Beranda / Romansa / Di Antara Dua Dunia / Bab 2: Dunia yang Berbeda

Share

Bab 2: Dunia yang Berbeda

Penulis: Founna Math
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-03 20:23:59

Seo Haneul memandang pria di depannya dengan tatapan penuh kebingungan, seolah mencoba mencari jawaban dari sorot matanya yang dingin dan tajam. Napasnya masih tersengal-sengal, sementara pikirannya berusaha keras mencerna segala hal aneh yang baru saja terjadi. Nama "Arangyeon" terasa asing di telinganya, namun anehnya menyentuh sisi terdalam dirinya yang tidak pernah ia sadari sebelumnya. Dunia ini, dengan segala keindahan dan keajaibannya, terasa seperti mimpi yang nyata, seperti dongeng yang hidup. Namun, di balik keindahan itu, ada sesuatu yang ganjil, sesuatu yang menimbulkan rasa takut bercampur penasaran.

"Arangyeon?" ulang Haneul dengan suara kecil, bergetar oleh emosi yang bercampur aduk. Ia mengerutkan alis, mencoba memastikan bahwa ia tidak salah dengar. "Apa itu? Dan bagaimana aku bisa sampai di sini?" tanyanya dengan nada yang semakin tergesa, meskipun ia tahu pria di depannya mungkin tidak akan memberikan jawaban yang mudah dipahami.

Kim Jaewon memandangnya dengan pandangan yang sulit diterjemahkan. Sorot matanya seperti mencoba membaca setiap lapisan keberadaan Haneul, mencari sesuatu yang bahkan Haneul sendiri tidak tahu ada di dalam dirinya. "Arangyeon adalah dunia yang terletak di antara dimensi," kata Jaewon akhirnya, suaranya rendah namun penuh wibawa. "Ini bukan tempat yang bisa dijangkau manusia biasa. Gerbang yang membawamu ke sini seharusnya sudah tersegel sejak lama. Tidak ada yang seharusnya bisa melewatinya, apalagi manusia."

Haneul merasa kepalanya semakin berat, seperti ada kabut tebal yang menyelimuti pikirannya. Ia mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana semua ini dimulai. "Aku hanya berjalan pulang melewati taman... lalu ada cahaya biru... aku tidak tahu apa yang terjadi," katanya dengan suara gemetar, seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Tiba-tiba aku terseret ke dalamnya. Aku bahkan tidak punya waktu untuk berpikir."

Jaewon menghela napas panjang, seperti seorang penjaga yang terbiasa menghadapi hal-hal yang tak terduga namun tetap merasa lelah dengan tanggung jawabnya. "Kalau begitu, kau adalah pengecualian," katanya dengan nada yang tidak sepenuhnya ramah, tetapi juga tidak bermusuhan. "Tapi keberadaanmu di sini bisa membawa masalah besar. Dunia ini terikat dengan keseimbangan yang sangat rapuh. Jika manusia melanggar batasnya, semuanya bisa hancur, bukan hanya di sini, tetapi juga di duniamu."

Haneul merasa tubuhnya melemas mendengar penjelasan itu. "Aku tidak ingin berada di sini," katanya dengan suara hampir tak terdengar. "Aku bahkan tidak tahu bagaimana aku sampai di sini. Aku hanya ingin pulang..." Kalimat terakhirnya terdengar seperti permohonan putus asa, tetapi Jaewon tetap berdiri tegak, seperti batu karang yang tidak tergoyahkan oleh badai.

---

Kim Jaewon akhirnya mengajak Haneul untuk meninggalkan tempat itu, meskipun ia tidak menjelaskan ke mana mereka akan pergi. Mereka berjalan melewati hutan yang dipenuhi keajaiban yang tak pernah Haneul bayangkan sebelumnya. Pohon-pohon tinggi di sekitarnya bersinar dengan cahaya lembut yang tampak hidup, seolah-olah setiap daun memancarkan energi dari inti dunia ini. Di langit, cahaya bintang yang tak terhitung jumlahnya berkilauan seperti berlian yang tersebar, jauh lebih terang daripada apa pun yang pernah Haneul lihat di dunia asalnya.

"Jadi..." Haneul mencoba membuka percakapan, suaranya ragu tetapi dipenuhi rasa ingin tahu. "Apa kau tinggal di sini? Apa kau juga manusia sepertiku?" tanyanya, meskipun dalam hati ia tahu jawabannya mungkin lebih rumit daripada yang ia bayangkan.

Jaewon menoleh sedikit, pandangannya tetap tajam seperti biasa. "Aku bukan manusia seperti dirimu," jawabnya singkat, tanpa penjelasan lebih lanjut. "Aku adalah seorang penjaga Arangyeon. Tugasku adalah memastikan dunia ini tetap aman dari gangguan, baik dari dalam maupun dari luar."

Haneul mengerutkan kening, mencoba memahami kata-kata Jaewon. "Penjaga? Apa yang kau jaga? Bukankah dunia ini terlihat damai? Segala sesuatunya tampak indah dan... sempurna," tambahnya, meskipun perasaannya mengatakan ada sesuatu yang salah di balik keindahan itu.

Jaewon berhenti melangkah, lalu berbalik menghadap Haneul. Wajahnya yang dingin terlihat sedikit lebih serius dari sebelumnya. "Arangyeon memang terlihat damai, tetapi ada rahasia yang tersembunyi di balik permukaannya. Dunia ini dibangun di atas kekuatan magis yang luar biasa, dan kekuatan itu menarik perhatian banyak pihak yang ingin memanfaatkannya untuk tujuan mereka sendiri. Jika keseimbangan ini terganggu, bukan hanya Arangyeon yang akan menderita, tetapi juga dunia manusia."

Haneul menelan ludah, merasakan kegelisahan yang semakin besar dalam hatinya. "Jadi... apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin terlibat. Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi," katanya, suaranya melemah seiring dengan bertambahnya rasa takut di dalam dirinya.

Jaewon menatapnya lama sebelum menjawab. "Itulah masalahnya. Pulang tidak semudah itu. Gerbang hanya terbuka ketika keseimbangan tertentu tercapai, dan sekarang keseimbangan itu terganggu. Kau harus menemukan alasan mengapa kau bisa berada di sini, karena aku yakin ini bukan kebetulan."

---

Mereka akhirnya tiba di sebuah desa kecil yang tersembunyi di lembah yang dikelilingi pegunungan bercahaya. Desa itu tampak seperti sesuatu yang hanya bisa ditemukan di lukisan atau mimpi, dengan rumah-rumah kayu yang dihiasi ukiran rumit, dan taman-taman penuh bunga yang bercahaya di malam hari. Penduduk desa, yang mengenakan pakaian tradisional dengan motif bintang, memandang Haneul dengan tatapan penasaran, beberapa di antaranya terlihat waspada.

"Jangan khawatir," kata Jaewon, menenangkan. "Mereka hanya belum terbiasa melihat manusia dari dunia luar."

Haneul mengangguk, meskipun ia merasa semakin tidak nyaman. Ia seperti orang asing di tempat ini, tidak tahu apa yang harus dilakukan atau ke mana harus pergi. Namun, ada sesuatu yang aneh. Dunia ini terasa asing, tetapi di sudut hatinya, ia merasa seperti pernah mengenal tempat ini, meskipun ia tidak tahu bagaimana atau kapan.

Dari arah tengah desa, seorang wanita tua berjalan mendekati mereka. Rambutnya yang perak panjang bergelombang seperti sutra, dan matanya yang cerah memancarkan kebijaksanaan yang tak terukur. Ia mengenakan jubah panjang dengan pola bintang-bintang yang bersinar samar, seolah menyatu dengan malam.

"Kim Jaewon," kata wanita itu dengan suara lembut namun penuh wibawa. "Siapa gadis ini?"

Jaewon menundukkan kepala sebagai tanda hormat. "Namanya Seo Haneul," jawabnya. "Dia adalah manusia dari dunia luar yang tanpa sengaja terseret masuk ke Arangyeon melalui gerbang yang seharusnya tertutup."

Wanita itu memandang Haneul lama, seolah sedang membaca seluruh jiwanya. Tatapannya membuat Haneul merasa telanjang, seolah semua rahasia yang ia sembunyikan selama ini terbuka. "Kehadirannya membawa tanda," kata wanita itu akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan yang terdengar oleh angin. "Aku bisa merasakannya. Ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini."

"Tanda? Apa maksudnya?" tanya Haneul, suaranya bergetar. "Aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi. Aku hanya ingin pulang..."

Wanita tua itu tersenyum samar, tetapi matanya tetap serius. "Tidak ada yang datang ke Arangyeon tanpa alasan. Kau mungkin tidak menyadarinya sekarang, tetapi takdirmu sudah terikat dengan dunia ini. Pertanyaan sebenarnya adalah: apa yang akan kau pilih? Melawan atau menerima?"

Haneul terdiam. Hatinya penuh kebingungan dan ketakutan, tetapi di saat yang sama, ada dorongan kuat dalam dirinya yang ingin tahu lebih banyak, ingin memahami apa yang sebenarnya terjadi. Ia tahu, apa pun jawabannya, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 47 – Bayangan dari Seowon

    Bab 47 – Bayangan dari SeowonKabut tipis mengambang di koridor-koridor kaca Divisi 7. Suara langkah mereka dipantulkan berkali-kali oleh dinding logam yang dingin dan steril. Di dunia ini, suara manusia kalah oleh dengungan mesin dan napas algoritma. Dunia yang dulu Haneul kenal kini hanya bayangannya sendiri—lebih sunyi, lebih kosong.Di setiap layar hologram yang mereka lewati, wajah Haneul muncul dengan label "Target Aktif: Kode ∆-HA032". Di sisi lain, sensor di dinding mendeteksi jejak aura sihir dalam tubuh mereka.“Seberapa dalam kita harus turun?” tanya Hamin, berbisik sambil memegang jimat pelindung.Haneul menatap layar kecil di gelangnya. “Hanya satu lantai lagi. Ruang pusat penyimpanan kenangan ada di bawah Biolab. Di sanalah fragmen Ibu kemungkinan masih bertahan.”Mereka berbelok ke koridor sempit. Aroma antiseptik bercampur ozon menusuk hidung. Setiap detik yang lewat membuat Haneul merasa seakan napasnya tak lagi miliknya sendiri.Namun sebelum mereka mencapai pintu pu

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 46 – Gerbang Kembali

    Bab 46 – Gerbang KembaliFajar belum juga muncul ketika Haneul berdiri di depan Gerbang Serpih, titik paling rapuh di batas sihir Arangyeon yang mengarah ke dunia asal mereka: Seowon. Udara di sekeliling gerbang mengalir tak stabil, berdenyut seperti nadi, seolah menyadari bahwa yang akan melintas bukan sekadar pelintas waktu — melainkan pewaris dua kekuatan yang belum sepenuhnya diakui oleh dunia mana pun.Hamin berdiri di sampingnya, mengenakan jubah penjaga ringan dan sarung tangan pelindung sihir. Di matanya ada keyakinan yang lahir dari luka — dan kebebasan yang baru saja diraihnya. Namun sesekali, ia menggenggam liontin kecil yang pernah diberikan Haneul bertahun-tahun lalu, seolah ingin memastikan bahwa hatinya tetap terikat pada satu hal: keluarga.Jaewon menyerahkan dua cincin kecil berukir simbol Dimensi Ketiga.“Sesuatu untuk menyamarkan identitas energi kalian. Tapi ini hanya bertahan..

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 45 – Api di Balik Cermin

    Bab 45 – Api di Balik CerminLangit Arangyeon berubah warna. Bukan karena waktu, tetapi karena benturan dua kekuatan yang tak seharusnya bertemu. Di tepi Danau Serunai, sihir membelah udara, membakar dedaunan, dan memecah tanah. Suara pertempuran bergema seperti ratapan alam yang dikhianati.Elara berdiri tegak, wajahnya kini datar tanpa emosi. Sinar merah menyala di matanya, menandakan aktivasi penuh program kendali dari Divisi 7. Gerakannya presisi, menyerang tanpa ampun. Tapi serangan itu tak lagi menyerupai ibu Hamin—melainkan mesin.Hamin terpental beberapa langkah, tubuhnya bergetar. Meski sihir pertahanannya telah bangkit, dia masih belum sepenuhnya stabil. Daya dalam dirinya besar, tapi belum terkendali.“Hamin!” suara Haneul menggema dari sisi danau. Ia melompat ke medan pertempuran, tubuhnya diselimuti aura emas kebiruan, mata menyala tajam. Di belakangnya, Jaewon dan Mira menyusul, sihir mereka siap mena

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 44 – Wajah yang Tak Terlupakan

    Bab 44 – Wajah yang Tak TerlupakanKabut tipis menyelimuti pinggiran Hutan Nysar ketika malam turun pelan seperti bayangan yang merambat. Di antara pepohonan tua dan aliran energi sihir yang masih belum stabil, empat sosok bergerak diam-diam, nyaris tak meninggalkan jejak.Elara berjalan paling depan. Langkahnya ringan, tubuhnya membungkus aura putih yang menipu—terlihat damai, tapi penuh ketegangan. Di belakangnya, tiga agen berseragam Divisi 7 memantau denyut energi di medan, masing-masing dilengkapi dengan pengacak sihir dan pelacak resonansi.“Kita memasuki perimeter Arangyeon,” lapor salah satu agen, suara teredam masker. “Target dua telah terdeteksi. Hamin berada di sektor barat daya, sendirian.”Elara berhenti.“Tidak,” katanya lirih. “Aku akan menemuinya sendiri. Jika kalian muncul bersama, dia akan lari.”Agen saling bertukar pandang. Salah satu dari mereka

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 43 – Mata yang Mengintai

    Bab 43 – Mata yang MengintaiFajar menggantung rendah di langit Arangyeon, menyelimuti pegunungan dengan kabut ungu keperakan. Di desa Eshar, tempat pertemuan para penjaga sihir, penduduk belum berani keluar rumah. Ada ketegangan di udara, sesuatu yang tak terlihat tapi terasa: dunia ini sedang diawasi.Seo Haneul berdiri di balkon rumah peristirahatan Elder Yoon, memandangi tanah di bawahnya yang baru saja terselamatkan dari kehancuran. Tapi pikirannya melayang—bukan pada kemenangan, melainkan pada suara-suara yang tak lagi bisa ia abaikan. Suara dari masa lalunya di Seowon, suara teknologi dan ambisi, kini kembali memanggil.Di belakangnya, Hamin duduk di ambang jendela. “Kau tidak tidur?”“Tidak bisa,” jawab Haneul lirih. “Rasanya... seperti kita baru saja membuka kotak yang seharusnya tetap tertutup.”“Dimensi Ketiga,” Hamin mengangguk. “Kekuatan yang bukan milik

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 42 – Benteng yang Terkunci

    Bab 42 – Benteng yang Terkunci Angin kering menyapu permukaan bebatuan hitam di dataran selatan Arangyeon, tempat benteng tua menjulang seperti luka terbuka di tengah tanah mati. Benteng Gyerim. Pusat kekuatan Ordo Kegelapan. Dan penjara bagi Seo Hamin—adik yang tak pernah Haneul sangka akan hilang di antara sihir dan pengkhianatan.Seo Haneul berdiri di puncak bukit berbatu, memandang lautan kabut gelap yang mengelilingi benteng seperti pengawal setia. Di sampingnya, Jaewon menyentuhkan tangan ke tanah, mengamati aliran energi yang tidak wajar.“Mereka menyiapkan sesuatu. Bukan hanya penghalang biasa, ini... ritual,” gumam Jaewon.“Ritual pemindahan jiwa?” tanya Haneul, matanya membelalak.Jaewon mengangguk. “Jika mereka berhasil menggunakan tubuh Hamin sebagai wadah bagi entitas Bayang Tertinggi, maka seluruh lapisan sihir Arangyeon bisa terbalik. Dunia akan runtuh dari dalam.”

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 41 – Cahaya dalam Kegelapan

    Bab 41 – Cahaya dalam KegelapanLangit Arangyeon memudar menjadi kelabu perak saat Haneul berdiri di depan Gerbang Kuil Cahaya. Angin menggulung dari lembah utara, membawa suara-suara bisu yang hanya bisa didengar oleh mereka yang menyimpan sihir dalam darah. Udara sekelilingnya tebal dengan energi, seperti bumi sendiri sedang menahan napas, menunggu keputusan yang akan mengubah takdir dua dunia.Di belakangnya, Jiwoo—saudara seperguruan Jaewon yang kini menjadi pelindung Arangyeon—berdiri dengan wajah cemas. “Kekuatan dalam kuil itu bukan main-main, Haneul. Bahkan Elder tertua pun tak berani menyentuh pusaran cahaya dan bayangan bersamaan.”Haneul menggenggam liontin biru yang ditinggalkan ibunya. Sejak bangkitnya Menara yang Runtuh, dan terungkapnya warisan darah dari dua dunia, ia tahu—ia tidak bisa lagi hanya menjadi seorang pengembara tanpa arah. Ia adalah pusat badai. Titik temu antara kehancuran dan harapan.“Aku harus melakukannya, Jiwoo. Jika aku tak bisa menyatukan kekuatan

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 40 – Retakan Takdir

    Bab 40 – Retakan TakdirSaat tangan Haneul terulur dalam keheningan ruang cermin, waktu seolah menahan napas. Di sekeliling mereka, bayangan membeku di udara, seperti lukisan yang belum selesai. Cermin-cermin tidak lagi bergetar. Mereka hanya menunggu. Menanti pilihan.Hamin memandangi tangan itu—tangan kakaknya, penuh luka, penuh harapan. Tapi dalam dirinya, dua suara saling bertarung: satu ingin meraih dan memeluk masa lalu, satu lagi ingin melepaskan segalanya dan membakar sisa dunia.“Apa kau benar-benar masih percaya pada dunia ini?” tanya Hamin, suaranya nyaris seperti bisikan angin malam.“Bukan pada dunia. Tapi pada kita,” jawab Haneul mantap. “Kita pernah menjadi cahaya bagi satu sama lain. Mungkin cahaya itu redup sekarang, tapi aku yakin ia belum padam.”Seketika, suara retakan terdengar. Namun bukan dari cermin—melainkan dari dalam tubuh Hamin sendiri. Cahaya hitam yang melingkupi tubuhnya bergoyang, retak, lalu pecah menjadi kabut yang perlahan menghilang. Tubuhnya gemetar

  • Di Antara Dua Dunia   Bab 39 – Bayangan dalam Cermin

    Bab 39 – Bayangan dalam CerminLorong di balik Jantung Dimensi terasa seperti masuk ke dalam pikiran seseorang—segalanya tak beraturan, melengkung, dan penuh gema yang bukan berasal dari dunia nyata. Seo Haneul dan Kael berjalan perlahan, langkah mereka bergema aneh di lantai kristal yang memantulkan cahaya dan bayangan secara bersamaan. Dinding-dindingnya terbuat dari cermin hitam, tetapi bukan cermin biasa—cermin itu bergerak, membentuk ulang bayangan mereka, mencerminkan ketakutan dan ingatan yang terkubur dalam.“Ini... bukan ruang biasa,” bisik Kael. “Ini semacam ruang antara. Dimensi di mana batin seseorang dihadapkan pada bentuk terkelamnya.”Haneul mengangguk pelan. Ia merasa tubuhnya ringan tapi jiwanya berat. Di setiap pantulan cermin, ia melihat sosok Hamin—terse

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status