Share

Feeling

Author: Novi Yanti
last update Last Updated: 2022-08-01 20:41:16

Part 5

Suara bel rumah terdengar nyaring. Madina yang kebetulan sedang berada di dapur membantu Bibi memasak pun langsung mencuci tangannya terlebih dahulu, sebelum dia beranjak ke sumber suara.

"Biar aku saja, Bik, yang membukanya," ucap wanita hamil itu lembut pada Bik Nani. Setelahnya, Madina langsung mengayunkan kedua kaki jenjangnya menuju ke ruangan depan untuk membukakan pintu.

Setelah pintu terbuka, Madina mengukir senyuman di bibir mungilnya seraya menatap wajah cemberut sang putra dalam gendongan ayahnya.

"Assalamu'alaikum, Madina ...."

"Wa ‘alaikumus-salam, Mas. Alhamdulillah putra Umi sudah pulang," jawab Madina ramah pada pria masa lalunya.

Setelah itu, Akbar turun dari gendongan Farzan, lalu menyambut uluran tangan sang ibu untuk dicium dengan takzim.

"Masyaallah, salehnya putra Umi. Abang kenapa, Nak?" tanya Madina seraya mengelus lembut pipi tembam sang putra tercinta.

"Dia ketiduran tadi di dalam mobil, Dina. Oleh sebab itu, Mas sengaja menggendong putra kita. Mungkin Akbar masih mengantuk, Dina," jawab Farzan mewakili putra sulungnya.

"Kasian putra Umi. Sekarang, Abang ke dalam dulu, ya, Nak. Sebentar lagi Umi menyusul," titah Madina penuh kasih pada sang putra.

"Iya, Umi," jawab Akbar. Sebelum masuk ke rumah, bocah tampan itu mencium punggung tangan ayahnya terlebih dahulu.

"Assalamualaikum, Yah!"

"Wa 'alaikumus-salam, Nak," jawab Farzan seraya mengelus sayang kepala sang putra tercinta.

"Terima kasih, Mas, sudah mau meluangkan waktu untuk mengantar jemput Akbar," ucap wanita berhidung mancung itu pada mantan suaminya.

"Sama-sama, Dina. Maaf, Mas sedikit telat mengantar Akbar pulang ke rumahmu. Tadi, Mas mengajak putra kita singgah ke kantor, ada sedikit pekerjaan yang harus Mas selesaikan di sana. Walau bagaimana pun, status Akbar masih putraku juga, Madina. Sudah menjadi tanggung jawab Mas untuk memerhatikan semua kebutuhannya.

Jadi, kamu enggak usah mengucapkan terima kasih kepada Mas. Kehadirannya adalah sebuah anugerah terindah dari Allah, buah cinta kita berdua," jawab Farzan panjang pada wanita yang dahulu pernah menjadi ratu di hatinya atau mungkin nama Madina masih tersimpan rapi di sudut ruang hati terdalam Farzan.

Pria yang memiliki rahang tegas dan sudah dikaruniai dua putri cantik, serta satu putra tampan yang terlahir dari rahim wanita yang berbeda itu tersenyum.

"Iya, Mas," jawab Madina seraya menghindari tatapan tajam Farzan yang dipenuhi binar bahagia.

"Mas Farzan, tunggu sebentar di sini, ya. Aku buatkan minuman dulu untukmu, Mas," ucap Madina mencoba mengalihkan pembicaraan tentang kenangan masa lalunya bersama mantan suami. Wanita berwajah teduh itu berusaha agar tetap bisa menghargai dan menghormati sosok ayah dari kedua anaknya.

"Enggak usah, Dina. Mas harus segera pulang, kasian Maya dan juga Ibu di rumah. Mereka pasti sudah menunggu Mas, Maya juga enggak mau makan kalau bukan Mas yang menyuapinya. Mas pamit pulang, ya, Madina. Titip salam untuk suami kamu, Malik. Tadi, sebelum Mas menjemput Akbar di sekolah, sepintas Mas sempat melihat mobil suami kamu terparkir rapi di sebuah restoran yang tempatnya tidak jauh dari kantor Mas, Dina," tutur Farzan seraya menatap lekat wajah cantik wanita yang telah melahirkan kedua buah hatinya.

"Ooh, mungkin Mas Malik sedang makan siang di restoran itu bersama rekan kerjanya, Mas," jawab Madina kalem berusaha berprasangka baik pada suaminya di sana.

"Eh, iya. Mungkin saja, Dina," ucap Farzan salah tingkah. "Ya, sudah, Dina, Mas pamit pulang dulu, takut kejebak macet di jalan. Assalamu'alaikum ...."

"Wa ‘alaikumus-salam ...."

****

"Sekarang, sebaiknya Abang mandi dulu, ya, Nak. Ini sudah mau magrib, lho, Nak. Tadi siang, putra Umi salat Zuhur apa, enggak? Asar juga kamu salat apa, enggak, Nak, di kantor ayahmu, hmm?" tanya Madina pelan pada Akbar. Wanita berhati lembut itu memang selalu mengajarkan pada kedua anaknya untuk selalu menjalankan kewajiban sebagai umat muslim.

"Salat, Mi. Akbar salat Zuhur dan juga Asar di kantor Ayah, Mi. Akbar juga sempat bobok siang di sana, Mi. Di kantor Ayah ada kamarnya juga, lho, Mi, Akbar suka bobok di sana," tutur Akbar sangat senang.

"Alhamdulillah, pintarnya putra Umi. Mungkin, kamar itu khusus untuk ayahmu beristirahat, kalo ayahmu kecapekan, Nak. Ya, sudah. Sekarang, Abang Akbar cepat mandi dulu. Umi tunggu di sini sambil menyiapkan baju ganti untuk Abang."

"Siap, Umi ...."

****

Tepat pukul delapan malam, setelah selesai menyuapi putranya makan dan juga menunaikan salat Isya bersama, Madina kembali ke kamarnya sebentar. Dia berniat ingin menghubungi nomor ponsel Malik, hendak menanyakan kenapa belum juga pulang ke rumah. Seingat Madina, tadi siang saat sang suami menghubunginya, Malik sudah berjanji akan segera pulang.

Madina mengucap istigfar berulang kali, mencoba menyingkirkan pikiran-pikiran buruk yang sempat singgah di dalam kepala. Madina akan selalu berusaha mengerti tentang kewajiban sang suami sebagai seorang dokter. Setelah itu, dia meraih ponsel pintarnya di atas nakas, di samping ranjang tidur. Ternyata sudah ada satu pesan masuk dari sang suami, satu jam yang lalu, tertera di aplikasi hijau.

[Maaf, Sayang. Mas enggak bisa menepati janji padamu untuk segera pulang ke rumah. Mendadak tadi setelah asar banyak pasien masuk, mereka sangat membutuhkan pertolongan Mas, Sayang. Maafkan suamimu ini, kemungkinan nanti Mas pulang agak sedikit telat. Kamu langsung istirahat saja, Sayang. Enggak usah nungguin Mas karena Mas enggak mau kalau nanti kamu sampai kecapekan. Kasian anak kita yang ada di dalam kandunganmu, bisa kena dampaknya nanti kalau uminya kurang beristirahat. Kalau ada apa-apa dengan kandungan kamu, segera hubungi Mas, ya, Sayang. Titip salam rindu Mas untuk Akbar, putra kita. I love you, bidadariku.]

Madina hanya membaca pesan tersebut tanpa ada niatan untuk membalasnya. Ada sedikit rasa kecewa di sudut hatinya, lagi-lagi dia harus bersabar dan juga berusaha mengerti pekerjaan sang suami sebagai seorang dokter. Entah kenapa, malam ini perasaan Madina sedikit tidak tenang.

"Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Mas Malik. Lindungilah selalu suami hamba di sana, Ya Robb," ucap Madina merapal doa untuk sang kekasih hati. Dia merasa akan ada sesuatu yang besar masuk ke dalam mahligai rumah tangganya.

Usai menemani putranya tidur, Madina kembali ke dalam kamar pribadinya. Dia tadi sempat ketiduran di kamar Akbar, lalu sekarang sudah pukul sepuluh malam lewat tiga puluh menit. Namun, prianya belum jua pulang ke rumah. Apakah benar hari ini banyak pasien yang harus suaminya tangani di rumah sakit?

Hati Madina tidak bisa tenang, rasa gelisah menjalar di dalam dada. Madina kembali merapal zikir istigfar di bibir seraya mengusap-usap lembut perut buncitnya untuk menenangkan sang buah hati, yang sedari tadi terus-menerus bergerak sangat aktif, memberi tendangan-tendangan kecil di perutnya, seolah-olah bisa merasakan perasaan gelisah sang ibu.

"Sabar, ya, Sayang. Yuuk, sekarang kita coba telepon nomor ponsel abi kamu dulu, Nak," ucap Madina lembut, tangannya masih memberi usapan-usapan lembut di perut.

Tut-tut!

Madina merasa lega karena panggilan darinya langsung dijawab oleh pria yang namanya sejak tadi memenuhi ruang hati dan juga pikirannya. Namun, baru saja dia mengucap kata salam, pria beralis tebal itu langsung mematikan secara sepihak sambungan telepon dari Madina tanpa sempat menjawab salam.

Sebelum itu, Madina sempat mendengar Malik menyebut nama seorang wanita penuh kekhawatiran di dalam nadanya. Dada Madina terasa sesak, serasa dihantam bongkahan batu yang sangat besar. Kedua pipinya sudah dibanjiri oleh derasnya air mata, Madina merasa kebahagiaan rumah tangganya yang sudah satu tahun dibina bersama Malik hancur seketika, dunianya terasa gelap.

"Enggak mungkin! Semua ini pasti hanyalah mimpi. Mas Malik enggak mungkin tega menyakiti hatiku!"

♡♡♡♡

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Antara Dua Hati    Kedatangan Jihan Di Rumah Sakit

    Part 33"Assalamu'alaikum ...."Yusuf yang sedang menundukkan wajah di depan ruang perawatan VVIP, langsung mengangkat wajahnya ketika mendengar suara lembut seorang wanita yang sangat dia kenal. "Wa'alaikum salam, Jihan? Ini beneran kamu, kan, Ji?""Iya, Mas. Mas Yusuf apa kabar? Bagaimana keadaan Om Hasan, Mas?" tanya Jihan terdengar sangat cemas, seraya menatap wajah murung Kakak sepupunya. "Tadi Ayah sempat kolap lagi dan detak jantungnya sempat berhenti, oleh karena itu Mas nggak bisa menjemput kamu ke bandara. Maaf, ya, Ji," ucap Yusuf lirih. "Alhamdulillah, sekarang keadaan Ayah sudah kembali stabil seperti sebelumnya. Di dalam masih ada Dokter yang sedang memeriksanya.""Alhamdulillah." Jihan tampak lega setelah mendengar jawaban dari Yusuf. Wanita berparas jelita itu baru tiba di Jakarta sekitar satu jam-an yang lalu, setelah menempuh perjalanan lewat jalur udara. Dengan menggunakan kendaraan burung besi, dari Jogja langsung terbang ke ibukota. Perjalanan yang mereka lalui

  • Di Antara Dua Hati    Kembali Ke Ibukota

    Part 32"Sayang, Umma tunggu di bawah, ya. Jangan lama-lama, soalnya setelah Umma mengantar kamu ke pondokan. Umma harus segera pergi ke toko kita lho, Nak.""Iya, Umma. Maryam enggak akan lama kok, Umm. Kalau barangnya udah aku temukan, Maryam akan segera menyusul Umma ke bawah.""Baiklah, Nak."Tiba di lantai bawah, Jihan langsung membelokan kedua langkah jenjangnya menuju ruangan makan. Rumah Mbok yati memang terlihat sederhana bila di lihat dari luarnya saja, tapi siapa sangka kalau di dalam rumah sederhana itu sangatlah indah. Dua tahun yang lalu, Jihan telah membangun ulang rumah peninggalan wanita yang telah membesarkan dirinya dan Almarhumah selalu ada di sampingnya di kala sedih mau pun senang."Pagi Irma," sapa Jihan ramah pada gadis muda yang sedang mengaduk-ngaduk masakan di atas kompor."Pagi juga, Bu. Maaf, karena sarapannya belum saya siapkan semuanya di atas meja. Pagi ini saya bangunnya agak sedikit kesiangan, Bu," ucap Irma lirih merasa sangat bersalah dan juga malu

  • Di Antara Dua Hati    Setelah Sepuluh Tahun Berlalu

    Part 31Madina terbangun, kala mendengar suara isakan lirih sang suami. Di sana, di hamparan sajadah. Prianya tengah terisak seraya menadahkan kedua tangannya memohon pada Sang Maha Pengasih, dengan kedua bahu kokohnya yang tampak terus bergetar.Pemandangan seperti itu sudah berlangsung selama sepuluh tahun, sang suami selalu menangis setiap kali mengingat akan dosa-dosanya di masa lalu. Menikah dengan Jihan secara diam-diam di belakangnya, dan secara langsung mereka juga telah melakukan berbuatan zina. Mengingat semua itu, hati Madina kembali merasakan perih."Astaghfirullah," gumam Madina seraya mengelus dadanya berulang kali, ketika mengingat luka lamanya yang telah ditorehkan oleh sang suami di masa lalu."Sayang," panggil Malik lembut seraya mengelus pipi sang istri. "Mas baru aja mau bangunin kamu, tadinya Mas mau ngajakin kamu salat malam bersama. Tapi kamu kayanya lagi enak banget boboknya, jadi Mas enggak tega mau membangunkan kamu, Dek. Terpaksa Mas salat malam terlebih dah

  • Di Antara Dua Hati    Mengalah Demi Cinta

    Part 30Waktu bergulir sangat cepat. Dua minggu telah berlalu pasca kecelakaan yang dialami Malik. Akan tetapi, masih belum ada tanda-tanda pria berhidung mancung itu akan sadar dari komanya."Semua ini karena kamu, Jihan! Kehidupan anak saya kembali hancur dan dia harus kehilangan istri dan juga anak-anaknya. Semua masalah yang menimpa Malik karena keegoisan kamu. Sekarang, kamu pasti merasa sangat puas melihat rumah tangga putra saya hancur!" bentak Bu Aisyah seraya menatap tajam pada wanita yang masih terisak sembari menundukkan kepala di hadapannya. "Dan, sekarang nyawa putra saya sedang dipertaruhkan di dalam sana, antara hidup dan juga mati. Puas kamu, haah?!""Istighfar, Umi. Kendalikan amarah Umi, enggak baik seperti ini, Mi. Ingat jantung Umi, Abi enggak mau kalau sakit Umi sampe kambuh lagi. Putra kita juga pasti ikut bersedih kalau dia melihat Umi terus marah-marah seperti ini. Dalam hal ini, Jihan enggak sepenuhnya bersalah, Mi. Dia juga menantu kita, sama seperti Madina.

  • Di Antara Dua Hati    Sebuah Kabar

    Part 29"Saya tahu kalau Madina ada di sini. Tolong izinkan saya menemuinya dan membawa mereka kembali pulang ke rumah Kami," ucap Malik pada mantan suami Madina.Berulang kali pria berhidung mancung itu mencoba menghubungi nomor sang istri, tetapi yang dia dapat hanya penolakan. Setelah itu, nomor Madina sudah tidak aktif lagi. Maka Malik memutuskan untuk mencari istri dan juga putrinya. Dia yakin kalau sang istri pergi ke rumah Farzan. "Madina enggak ada di sini, Dok. Anda suaminya, bukan? Kenapa Anda mencari dia sampai ke rumah saya?" tanya Farzan mendengkus sinis seraya menatap cemooh pada pria tinggi yang sedang berdiri di hadapannya. "Ternyata Anda jauh lebih brengsek bila dibandingkan dengan saya, Dok. Kasian Madina dan juga kedua anak saya karena mendapatkan suami dan seorang ayah pengganti seperti Anda. Laki-laki yang sangat mengetahui hukum agama dengan baik, tapi diam-diam melakukan hubungan terlarang dan berselingkuh di belakang istri. Dasar laki-laki munaf—"Malik mengep

  • Di Antara Dua Hati    Amarah Madina

    Part28"Lihat, bahkan sekarang Mas Malik sering meninggikan suara di depan saya ... hanya karena ingin membela wanita penggo—""Madina! Jaga ucapanmu! Jihan tidak bersalah sepenuhnya dalam hal ini. Dia tidak seburuk yang kamu pikirkan. Dia wanita baik yang rela meminjamkan rahimnya untuk memberi perlindungan kepada putri kita, Nadira. Apa kamu lupa?!" bentak Malik pada sang istri. Pria itu terpancing oleh semua kata-kata pedas dan hinaan yang dilontarkan wanita pertamanya untuk Jihan. "Mas enggak percaya kalau kamu bisa mengucapkan kata-kata sekasar itu kepada sesama kaummu sendiri. Kamu seperti bukan Madina yang sangat Mas kenal. Kamu berubah, Dek." Madina bertepuk tangan sembari tertawa sinis. "Saya berubah? Apa saya enggak salah dengar, Mas? Justru Mas Malik yang sudah banyak berubah, setelah kelahiran putri kita, Nadira. Bahkan Mas sering berkunjung ke rumah ini diam-diam tanpa sepengetahuan saya. Dan sekarang wanita yang diam-diam sudah Mas bodohi dan Mas Malik curangi ini suda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status