Share

Bab 03

Author: N Lita S
last update Last Updated: 2025-09-05 00:35:56


 

Mas Rendra Ku:

Sadar kamu tanyakan itu ke suami kamu, Keisha?


 

Keisha:

Suami? 

Masih ingat kalau Mas itu seorang suami? Aku kira ingetnya udah jadi duda.


 

Mas Rendra Ku:

Jaga ketikan kamu, Keisha!

Saya jelas suami kamu. Kamu lupa saya mengucap akad di hadapan mendiang kakek kamu?!


 

Keisha:

Dih, ngamuk.

Aku lagi di Jogja sama Elena, ziarah ke makam Kakek. Kalau ada yang mau dibahas nanti aja pas aku pulang.


 

Mas Rendra ku:

Kamu di Jogja? Kenapa nggak izin saya?

Kamu seorang istri, Keisha. Seharusnya kamu izin saya sebelum pergi ke Jogja.


 

Keisha:

Izin ke Jogja (Emot kedua tangan mengatup)


 

Mas Rendra Ku: 

Sebelum pergi!


 

Keisha hanya membaca pesan Rendra tanpa berniat membalasnya karena saat itu Elena sudah datang. 


 

“Ayo, gue udah legah.” Kekeh Elena seraya mengelus perutnya yang rata.


 

Keisha geleng-geleng kepala lalu bangkit dari duduknya. 


 

***

Keisha berlutut di samping pusara kakeknya, air matanya menetes membasahi tanah yang masih basah oleh hujan semalam. Udara pagi itu terasa dingin dan lembab, seolah ikut merasakan kesedihan yang menghimpit hati Keisha. Di sebelahnya, Elena berdiri dengan wajah muram, mencoba memberikan kekuatan pada sahabatnya.

 

“Keisha, lu nggak sendirian. Gue di sini bersama lu,” bisik Elena, meletakkan tangannya di bahu Keisha yang bergetar.

 

Keisha mengangguk pelan, tetapi hatinya tetap terasa berat. Sejak menikah dengan Narendra enam bulan lalu, hidupnya berubah drastis. Pernikahan yang didasari perjodohan itu tidak pernah benar-benar memberinya kebahagiaan. Hubungan mereka yang hambar dan penuh ketegangan membuat Keisha merasa lelah dan putus asa.

 

Semalam adalah puncaknya. Keisha menemukan bahwa Narendra menginap di apartemen Nara, mantan pacarnya. Hatinya hancur berkeping-keping, merasa dikhianati oleh suaminya yang seharusnya menjadi sandaran hidupnya.

 

“Kek, Keisha sudah berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan pernikahan ini,” isak Keisha, suaranya nyaris tak terdengar. “Tapi Keisha lelah, Kek. Keisha lelah berjuang sendirian. Nara selalu ada di antara kami, menjadi duri yang tak bisa kuhindari.”

 

Elena berlutut di samping Keisha, memeluknya erat. “Keisha, gue tahu ini berat. Tapi lu harus kuat. Kakek pasti pengen lu bahagia, bukan menderita seperti ini.”

 

Keisha terisak semakin keras, merasakan pelukan hangat sahabatnya. “Gue nggak tahu harus gimana lagi, El. Gue tanpa sadar udah mencintai Mas Rendra, tapi gue nggak bisa terus seperti ini. Gue pengen mengakhiri  semuanya, gue beneran lelah.”

 

Elena mengelus punggung Keisha dengan lembut. “Mungkin ini saatnya Lu berbicara dari hati ke hati dengan Mas Narendra. Lu harus jujur tentang perasaan lu. Jika dia benar-benar peduli, dia akan berusaha memperbaiki semuanya.”

 

Keisha menatap pusara kakeknya dengan mata yang bengkak dan sembab. “Aku berharap kakek masih ada di sini, memberikan nasihat dan kekuatan ke Keisha. Keisha kangen, Kek.”

 

Elena berdiri, mengulurkan tangan untuk membantu Keisha bangkit. “Ayo, Keisha. Lu harus terus berjalan. Demi diri lu, demi almarhum kakek dan demi masa depan lu. Jangan biarkan kesedihan ini menghancurkan lu.”

 

Keisha menghapus air matanya, menerima uluran tangan Elena. Dengan langkah berat, mereka berdua meninggalkan pemakaman, membawa serta kenangan dan harapan akan hari yang lebih baik.


 

 Jakarta, dua hari kemudian.

Rendra membuka room chat pesan singkatnya dengan Keisha. Tidak ada pesan baru ataupun pesan balasan dari istrinya itu. Pesannya hanya dibaca Keisha dua hari yang lalu.


 

“Kenapa lagi?” Gumam Rendra bertanya-tanya, apa yang salah? Kenapa Keisha berubah dingin? Rendra lantas teringat tentang ‘Nara’ dimana Keisha sempat membawa nama Nara dalam pesannya dua hari yang lalu tepat saat Rendra lembur.


 

“Apa mungkin Keisha tahu saya masih berhubungan dengan Nara? Jangan-jangan Nara sengaja menghubungi Keisha?” Desis Rendra membelalak kecil, “Sialan.” Umpatnya kemudian.


 

Jika sampai kecurigaan Rendra benar, ini adalah masalah. Rendra langsung menelepon Keisha saat itu juga namun ditolak oleh Keisha panggilan teleponnya.


 

Me: 

Kenapa diriject? 

Pulang!

Saya mau kamu sudah di rumah malam ini. Saya nggak mau dengar alasan kamu, Keisha. 

Sudah dua hari kamu di Jogja. Kamu lupa tugas kamu sebagai istri? 

Saya tunggu di rumah.


 

Anandita:

Y. 

Otw.


 

Begitu singkat pesan balasan dari Keisha membuat Rendra menggeram kecil. “Ada yang tidak beres,” ujar Rendra curiga.


 

Tok Tok!


 

“Masuk!” Sahut Rendra seraya menatap ke arah pintu masuk ruangan kerjanya.


 

“Maaf, Pak. Semua manajer sudah menunggu di ruang rapat.” Lapor sekretaris Rendra.


 

Rendra mengangguk paham lalu beranjak dari duduknya, membawa langkahnya keluar dari ruangan itu dan pergi ke ruang pertemuan.


 

Sore harinya di kediaman Rendra. Pria itu baru saja menginjakkan kakinya di rumah mewah miliknya dan hanya disambut oleh Tuti, pelayan yang bekerja di kediamannya.


 

“Ibu sudah pulang atau belum, mbok?” Tanya Rendra


 

“Belum, pak.” Jujur Tuti membuat Rendra mendesahkan napasnya sambil berlalu ke kamarnya di lantai 2.


 

Baru saja selesai membersihkan diri, ponsel Rendra berdering. Beberapa kali Rendra yakini adalah panggilan masuk. Rendra langsung memeriksa ponselnya, sekalipun dia masih mengenakan handuk yang dililitkan pada pinggang. Siapa tahu Keisha yang menelepon dan meminta dijemput di Bandara.


 

Tunggu dulu? Apa yang Rendra pikirkan saat ini? Memang kapan Keisha pernah meminta untuk dijemput? Jangankan di Bandara. Dijemput dari luar atau dari bertemu Elena saja Keisha tidak pernah.


 

Rendra terdiam memikirkannya, “Se-mandiri itu dia,” gumam Rendra baru tersadar, selama mereka menikah–Keisha memang tidak pernah merepotkannya bahkan untuk hal-hal kecil sedikitpun.

 

Bukan Keisha yang menelpon tapi Nara. Rendra memilih mengabaikannya–meletakkan kembali ponselnya di nakas dan pergi ke walk in closet nya untuk berganti pakaian.


 

Rendra mengambil ponselnya dan turun ke bawah setelah memakai pakaian rumahan. Saat itu sudah banyak pesan masuk dari Nara. 
 

Nara:

Ren, perut aku sakit.

Kamu ke apart, ya.

Aku tunggu.


 

Me:

Minta bibi buat oleskan minyak.

Gue nggak bisa.

Keisha belum pulang.


 

Nara: 

Kamu mentingin Keisha daripada aku?



 

Rendra menghela napas panjang, baru saja dia akan membalas pesan dari Nara namun panggilan masuk dari Keisha menghentikannya. Saat Rendra akan menjawab, panggilan telepon mati.


 

“Iseng?” Gumam Rendra dengan satu alis terangkat.


 

Namun, selanjutnya ada pesan masuk dari Keisha.


 

Anandita:

Bisa jemput, ga?  Satu jam lagi.

 


 

Rendra sampai melebarkan mata membaca pesan dari Keisha itu.Untuk pertama kalinya Keisha meminta untuk dijemput.


 

Me: 

Ya. Kamu tunggu saya.


 

Rendra langsung berlari kecil ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil. Ya, dia akan menjemput Keisha.


 

Namun, Nara kembali mengirim pesan.


 

Nara: 

Emang lebih baik aku mat! aja. Nggak ada yang peduli sama aku lagi. ( Foto p!sau yang diarahkan ke tangan).



Tbc..
 

 



 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Antara Dua Hati   Bab 7

    “Kamu itu seluruh duniaku. Hidup tidak ada artinya tanpa kamu, Narendra.”—Inara Swastika—Di apartemennya yang mewah, Nara berdiri di depan cermin besar, merapikan penampilannya dengan saksama. Lipstik merah tebal membingkai bibirnya sempurna, menonjolkan kontras tajam dengan gaun hitam elegan yang pas di tubuhnya. Setiap detail ia persiapkan dengan teliti: tak ada rambut terurai sembarangan, tak ada noda mengganggu. Malam ini harus benar-benar sempurna.“Bi, saya udah cantik belum?” tanyanya sambil memperhatikan bayangannya, seolah mencari kepastian dari penampilan yang sudah ia rancang matang-matang.Pelayan setia yang sudah menemaninya bertahun-tahun menunduk hormat. “Cantik sekali, Non.”Nara tersenyum tipis, tapi ada kegelisahan tersembunyi. Dalam hatinya, api persaingan dengan istri sah Rendra terus berkobar. Keisha selalu menjadi bayangan yang menghantui kebahagiaannya. Ia harus mengalahkan wanita itu dengan cara apa pun.“Harus lebih cantik dari Keisha. Wajib banget,” gumamny

  • Di Antara Dua Hati   Bab 6

    Keisha menatap layar ponselnya dengan kosong, air matanya kembali mengalir. Sakit hatinya kian dalam setelah membaca pengakuan Nara yang dengan angkuh menyatakan bahwa Rendra lebih memilih bersamanya. Luka itu bukan hanya karena pengkhianatan, tapi juga perasaan tak berdaya yang kian menjerat. Ia menutup mata, mencoba mengatur napas. Dalam kondisi seperti ini, hanya satu jalan: tetap tenang, jangan sampai terjebak dalam emosi. Jika ia lemah, Rendra dan Nara akan merasa menang. “Menyerah bukan berarti kalah,” gumamnya parau. Tekadnya semakin bulat, meski rasa sakit terus menggerogoti. Waktu berjalan lambat. Keisha duduk di tepi ranjang, memandangi pintu kamar yang tertutup rapat—simbol penjara tak kasat mata. Ia tahu Elena sedang menuju rumah, tapi kecemasan tetap menghantui. Bagaimana jika Rendra lebih dulu pulang? Bagaimana jika ia memergoki rencananya? Untuk mengusir rasa cemas, Keisha berjalan ke jendela, mengintip dari celah tirai. Benar saja, dua bodyguard berdiri di dep

  • Di Antara Dua Hati   Bab 5

    “Jika bertahan itu sakit, untuk apa tetap bertahan? Hatimu berhak memilih: melepaskan rasa sakit atau tetap memeluknya.”—Keisha Anandita Raveena—“Maaf, Bu. Bapak berpesan Ibu tidak boleh keluar rumah,” ucap Tuti sopan, menghadang Keisha yang hendak pergi dengan kopernya.“Mbak, saya harus pergi sekarang. Tolong jangan halangi saya!” suara Keisha bergetar penuh penekanan.Namun Tuti menggeleng, “Jangan persulit saya, Bu. Saya bisa kena hukuman Pak Rendra kalau Ibu sampai keluar.” Wajahnya memelas.Keisha menarik napas panjang, matanya berkaca. “Saya juga kesulitan kalau harus tetap bertahan di rumah ini, Mbak.” Ia sudah lelah. Mengapa Rendra sengaja mempersulit? Seolah pria itu tahu rencananya untuk pergi.Tuti menunduk, hatinya ikut terenyuh. “Bu, meskipun saya tak menghalangi, Ibu tetap akan sulit keluar. Baru saja bodyguard suruhan Pak Rendra datang. Mereka berjaga di pintu utama dan pos satpam.”Keisha membelalak. “Ma-maksud Mbak, suami saya menempatkan bodyguard di rumah ini? Di

  • Di Antara Dua Hati   Bab 04

    Jogja memang memberi ketenangan bagi jiwa yang terluka, tapi bagi Keisha itu hanya sesaat. Setelah hari-hari penuh ketidakpastian, akhirnya ia dan Elena kembali ke Jakarta. Hati Keisha masih berat, namun keputusannya sudah bulat: saatnya menyelesaikan semuanya dengan Rendra. Pesawat mereka mendarat mulus di Bandara Soekarno-Hatta. Usai mengambil bagasi, Keisha menerima pesan dari Rendra yang sudah menunggunya di pintu keluar. Mas Rendraku: “Sudah di mana?” Keisha: “Di pintu 3.” Tak lama, Rendra muncul dengan ekspresi datar. Keisha terbiasa dengan sikap dinginnya, tapi kali ini ada beban berbeda yang tampak jelas. Mereka saling berhadapan dalam hening sebelum Rendra mengambil koper istrinya. “Ayo, kita pulang,” ucapnya singkat. Keisha hanya mengangguk, mengikuti langkah suaminya yang tegas tapi penuh ketegangan. Di dalam mobil, hampir tak ada percakapan. Hanya suara mesin dan kendaraan lain yang terdengar. Elena sudah lebih dulu pulang dengan taksi online, memberi ruang untuk

  • Di Antara Dua Hati   Bab 03

    
 Mas Rendra Ku:Sadar kamu tanyakan itu ke suami kamu, Keisha?
 Keisha:Suami? Masih ingat kalau Mas itu seorang suami? Aku kira ingetnya udah jadi duda.
 Mas Rendra Ku:Jaga ketikan kamu, Keisha!Saya jelas suami kamu. Kamu lupa saya mengucap akad di hadapan mendiang kakek kamu?!
 Keisha:Dih, ngamuk.Aku lagi di Jogja sama Elena, ziarah ke makam Kakek. Kalau ada yang mau dibahas nanti aja pas aku pulang.
 Mas Rendra ku:Kamu di Jogja? Kenapa nggak izin saya?Kamu seorang istri, Keisha. Seharusnya kamu izin saya sebelum pergi ke Jogja.
 Keisha:Izin ke Jogja (Emot kedua tangan mengatup)
 Mas Rendra Ku: Sebelum pergi!
 Keisha hanya membaca pesan Rendra tanpa berniat membalasnya karena saat itu Elena sudah datang. 
 “Ayo, gue udah legah.” Kekeh Elena seraya mengelus perutnya yang rata.
 Keisha geleng-geleng kepala lalu bangkit dari duduknya. 
 ***Keisha berlutut di samping pusara kakeknya, air matanya menetes membasahi tanah yang masih basah oleh hujan semalam.

  • Di Antara Dua Hati   Bab 2

    Mas Rendra ku:(Foto ruangan meeting )Break meeting.Kamu tidak percaya sama saya?Keisha? Keisha memutar bola matanya malas membaca rentetan pesan Rendra yang tak akan dia balas saat ia baru saja mengaktifkan ponselnya. 
 “Maaf, gak akan percaya lagi. Takut musyrik percaya sama setan,” Gumam Keisha menatapi layar ponselnya.
 Jahat bukan mengatai suami ‘setan’? Tapi, sejujurnya Rendra lebih jahat dari Keisha. Istri mana yang akan baik-baik saja saat suaminya bobok di apartemen mantan dan mantannya pamer ke istri sah? 
 Iya, kan? Lebih jahatan Rendra, kan? 
 “Udah, mas. Cukup, aku nggak akan kasih kamu celah buat nyakitin aku lagi.” Keisha mencoba meyakinkan dirinya sendiri, ia menghela napas berat, “Memang cowok ganteng cuman kamu aja, mas? Gak, yang lebih ganteng banyak.” Kesalnya tiba-tiba.
 Pada akhirnya kekesalan itu berakhir dan Keisha ketiduran di kereta. Sampai, alarm ponselnya berbunyi, dan membangunkan Keisha juga Elena. Ya, Keisha mengatur alarm ponselnya 15 men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status