aku tidak akan ikut dengan orang asing,” Haneul bersikeras, meskipun lututnya hampir roboh.

“Kalau kau bertahan di sini sendirian, kau hanya akan jadi mangsa makhluk malam. Aku Kim Jaewon. Percaya atau tidak, aku mencoba menyelamatkanmu.”

Haneul ragu, tapi kegelapan di balik pepohonan terlalu pekat, dan suara-suara aneh mulai terdengar dari kejauhan.

“Baik. Tapi kalau kau macam-macam, aku bisa melawan,” katanya, meski jelas ia nyaris roboh.

Jaewon tersenyum kecil. “Kita lihat nanti siapa yang menyerang duluan.”

Jaewon membawanya melewati jalur hutan sempit menuju sebuah desa tersembunyi. Rumah-rumah batu berdiri rapat, jalan tanah dihiasi lentera kristal biru, dan penduduk menatap Haneul dengan mata curiga dan bisik-bisik pelan.

“Kenapa mereka melihatku seperti itu?” tanya Haneul.

“Karena orang dari Dunia Luar jarang muncul. Dan kalau pun ada, tidak selalu membawa kebaikan,” jawab Jaewon.

“Kau percaya aku ancaman?” tanya Haneul, mulai marah.

Jaewon menatapnya. “Aku belum memutuskan.”

Mereka tiba di rumah kayu sederhana. Di dalamnya hangat, dengan dinding batu dan perapian kecil yang menyala. Haneul duduk, membalut lukanya dengan kain yang diberikan Jaewon.

“Aku cuma ingin pulang,” katanya pelan.

“Kalau begitu, kau harus tahu sesuatu. Dunia ini tidak bekerja dengan logika tempat asalmu. Kau berada di Arangyeon, dunia yang berdiri di antara batas alam dan waktu. Dan begitu kau lewat Gerbang Bintang, tidak ada jalan pulang yang mudah.”

Haneul mengernyit. “Gerbang Bintang? Maksudmu aku melintasi portal atau semacamnya?”

“Lebih rumit dari itu,” kata Jaewon. “Kau adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Tapi apakah kau siap mengetahuinya?”

Haneul menunduk. “Sejak kecil, aku selalu merasa... tidak cocok. Di sekolah, di rumah, di tempat kerja. Aku pikir itu karena aku terlalu ambisius. Tapi sekarang... entah kenapa, tempat ini terasa—anehnya—akrab.”

Jaewon menatapnya lama. “Kau bukan orang biasa, Seo Haneul.”

Keesokan harinya, Jaewon membawanya ke kuil tua di puncak bukit. Di sana, seorang wanita tua berdiri menunggu—rambut putih panjang, mata menusuk, mengenakan jubah ungu tua yang dihiasi simbol bintang.

“Elder Yoon,” kata Jaewon sambil menunduk hormat.

Wanita itu menatap Haneul lama, lalu tersenyum kecil. “Akhirnya kau datang. Dunia ini telah lama menantimu.”

Haneul merasa jantungnya berdetak lebih cepat. “Apa maksudmu?”

“Kau adalah keturunan dari penjaga keseimbangan. Darah dalam tubuhmu membawa jejak sihir kuno, yang dulu dikutuk dan dibuang ke Dunia Luar karena pengkhianatan.”

“Pengkhianatan?” Haneul menggenggam lututnya erat. “Orang tuaku? Aku bahkan tidak tahu siapa mereka.”

Elder Yoon mengangguk pelan. “Karena itulah kau datang ke sini. Untuk mencari jawaban. Untuk menemukan siapa dirimu sebenarnya. Dan... untuk memilih.”

“Memilih apa?” desaknya.

“Antara membalas dendam atau memutus rantai masa lalu. Dunia ini butuh penyelamat, tapi penyelamat sejati harus menyelesaikan luka di dalam dirinya dulu.”

Malam itu, Haneul duduk sendiri di tepi sungai. Bayangan bulan memantul di permukaan air. Ia memikirkan kata-kata Elder Yoon dan Jaewon. Tentang darah, pengkhianatan, takdir... dan dirinya sendiri.

“Mungkin aku memang lahir di tempat yang salah... tapi untuk tujuan yang benar,” bisiknya.

Angin malam berhembus, membawa suara-suara dari masa lalu yang belum pernah ia ingat—dan mungkin, akan segera terungkap.

Founna Math

**Catatan Penulis:** Bab pertama *Di Antara Dua Dunia* memperkenalkan Haneul, seorang arsitek yang terseret ke dunia lain tanpa tahu siapa dirinya sebenarnya. Di balik keindahan dunia Arangyeon, tersembunyi rahasia besar tentang darah yang mengalir di tubuhnya, dan masa lalu yang telah dilupakan dengan sengaja. Bab ini adalah awal dari perjalanan pencarian jati diri, pertemuan takdir, dan bayangan dendam yang siap menyeruak. Jika kamu menyukai kisah fantasi dengan konflik batin, dunia magis, dan misteri identitas yang membara, maka kisah ini akan membawamu jauh melampaui batas dua dunia. Selamat datang di Arangyeon.

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 61: Tanah yang Tidak Pernah Dijanjikan

    Bab 61: Tanah yang Tidak Pernah Dijanjikan Udara di sekitar Retakan Timur terasa lebih tipis dari biasanya. Bahkan angin pun seakan enggan mendekat, menghormati batas yang memisahkan realitas. Cahaya biru lembut berdenyut di antara dua lapisan dimensi, menciptakan gema aneh, seperti napas panjang dari entitas tak terlihat. Dunia Antara… bukan lagi sekadar batas. Ia hidup, bernapas, dan bereaksi. Seo Haneul berdiri di ambang jurang, jubah ungu tua berkibar perlahan. Di belakangnya, para penjaga sihir dan ilmuwan Seowon bersiaga dengan alat pemantau dan artefak pelindung. Namun hanya satu yang menemani langkahnya: Hamin. "Aku tahu aku berjanji akan menunggumu," kata Hamin, memeriksa sarung tangannya yang dilapisi pelindung dimensi. "Tapi aku tak bisa tinggal diam saat kau melangkah ke tempat yang bahkan waktu pun enggan menyentuh." Haneul tersenyum tipis. "Dan aku tahu aku tak bisa mencegahmu." Jaewon mendekat, menyerahkan kristal se

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 60: Gerbang yang Tak Pernah Sepi

    Bab 60: Gerbang yang Tak Pernah SepiUdara di sekitar Retakan Timur menipis. Bahkan angin pun enggan menyentuh batas yang membelah kenyataan. Cahaya biru lembut bergetar di antara dua lapisan dimensi, menciptakan gema aneh seperti napas panjang dari makhluk yang belum terlihat. Dunia Antara… tidak lagi sekadar batas. Ia hidup. Ia merespons.Seo Haneul berdiri di tepi celah itu, jubah ungu-kelamnya berkibar pelan. Di belakangnya, para penjaga sihir dan ilmuwan dari Seowon menunggu dengan perangkat pemantau dan artefak pelindung. Namun hanya satu yang melangkah bersamanya: Hamin.“Aku tahu aku berjanji akan menunggumu,” kata Hamin sambil memeriksa sarung tangannya yang berlapis pembungkus dimensi. “Tapi aku tak bisa diam saja jika kau masuk ke tempat yang bahkan waktu pun enggan menyentuhnya.”Haneul menatapnya, tersenyum kecil. “Dan aku tahu aku tak bisa mencegahmu.”Jaewon mendekat, menyer

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 59: Saat Batas Menyatu

    Bab 59: Saat Batas Menyatu Langit Aeloria kini terbentang tanpa batas: tidak lagi terbelah oleh sihir dan teknologi, tidak lagi dipagari oleh dogma atau dendam. Setelah penyatuan Menara Ketiga, udara di antara dunia terasa berbeda—lebih berat, lebih hidup. Tapi juga rapuh, seperti benang cahaya yang masih menunggu untuk dijalin agar tak tercerai kembali.Di puncak menara, Seo Haneul berdiri membisu. Angin baru menyapu rambutnya, membawa aroma tanah Arangyeon dan logam dingin dari kota Seowon. Dunia telah berubah. Namun dirinya… belum sepenuhnya utuh.“Kau terlihat seperti orang yang baru dilahirkan kembali,” ujar Jaewon dari belakang, suaranya rendah.Haneul menoleh, senyum tipis menghiasi wajah letihnya. “Aku merasa seperti itu. Tapi juga seperti... seseorang yang baru saja kehilangan sesuatu yang tak bisa dijelaskan.”Jaewon berjalan mendekat, menatap hamparan langit yang kini bersih dari pet

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 58: Dua Jiwa di Satu Langit

    Bab 58: Dua Jiwa di Satu LangitLangit Aeloria terbuka perlahan seperti kelopak bunga yang kehilangan warna. Di tengah pusaran cahaya dan bayangan, Haneul berdiri berdampingan dengan Hamin—jiwa kembar yang terpisah dunia, namun menyatu oleh takdir. Di antara mereka, seberkas cahaya berdenyut perlahan, seolah menjadi jembatan dari seluruh kemungkinan masa depan yang belum dipilih.Bayangan dari dunia yang gagal masih menggantung di udara. Ia tak memiliki bentuk tetap, matanya kosong namun memancarkan rasa kehilangan yang mendalam. Sosok itu bukan sekadar musuh—ia adalah sisa dari harapan yang gagal, jiwa yang terlambat memilih.“Kalian datang terlalu jauh,” suara itu bergema, retak dan tajam. “Kalian berpikir cinta dan pengorbanan bisa menebus dunia? Tidak ada yang bisa menghapus apa yang telah hancur.”Hamin melangkah maju. Suaranya rendah, tetapi mengandung kekuatan yang baru ia temukan dalam dirinya.

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 57: Cermin dari Dunia yang Gagal

    Bab 57: Cermin dari Dunia yang Gagal“Setiap pilihan yang tidak diambil tetap hidup, sebagai bayangan dari keputusan yang telah dibuat. Dan di dalam bayangan itu, dunia terus bernapas—dalam kehancuran yang tak pernah terjadi.”Gelap. Bukan malam, bukan kehampaan, tapi kegelapan yang basah, padat, dan berat. Ketika Haneul membuka matanya, ia tahu bahwa ini bukan Aeloria. Udara terasa pahit. Tanah yang dipijaknya seperti abu. Langit di atasnya retak, memancarkan kilatan merah dari celahnya, seolah langit sendiri menahan tangis yang tak bisa ditumpahkan.Ia berdiri di tengah kota. Atau yang dulunya kota.Gedung-gedung runtuh, ditelan akar logam dan api. Jalan-jalan penuh puing dan potongan peradaban: buku-buku terbakar setengah, robot penjaga yang membeku dalam posisi seperti berdoa, dan... sumpah-sumpah yang tertulis pada kelopak pohon kini berubah menjadi abu hitam.Di tengah reruntuhan, berdiri s

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 56: Tanda dari Langit Merah

    Bab 56: Tanda dari Langit Merah“Kebebasan adalah cahaya pertama yang dibutuhkan dunia. Tapi yang kedua adalah ujian: apakah cahaya itu cukup untuk bertahan di tengah kegelapan yang datang tanpa alasan.”Langit Aeloria pagi itu tidak seperti biasanya. Bukan karena warnanya—tetap biru lembut dengan semburat keemasan—melainkan karena keheningan yang turun begitu pekat, seolah alam sedang menahan napas. Di barat, kabut menggantung di antara pepohonan tinggi hutan Qairan, dan di tengahnya… berdiri sesuatu yang belum pernah dilihat siapa pun.Kristal merah gelap.Menancap di tengah padang, tertanam dalam tanah, dan berdenyut perlahan seolah memiliki detak jantungnya sendiri.“Dari langit semalam,” gumam Mira, saat ia berdiri bersama Haneul, Hamin, dan Jaewon di perbatasan hutan. “Itu bukan bintang. Bukan benda langit. Rasanya… seperti pesan.”“Bukan hany

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status