Sinopsis "Di Antara Dua Dunia" Seo Haneul, seorang arsitek muda berbakat dari kota futuristik Seowon, menjalani hidup penuh ambisi namun tanpa arah. Ketika sebuah kecelakaan misterius membawanya ke dunia fantasi bernama Arangyeon, ia bertemu Kim Jaewon, seorang pemimpin kharismatik yang menjaga keseimbangan dunia yang indah namun rapuh itu. Di Arangyeon, Haneul menemukan kedamaian yang selama ini ia cari, tetapi juga rahasia besar yang mengancam kedua dunia. Cinta tumbuh di antara Haneul dan Jaewon, meski mereka tahu hubungan itu mustahil. Dunia modern ingin menguasai teknologi kuno Arangyeon, dan satu-satunya cara untuk menyelamatkan keduanya adalah dengan memisahkan mereka selamanya. Di tengah konflik dua dunia dan perasaan yang kian dalam, Haneul harus memilih: kembali ke hidupnya yang kosong di Seowon atau bertahan di Arangyeon dengan risiko menghancurkan segalanya. "Di Antara Dua Dunia" adalah kisah tentang cinta terlarang, pengorbanan, dan perjalanan menemukan tempat di mana hati benar-benar berada.
Lihat lebih banyakBab 1 – Jatuh ke Dunia yang Salah
Dentuman keras. Cahaya menyilaukan. Lalu… sunyi. Seo Haneul terbangun dalam pelukan tanah lembap dan daun-daun basah. Aroma dedaunan dan tanah yang asing menyengat hidungnya, membuat perutnya mual. Ia membuka mata perlahan—langit di atasnya bukan langit Seoul. Langit itu berwarna keperakan, ditaburi semburat ungu, dan burung-burung asing melintas dalam diam. “Apa ini... mimpi?” bisiknya pelan, suara serak keluar dari tenggorokan yang kering. Ia mencoba duduk, namun seluruh tubuhnya terasa seperti diremukkan. Lengan kirinya berdarah, dan di pelipisnya menganga luka kecil. Ia mengingat suara rem mendecit, cahaya menyilaukan, dan... lalu ia di sini. Di tempat asing ini. Langkah kaki terdengar dari balik semak. Refleks, Haneul meraih sebatang kayu di sampingnya dan berdiri dengan susah payah. Seorang pria muda muncul—tinggi, rambut hitam gelap, mata tajam seperti elang. Ia mengenakan jubah panjang dan membawa tombak pendek. “Siapa kau?” tanyanya tegas, tombaknya terangkat setengah. Seo Haneul menelan ludah. “Namaku Seo Haneul. Aku tidak tahu kenapa aku bisa ada di sini. Aku... aku pikir aku mengalami kecelakaan.” Pria itu memperhatikan Haneul dengan sorot waspada, lalu mengangguk pelan. “Dunia Luar... lagi,” gumamnya, nyaris tak terdengar. “Kau harus ikut denganku sebelum terlalu malam. Hutan ini tidak aman.” “Aku tidak akan ikut dengan orang asing,” Haneul bersikeras, meskipun lututnya hampir roboh. “Kalau kau bertahan di sini sendirian, kau hanya akan jadi mangsa makhluk malam. Aku Kim Jaewon. Percaya atau tidak, aku mencoba menyelamatkanmu.” Haneul ragu, tapi kegelapan di balik pepohonan terlalu pekat, dan suara-suara aneh mulai terdengar dari kejauhan. “Baik. Tapi kalau kau macam-macam, aku bisa melawan,” katanya, meski jelas ia nyaris roboh. Jaewon tersenyum kecil. “Kita lihat nanti siapa yang menyerang duluan.” Jaewon membawanya melewati jalur hutan sempit menuju sebuah desa tersembunyi. Rumah-rumah batu berdiri rapat, jalan tanah dihiasi lentera kristal biru, dan penduduk menatap Haneul dengan mata curiga dan bisik-bisik pelan. “Kenapa mereka melihatku seperti itu?” tanya Haneul. “Karena orang dari Dunia Luar jarang muncul. Dan kalau pun ada, tidak selalu membawa kebaikan,” jawab Jaewon. “Kau percaya aku ancaman?” tanya Haneul, mulai marah. Jaewon menatapnya. “Aku belum memutuskan.” Mereka tiba di rumah kayu sederhana. Di dalamnya hangat, dengan dinding batu dan perapian kecil yang menyala. Haneul duduk, membalut lukanya dengan kain yang diberikan Jaewon. “Aku cuma ingin pulang,” katanya pelan. “Kalau begitu, kau harus tahu sesuatu. Dunia ini tidak bekerja dengan logika tempat asalmu. Kau berada di Arangyeon, dunia yang berdiri di antara batas alam dan waktu. Dan begitu kau lewat Gerbang Bintang, tidak ada jalan pulang yang mudah.” Haneul mengernyit. “Gerbang Bintang? Maksudmu aku melintasi portal atau semacamnya?” “Lebih rumit dari itu,” kata Jaewon. “Kau adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Tapi apakah kau siap mengetahuinya?” Haneul menunduk. “Sejak kecil, aku selalu merasa... tidak cocok. Di sekolah, di rumah, di tempat kerja. Aku pikir itu karena aku terlalu ambisius. Tapi sekarang... entah kenapa, tempat ini terasa—anehnya—akrab.” Jaewon menatapnya lama. “Kau bukan orang biasa, Seo Haneul.” Keesokan harinya, Jaewon membawanya ke kuil tua di puncak bukit. Di sana, seorang wanita tua berdiri menunggu—rambut putih panjang, mata menusuk, mengenakan jubah ungu tua yang dihiasi simbol bintang. “Elder Yoon,” kata Jaewon sambil menunduk hormat. Wanita itu menatap Haneul lama, lalu tersenyum kecil. “Akhirnya kau datang. Dunia ini telah lama menantimu.” Haneul merasa jantungnya berdetak lebih cepat. “Apa maksudmu?” “Kau adalah keturunan dari penjaga keseimbangan. Darah dalam tubuhmu membawa jejak sihir kuno, yang dulu dikutuk dan dibuang ke Dunia Luar karena pengkhianatan.” “Pengkhianatan?” Haneul menggenggam lututnya erat. “Orang tuaku? Aku bahkan tidak tahu siapa mereka.” Elder Yoon mengangguk pelan. “Karena itulah kau datang ke sini. Untuk mencari jawaban. Untuk menemukan siapa dirimu sebenarnya. Dan... untuk memilih.” “Memilih apa?” desaknya. “Antara membalas dendam atau memutus rantai masa lalu. Dunia ini butuh penyelamat, tapi penyelamat sejati harus menyelesaikan luka di dalam dirinya dulu.” Malam itu, Haneul duduk sendiri di tepi sungai. Bayangan bulan memantul di permukaan air. Ia memikirkan kata-kata Elder Yoon dan Jaewon. Tentang darah, pengkhianatan, takdir... dan dirinya sendiri. “Mungkin aku memang lahir di tempat yang salah... tapi untuk tujuan yang benar,” bisiknya. Angin malam berhembus, membawa suara-suara dari masa lalu yang belum pernah ia ingat—dan mungkin, akan segera terungkap.Bab 52: Dunia yang Belum Bernama“Setiap dunia lahir dari pilihan. Tapi dunia ini… lahir dari pengampunan.”Langit di atas mereka bukan milik Arangyeon, juga bukan Seowon. Ia bergelombang seperti napas dalam tidur panjang, berwarna biru muda dengan semburat emas di ujung-ujung cakrawala. Dua matahari mengambang di langit seperti mata dewa yang tenang, seolah mengawasi kelahiran sesuatu yang belum diberi nama.Seo Haneul berdiri di tepi danau jernih, diam memandangi permukaan air yang memantulkan dua bayangan: dirinya sendiri, dan Hamin—saudara kembarnya, yang kini duduk bersila di sampingnya dengan mata terpejam, seolah mencoba memahami detak dunia baru yang perlahan menggeliat.Di sekitar mereka, tanah yang semula kosong mulai menghidupkan dirinya. Akar-akar menjulur dari bawah, menciptakan pola seperti urat pada kulit bumi. Bunga-bunga putih yang belum pernah ada sebelumnya mekar tanpa suara, mengeluarkan aroma samar yang mengingatkan pada kenangan masa kecil—masa yang tidak pernah
Bab 51 – Mata yang Tak TertidurLembah Tenggelam mulai menunjukkan wujud aslinya. Dedaunan yang semula tampak layu kini menyala dengan warna ungu tua. Tanah bergetar, bukan karena gempa biasa, melainkan resonansi dari sesuatu yang jauh lebih besar—lebih tua dari sihir, lebih dalam dari kehendak manusia.Selaneth, makhluk berjubah putih keperakan yang baru saja terbangun, menatap Seo Haneul dengan mata tanpa pupil. Tatapan itu bukan sekadar penglihatan, melainkan penilaian—seolah ia menimbang seluruh isi jiwanya dalam satu pandangan.“Kau berada di batas,” katanya dengan suara yang terdengar seperti gema dari langit dan bumi bersamaan. “Satu langkah ke depan, dan kau takkan pernah bisa kembali menjadi manusia biasa.”Haneul menelan ludah. Ia mencoba bicara, namun suaranya tercekat oleh tekanan yang tak kasat mata. Di antara tangannya, liontin peninggalan ibunya berden
Bab 50 – Lembah TenggelamKabut menyelimuti dunia seperti jubah waktu. Lembah Tenggelam bukan hanya wilayah terlarang, tapi nadi rahasia Arangyeon yang terlupakan—tempat sihir purba dan dosa masa lalu saling mengunci dalam tidur panjang. Langit di atasnya tak pernah biru, hanya abu-abu suram yang membungkam cahaya bulan.Seo Haneul melangkah sendirian, hanya berbekal jubah pelindung dan liontin ibunya yang kini nyaris tidak bercahaya. Di sekelilingnya, kabut seperti makhluk hidup—bergerak mengelilingi, menyentuh kulit, berbisik dengan suara yang tidak berasal dari bumi maupun dimensi manapun.“Kenapa kau datang?” bisik kabut, dalam suara ratusan jiwa.Haneul tidak menjawab. Ia terus melangkah, menembus semak dan batu raksasa yang tertutup lumut tua. Dalam hatinya, ia merasakan kegelisahan yang tak bisa dijelaskan. Bukan karena takut, tapi karena merasa… sedang diawasi oleh masa lalu.Lorong batu
Bab 49 – Bayangan dalam DarahAngin malam Arangyeon berembus lirih, namun menusuk lebih dalam dari biasanya. Udara dipenuhi aroma lembap tanah yang baru saja disiram hujan sihir. Di kejauhan, langit masih retak, menyisakan luka di langit yang tak bisa dijahit hanya dengan kemenangan. Di permukaan, seolah dunia kembali tenang. Namun di dalam, semua orang tahu: badai sesungguhnya baru akan dimulai.Seo Haneul berdiri di balkon Menara Bintang, tubuhnya diam, tapi pikirannya tidak. Sejak pertempuran melawan Jihoon, sesuatu dalam dirinya berubah. Bukan hanya karena dia selamat, tapi karena dia merasa... ditinggalkan.“Ibuku memilih untuk menghilang,” gumamnya lirih. “Tapi kenapa aku merasa dia masih menyembunyikan sesuatu dariku?”Suara langkah pelan terdengar di belakang. Jaewon.“Kau belum tidur lagi,” katanya, bersandar di sisi balkon.Haneul hanya mengangguk pel
Bab 48 – Gerbang yang Retak Langit Arangyeon tampak sekarat. Awan ungu pekat menyelimuti horizon, berkilat-kilat seperti luka terbuka di angkasa. Di balik kabut, gema retakan terdengar pelan namun menusuk, menandakan batas antar dunia mulai melebur. Suara burung-burung roh telah menghilang, digantikan oleh senyap yang terlalu sempurna—pertanda bahwa dunia sihir sedang menahan napas.Seo Haneul berdiri di pelataran Menara Bintang, matanya menatap langit yang tak lagi murni. Aura hangat dari kristal peninggalan ibunya kini berdenyut cepat di telapak tangannya—seolah merasakan bahaya yang mendekat. Tak jauh darinya, Jaewon, Mira, dan Elder Yoon bersiap siaga, dikelilingi oleh para penjaga Arangyeon yang membentuk formasi sihir perlindungan.“Retakannya semakin besar,” ujar Mira pelan. “Energi dari Seowon menyusup ke dalam aliran sihir Arangyeon. Jika dibiarkan, dunia kita bisa runtuh dari dalam.”“Ini bukan retakan biasa,” Elder Yoon menyempitkan matanya. “Ini lubang dimensi. Dan seseora
Bab 47 – Bayangan dari SeowonKabut tipis mengambang di koridor-koridor kaca Divisi 7. Suara langkah mereka dipantulkan berkali-kali oleh dinding logam yang dingin dan steril. Di dunia ini, suara manusia kalah oleh dengungan mesin dan napas algoritma. Dunia yang dulu Haneul kenal kini hanya bayangannya sendiri—lebih sunyi, lebih kosong.Di setiap layar hologram yang mereka lewati, wajah Haneul muncul dengan label "Target Aktif: Kode ∆-HA032". Di sisi lain, sensor di dinding mendeteksi jejak aura sihir dalam tubuh mereka.“Seberapa dalam kita harus turun?” tanya Hamin, berbisik sambil memegang jimat pelindung.Haneul menatap layar kecil di gelangnya. “Hanya satu lantai lagi. Ruang pusat penyimpanan kenangan ada di bawah Biolab. Di sanalah fragmen Ibu kemungkinan masih bertahan.”Mereka berbelok ke koridor sempit. Aroma antiseptik bercampur ozon menusuk hidung. Setiap detik yang lewat membuat Haneul merasa seakan napasnya tak lagi miliknya sendiri.Namun sebelum mereka mencapai pintu pu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen