Share

Terpaksa Berdusta

Part 6

Sepanjang malam, sepasang netra teduhnya enggan terpejam. Madina masih terus memikirkan sang suami di sana. Pria tercintanya belum kunjung pulang ke rumah. Hati Madina masih terasa sesak kala mengingat sang suami terdengar begitu mengkhawatirkan wanita lain selain dirinya. Akan tetapi, Madina mencoba untuk tidak berprasangka buruk pada Malik.

Mungkin saja wanita itu adalah salah satu pasien yang sedang suaminya tangani. Semalam hanya sepintas dia mendengarnya karena setelah itu sang suami langsung memutuskan sambungan telepon darinya secara sepihak. Madina sudah berusaha kembali menghubungi nomor ponsel Malik, tetapi hasilnya nihil dan sudah tidak aktif.

"Sayang, kamu adalah buah cinta Umi dan juga Abi. Sekarang, waktunya Umi salat dulu, kita doakan abi kamu, ya, Nak. Semoga abi kamu selalu dalam lindungan Allah, selalu ingat kita yang ada di rumah terus menunggu kepulangannya," ucap Madina pada sang buah hati yang masih di dalam kandungnya.

Madina membelai lembut perutnya sendiri, lalu dia bangun dari pembaringan sembari memegangi perut buncitnya. Kemudian, dia melangkah menuju ke kamar mandi. Usai salat Subuh, Madina dikejutkan oleh kedatangan sang suami, Malik langsung memeluk Madina dari belakang.

"Sayang, tolong maafkan Mas, ya," bisik Malik lembut di telinga sang istri.

"Mas, bisa lepaskan tangan Mas di pinggangku sebentar? Aku mau melipat mukena ini terlebih dahulu," pinta wanita itu pada sang suami.

"Oke, Mas mandi dulu, ya, Dek. Tolong siapin baju koko dan juga sarung Mas, ya, Sayang," ucap Malik pada istri tercinta seraya menatap sayu wajah yang ada di depannya.

"Iya, Mas ...."

Madina terus memandangi suaminya dari belakang, Malik tampak tengah khusyuk berdoa. Namun, kedua bahu sang suami terlihat bergetar. 'Mas Malik menangis? Kenapa suamiku menangis,' batin Madina bertanya-tanya.

Wanita itu merasa sangat penasaran kenapa suaminya bisa sampai menangis? Apakah prianya telah melakukan kesalahan yang sangat fatal? Sebab Madina tidak pernah melihat wajah tampan sang suami murung seperti saat ini.

Yang Madina tahu, Malik selalu terlihat ceria, ramah, bijak, dan bersahaja.

Pria tercintanya tidak pernah mengeluarkan kata-kata atau ucapan kasar pada pasien yang dia tangani. Semua perawat dan juga pegawai yang ada di rumah sakit sangat menyukai sikap ramah dokter spesialis bedah itu.

"Melamun, Sayang?" tanya Malik lembut setelah mencium kening sang istri.

"Mas, maaf. Kenapa pagi ini wajah Mas terlihat sangat berbeda? Tidak seperti biasanya yang selalu ceria. Apa Mas sedang ada masalah di rumah sakit?" tanya Madina seraya mengelus lembut rahang kokoh suaminya.

Malik tampak menggelengkan kepala, lalu pria itu membawa tubuh sang istri ke dalam dekapan.

"Nggak kenapa-kenapa, Sayang. Mas hanya merasa bersalah sama kamu dan juga anak kita. Mas selalu meninggalkanmu dan anak-anak di rumah sendirian. Di saat istri Mas sedang hamil besar dan membutuhkan perhatian lebih, Mas malah sering enggak ada di samping kalian. Akhir-akhir ini, Mas sedang banyak pasien dan sering pergi ke luar kota juga. Maafin Mas, ya, Sayang. Mas sangat mencintaimu dan juga menyayangi anak-anak kita. Kalian adalah harta yang paling berharga di dalam hidup, Mas, di dunia maupun kelak di akhirat, Sayang," ungkap Malik panjang setelah memberi kecupan penuh cinta di kening Madina.

"Insyaallah, aku akan selalu berusaha mengerti, Mas. Dan, itu sudah menjadi risikoku mempunyai suami seorang dokter. Insyaallah, pekerjaan Mas akan menjadi ladang pahala untuk Mas Malik di akhirat nanti," jawab Madina seraya mengukir senyuman di bibir. Dia menatap penuh kasih wajah rupawan sang suami.

"Terima kasih, Sayang. I love you, Madina Tahira," ungkap Malik tak kalah lembut. Namun, di sudut hati pria bermanik hitam itu menyimpan sedikit rasa bersalah pada wanita yang tubuh seksinya kembali dia dekap. Di satu sisi, Malik merasa dilema memikirkan wanita yang pernah menjadi bagian dalam hidupnya pada masa lalu. Malik bisa melihat jelas tatapan penuh cinta di sepasang manik kecokelatan yang sangat indah milik Jihan, kala wanita itu menatapnya.

"Sayang, Mas sangat lelah. Kamu jangan keluar dulu dari kamar kita, temani Mas tidur sebentar, ya," pinta Malik pada wanita tercintanya.

"Iya, Mas."

****

Sudah pukul delapan pagi, tetapi sang suami masih tampak sangat nyaman dalam lelapnya. Madina tidak tega membangunkan Malik dari lelapnya, pria berbadan tegap itu terlihat sangat kelelahan. Akbar sudah berangkat ke sekolah bersama ayah kandungnya. Farzan meminta izin untuk membawa Akbar menginap di rumahnya, Madina mengiakan permintaan mantan suaminya tersebut.

"Sayang, kenapa kamu enggak membangunkan Mas, hmm?" tanya Malik seraya membingkai hangat wajah cantik sang istri dan menatap lekat wajah tersebut.

Bagi Malik, Madina selalu terlihat cantik dan aura kecantikan sang istri semakin terpancar jelas semenjak wanita yang sangat dia cintai

tersebut mengandung buah hatinya. Tidak pernah terbayangkan oleh Malik jika angannya menjadi nyata yaitu bisa bersanding dengan wanita berhati lembut seperti Madina.

Pipi Madina terasa memanas, perasaan bahagia membuncah di dalam dada karena ditatap intens dan penuh kasih oleh Malik. Kemudian, Madina langsung memalingkan wajahnya dari sang suami.

"Sengaja, Mas. Kamu terlihat sangat kecapekan. Jadi, aku tidak tega mau membangunkanmu, Mas. Tunggu sebentar di sini, ya, Mas. Aku buatkan teh susu hangat dulu untuk Mas," ucap Madina berusaha mengendalikan degup jantung.

"Terima kasih, Sayang. Jalannya pelan-pelan saja, Dek!" seru Malik. Dia sangat khawatir melihat sang istri berjalan cepat-cepat dengan keadaan perut yang sudah kian membesar.

"Iya, suamiku ...."

Beberapa menit kemudian.

"Teh susu buatan kamu selalu pas di lidah Mas, Sayang. Kamu memang istri idaman, Mas sangat beruntung memilikimu," puji Malik tulus pada sang istri setelah dia menyesap minuman hangat favoritnya.

Madina tersipu mendengar pujian dari pria tercintanya. "Mas, ponsel kamu di mana? Pagi tadi, pihak rumah sakit menghubungi nomor telepon rumah kita," tanya Madina seraya menatap wajah tegang sang suami.

"Umm ... i-itu mungkin ponsel Mas tertinggal di ruangan kerja Mas, Sayang," jawab Malik seraya menutupi kegugupannya. Pria beralis tebal itu pun tidak mengetahui di mana keberadaan ponselnya saat ini.

"Apa mungkin tertinggal di sana?" tanya Malik lirih pada dirinya sendiri.

"Dokter Jihan juga baru saja telepon ke nomor ponselku, Mas."

Deg!!

Jantung Malik berdetak lebih kencang mendengar ucapan sang istri. "Mas lupa, Dek! Pukul sebelas siang ini, Mas ada jadwal operasi di rumah sakit. Mas siap-siap dulu, Dek," ucap Malik buru-buru pada istrinya.

"Lho, Mas, sarapan dulu! Aku sudah buatin roti parata lengkap dengan kari ayamnya juga, lho, Mas. Ini, kan, salah satu makanan kesukaan kamu, Mas," tutur Madina pada sang suami. Wanita yang mempunyai bulu mata lentik itu merasa heran melihat tingkah aneh suaminya sendiri.

"Tolong kamu bungkusi saja, Dek! Nanti akan Mas makan di rumah sakit saja!" sahut Malik sebelum mengayunkan kedua kaki panjangnya menapaki undakan tangga menuju ke lantai atas. Sebelum itu, Malik mencium cepat pipi tembam wanita yang sangat dia cintai.

♡♡♡♡

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status