Share

Bab 2

Author: N Lita S
last update Last Updated: 2025-09-04 14:00:57

Mas Rendra ku:

(Foto ruangan meeting )

Break meeting.

Kamu tidak percaya sama saya?

Keisha? 

 

Keisha memutar bola matanya malas membaca rentetan pesan Rendra yang tak akan dia balas saat ia baru saja mengaktifkan ponselnya. 


 

“Maaf, gak akan percaya lagi. Takut musyrik percaya sama setan,” Gumam Keisha menatapi layar ponselnya.


 

Jahat bukan mengatai suami ‘setan’?  Tapi, sejujurnya Rendra lebih jahat dari Keisha. Istri mana yang akan baik-baik saja saat suaminya bobok di apartemen mantan dan mantannya pamer ke istri sah? 


 

Iya, kan? Lebih jahatan Rendra, kan? 


 

“Udah, mas. Cukup, aku nggak akan kasih kamu celah buat nyakitin aku lagi.” Keisha mencoba meyakinkan dirinya sendiri, ia menghela napas berat, “Memang cowok ganteng cuman kamu aja, mas? Gak, yang lebih ganteng banyak.” Kesalnya tiba-tiba.


 

Pada akhirnya kekesalan itu berakhir dan Keisha ketiduran di kereta. Sampai, alarm ponselnya berbunyi, dan membangunkan Keisha juga Elena. Ya, Keisha mengatur alarm ponselnya 15 menit sebelum kereta yang ditumpangi sampai di stasiun tujuan. Stasiun Yogyakarta atau lebih dikenal dengan Stasiun Tugu. 


 

Jogja. 
 

Sebahagia itu Keisha setiap kali dia menginjakkan kakinya di Jogja, tempat kelahirannya. Dulu memang keluarga Keisha tinggal di Jogja lalu pindah ke Jakarta karena Almarhum. Papa nya sukses membangun bisnis di Jakarta.


 

Mereka tiba di Jogja pukul tiga kurang sepuluh menit dengan menaiki kereta Argo Lawu tujuan Gambir – Yogyakarta. Dengan lama perjalanan enam jam lebih empat menit.


 

“Gue ngantuk, Kei. Tidur bentar,” ucap Elena langsung merebahkan diri di kursi tunggu. Suasana masih gelap. Keisha dan Elena takut memesan taksi online di jam tiga pagi. Jadi, mereka memutuskan menunggu hingga matahari terbit baru meninggalkan stasiun.


 

“Udah sampai Jogja, dan Elena tidur,” gumam Keisha melirik ke arah Elena dengan gelengan kepala. “Gue juga pengen tidur tapi ga bisa.” Menghela napas panjang.


 

Pukul 05.00 pagi, Keisha dan Elena pergi ke apartemen milik kenalan Elena yang disewa untuk tempat tinggal selama mereka di Jogja. 


 

“Untung ada kenalan lo, El. Kalau nggak jadi gelandangan sampai jam 2 kita,” kekeh Keisha sambil merebahkan diri di sofa. 


 

“Masih bisa lo cengengesan?” Tanya Elena seraya membuka kopernya. Mengeluarkan baju-bajunya untuk ditata ke dalam lemari. 


 

“Ya, gimana? Gue harus tetap waras sekalipun suami gue bobok sama cewek lain,” Keisha mengangkat bahunya, lalu tersenyum tipis.


 

Orang gila mana yang masih bisa ha ha hi hi, padahal tahu suami sendiri bobok sama cewek lain? Ya, Keisha orang gilanya itu.


 

“Gue mau mandi, lo mandi setelah gue, terus abis itu kita sarapan.” Ucap Elena yang sudah selesai menata baju-bajunya.Keisha hanya merespon dengan anggukkan kecil, dan Elena berlalu ke kamar mandi. 


 

Keisha menunggu Elena sambil melamun, tiba-tiba saja dia menghela napas berat–mengingat sikap Rendra padanya selama ini.


 

“Keisha Anandita Raveena, lu itu manusia terbodoh yang ada di muka bumi ini sepertinya. Udah tahu suami lu itu setan, masih aja bertahan sampai 6 bulan,” gumamnya geleng-geleng kepala, seakan heran dengan kebodohannya sendiri.


 

Jika diingat-ingat kapan dia dan Rendra pernah pergi bersama kecuali acara keluarga besar? Sepertinya tidak pernah. Bahkan, pergi ke pesta menemani pria itu hanya sebagai formalitas saja. Agar tak ada yang tahu bahwa pernikahannya dan Rendra terlihat harmonis. Padahal, jangankan harmonis. Saling bertegur sapa saja jarang sekali. Mungkin bisa dihitung dengan jari.


 

“Bener manusia itu tak luput dari salah, iya bener banget. Kalau ada yang bilang manusia itu tempatnya salah pun bener banget. Tapi, suami gue kayaknya pabriknya salah. Gimana, gak? Udah tahu nggak cinta tapi dinikahi. Karena perjodohan? Wasiat? Halah basi. Nikahin gue tapi tidurnya sama cewek lain, istrinya dianggurin. Kenapa sih dia? Ada masalah hidup apa sih, dia dulu itu? Kenapa gak nolak perjodohan itu?” Gumam Keisha bertanya-tanya.


 

“Kalau gue jelas karena gak berani nolak,ya. Tapi, Mas Rendra itu cukup berkuasa di keluarganya, masa ga berani nolak, sih? Sebel.” Gerutu Keisha seorang diri sampai tidak menyadari Elena sudah keluar dari kamar mandi dan menatapnya sambil bersedekap dada.


 

“Yakin lu mau cerai?” Tanya Elena membuat Keisha mengangkat wajahnya dan mengangguk mantap. “Yakin banget, El. Emang lu lihat keraguan di diri gue?” 


 

Elena menggeleng, “Tapi perasaan lu ke Mas Rendra masih sebesar itu, Kei. Gue cuman takut lu malah makin tersakiti setelah kalian cerai.” Jujur Elena mengungkapkan kekhawatirannya. 


 

“Nggak, El. Gue pasti bisa merelakan perasaan yang masih besar ini dengan seiring berjalannya waktu.” Balas Keisha penuh keyakinan.


 

Elena mengangguk-anggukkan kepala tak lagi bertanya. Karena setelahnya Keisha pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.


 

**

“Bentar, gue ke toilet dulu,” Pamit Elena yang tiba-tiba mendapatkan panggilan alam saat dia dan Keisha baru saja selesai sarapan di salah satu restoran favorite Keisha ketika ia berkunjung ke Jogja.


 

Keisha menunggu Elena sambil bermain ponselnya, pas sekali dengan pesan masuk dari Rendra.


 

Mas Rendra Ku:

Kamu di mana? Saya pulang, kamu nggak ada di rumah.


 

Keisha:

Ngapain pulang?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Antara Dua Hati   Bab 08 (II)

    Di tempat lain, Keisha duduk dengan gelisah di dalam mobil Elena, sahabatnya. Matanya masih basah oleh air mata, tetapi ada secercah harapan yang menguatkan hatinya. Bi Tuti telah mempertaruhkan segalanya demi membantunya keluar dari rumah yang sudah seperti penjara."Tenang, Keisha. Sekarang Lu udah aman," ujar Elena dengan lembut sambil menyetir. Suaranya mencoba menenangkan, meski ia tahu Keisha masih trauma dengan apa yang baru saja terjadi.Keisha mengangguk pelan, meski hatinya masih bergemuruh. “Gue nggak tahu harus ke mana sekarang. Kalau Mas Rendra tahu gue sama lu, dia nggak akan tinggal diam. Lu bisa ikutan kena.”Elena melirik sekilas, tatapannya penuh empati. “Kita bisa pergi ke tempat yang dia nggak akan bisa cari. Lu nggak perlu ngerasa sendirian, Keisha. Gue pasti nemenin lu sampai lu benar-benar aman dari suami gila lu itu.”Keisha menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Kini ia merasa memiliki kendali atas hidupnya sendiri. Dengan bantuan Elena dan Bi Tu

  • Di Antara Dua Hati   Bab 08

    "Dasar tidak becus kalian semua! Menjaga satu perempuan saja tidak bisa!" Rendra berteriak penuh amarah begitu sampai di rumah dan menerima kabar bahwa Keisha, telah melarikan diri.“Maaf, Pak. Saya tidak menyangka Bu Keisha akan kabur lewat pintu belakang,” jawab salah satu bodyguard dengan nada gemetar. Ia adalah salah satu dari sekian orang yang Rendra tugaskan untuk menjaga Keisha dan memastikan perempuan itu tetap berada di rumah.“Saya sudah bilang jangan lengah! Kenapa tidak ada yang berjaga di pintu belakang?!” Rendra menuntut penjelasan dengan suara yang semakin meninggi, dengan ledakan amarah yang nyaris tak terbendung.Para pengawal saling melirik gugup, pandangan mereka bergeser ke arah Bi Tuti, asisten rumah tangga yang berdiri kaku tak jauh dari sana. Bi Tuti hanya bisa menunduk, tubuhnya gemetar karena ketakutan. "Ya Allah, saya ketahuan," batin Bi Tuti panik. Sudah bisa ditebak, para bodyguard itu pasti akan membongkar perbuatannya. Dialah yang telah membantu Keisha me

  • Di Antara Dua Hati   Bab 7

    “Kamu itu seluruh duniaku. Hidup tidak ada artinya tanpa kamu, Narendra.”—Inara Swastika—Di apartemennya yang mewah, Nara berdiri di depan cermin besar, merapikan penampilannya dengan saksama. Lipstik merah tebal membingkai bibirnya sempurna, menonjolkan kontras tajam dengan gaun hitam elegan yang pas di tubuhnya. Setiap detail ia persiapkan dengan teliti: tak ada rambut terurai sembarangan, tak ada noda mengganggu. Malam ini harus benar-benar sempurna.“Bi, saya udah cantik belum?” tanyanya sambil memperhatikan bayangannya, seolah mencari kepastian dari penampilan yang sudah ia rancang matang-matang.Pelayan setia yang sudah menemaninya bertahun-tahun menunduk hormat. “Cantik sekali, Non.”Nara tersenyum tipis, tapi ada kegelisahan tersembunyi. Dalam hatinya, api persaingan dengan istri sah Rendra terus berkobar. Keisha selalu menjadi bayangan yang menghantui kebahagiaannya. Ia harus mengalahkan wanita itu dengan cara apa pun.“Harus lebih cantik dari Keisha. Wajib banget,” gumamny

  • Di Antara Dua Hati   Bab 6

    Keisha menatap layar ponselnya dengan kosong, air matanya kembali mengalir. Sakit hatinya kian dalam setelah membaca pengakuan Nara yang dengan angkuh menyatakan bahwa Rendra lebih memilih bersamanya. Luka itu bukan hanya karena pengkhianatan, tapi juga perasaan tak berdaya yang kian menjerat. Ia menutup mata, mencoba mengatur napas. Dalam kondisi seperti ini, hanya satu jalan: tetap tenang, jangan sampai terjebak dalam emosi. Jika ia lemah, Rendra dan Nara akan merasa menang. “Menyerah bukan berarti kalah,” gumamnya parau. Tekadnya semakin bulat, meski rasa sakit terus menggerogoti. Waktu berjalan lambat. Keisha duduk di tepi ranjang, memandangi pintu kamar yang tertutup rapat—simbol penjara tak kasat mata. Ia tahu Elena sedang menuju rumah, tapi kecemasan tetap menghantui. Bagaimana jika Rendra lebih dulu pulang? Bagaimana jika ia memergoki rencananya? Untuk mengusir rasa cemas, Keisha berjalan ke jendela, mengintip dari celah tirai. Benar saja, dua bodyguard berdiri di dep

  • Di Antara Dua Hati   Bab 5

    “Jika bertahan itu sakit, untuk apa tetap bertahan? Hatimu berhak memilih: melepaskan rasa sakit atau tetap memeluknya.”—Keisha Anandita Raveena—“Maaf, Bu. Bapak berpesan Ibu tidak boleh keluar rumah,” ucap Tuti sopan, menghadang Keisha yang hendak pergi dengan kopernya.“Mbak, saya harus pergi sekarang. Tolong jangan halangi saya!” suara Keisha bergetar penuh penekanan.Namun Tuti menggeleng, “Jangan persulit saya, Bu. Saya bisa kena hukuman Pak Rendra kalau Ibu sampai keluar.” Wajahnya memelas.Keisha menarik napas panjang, matanya berkaca. “Saya juga kesulitan kalau harus tetap bertahan di rumah ini, Mbak.” Ia sudah lelah. Mengapa Rendra sengaja mempersulit? Seolah pria itu tahu rencananya untuk pergi.Tuti menunduk, hatinya ikut terenyuh. “Bu, meskipun saya tak menghalangi, Ibu tetap akan sulit keluar. Baru saja bodyguard suruhan Pak Rendra datang. Mereka berjaga di pintu utama dan pos satpam.”Keisha membelalak. “Ma-maksud Mbak, suami saya menempatkan bodyguard di rumah ini? Di

  • Di Antara Dua Hati   Bab 04

    Jogja memang memberi ketenangan bagi jiwa yang terluka, tapi bagi Keisha itu hanya sesaat. Setelah hari-hari penuh ketidakpastian, akhirnya ia dan Elena kembali ke Jakarta. Hati Keisha masih berat, namun keputusannya sudah bulat: saatnya menyelesaikan semuanya dengan Rendra. Pesawat mereka mendarat mulus di Bandara Soekarno-Hatta. Usai mengambil bagasi, Keisha menerima pesan dari Rendra yang sudah menunggunya di pintu keluar. Mas Rendraku: “Sudah di mana?” Keisha: “Di pintu 3.” Tak lama, Rendra muncul dengan ekspresi datar. Keisha terbiasa dengan sikap dinginnya, tapi kali ini ada beban berbeda yang tampak jelas. Mereka saling berhadapan dalam hening sebelum Rendra mengambil koper istrinya. “Ayo, kita pulang,” ucapnya singkat. Keisha hanya mengangguk, mengikuti langkah suaminya yang tegas tapi penuh ketegangan. Di dalam mobil, hampir tak ada percakapan. Hanya suara mesin dan kendaraan lain yang terdengar. Elena sudah lebih dulu pulang dengan taksi online, memberi ruang untuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status