Share

Di Antara Dua Hati
Di Antara Dua Hati
Author: N Lita S

Bab 01

Author: N Lita S
last update Last Updated: 2025-09-04 13:57:19

Ting!

Dering ponsel membuyarkan lamunan Keisha, membuat perempuan itu menoleh ke arah nakas di samping tempat tidur, lalu meraih ponselnya dari sana.

“Nomor baru?” gumamnya, membaca notifikasi pesan masuk yang berisi foto.

Keisha lantas membuka pesan tersebut. Dan jantungnya mencelos seketika melihat isi pesan itu.

+Nomor baru: Suami lo ada di apart gue.

Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal, namun Keisha bisa menebak siapa pengirimnya.

“Nara?” ketik Keisha, membalas pesan tersebut.

Keisha Anandita Raveena, nama lengkapnya. Perempuan 24 tahun itu lagi-lagi mendapati hal yang menyakiti hatinya, menghancurkan perasaannya. Dan sialnya, pelaku dari rasa sakit itu adalah orang terdekatnya—orang yang seharusnya membahagiakan dan melindunginya, justru menjadi yang paling jahat padanya.

Narendra Hadiwijaya. Pria yang menikahi Keisha enam bulan lalu karena sebuah perjodohan di masa lalu antara kakek mereka. Dialah sumber luka di hidup Keisha saat ini.

Tak lama, pesan dari nomor baru itu kembali masuk.

+Nomor baru: Yaps, pacar suami lo. Kasihan, lo tidur sendiri dulu.

Keisha menghela napas panjang. Ia membuka foto yang dikirim Nara—wanita itu yang ia tahu adalah pacar suaminya. Ah, seharusnya sudah menjadi mantan pacar, bukan? Karena Rendra telah menikah dengannya. Namun nyatanya, di belakang Keisha, mereka masih berhubungan. Bahkan dengan tidak tahu malunya, Nara selalu menyombongkan kebersamaannya dengan Rendra. Terhitung satu bulan terakhir, Nara gencar mengganggu Keisha—mengirimkan banyak foto saat ia sedang bersama Rendra.

“Lagi?” gumam Keisha sambil meremas ponselnya.

Butiran air mata jatuh, membasahi pipi Keisha. Bagaimana tidak? Istri mana yang akan baik-baik saja saat mendapat kiriman foto suaminya sedang berada di apartemen perempuan lain. Di ranjang perempuan lain dan bertelanjang dada? Orang yang tidak normal pun rasanya akan overthinking melihat itu.

“Apa gue harus tetap diam? Sementara Mas Rendra terus-terusan seenaknya? Sampai kapan Mas Rendra seperti ini? Gue beneran muak,” keluh Keisha, mengusap air matanya dengan jemari.

Tidak! Keisha harus berani ambil sikap. Sudah cukup ia selalu diam selama ini.

“Elena?” Keisha mengangguk pelan, mengingat Elena—sahabatnya. Elena Swastika, sahabat sejak SMP, sekaligus orang yang selalu ada untuk Keisha. Entah mengapa, setiap kali merasa terpuruk dan sedih, Keisha selalu teringat Elena. Ya, karena Elena selalu mengerti rasa sakitnya.

“El, gue udah nggak sanggup lagi. Gue nyerah, El. Gue mau cerai aja,” ketik Keisha—mengirim pesan singkat pada Elena.

Tak sampai semenit, Elena langsung membalas.

El: Kei, ada apa? Suami lo nggak pulang lagi?

Lihat? Elena bahkan tahu tabiat buruk Rendra selama menjadi suami Keisha.

Keisha: Dia sama Nara lagi, El. Nginep.

El: Anj!ng. As Rendra yang bilang?

Keisha: Nara chat gue. Gue mau nyerah, gue nggak bisa. Enam bulan udah cukup buat gue bertahan. Gapapa 'kan, El?

El: Gue nggak mau egois minta lo tetap bertahan sementara kelakuan laki lo kek Dajjal. It’s okay, Kei. Kalau lo udah yakin, gue cuma bisa dukung. Kasih tahu gue, lo butuh bantuan apa?

Yah, begitulah Elena. Ia selalu mendukung keputusan Keisha. Selalu di sisinya, seperti saudara kandung tanpa ikatan darah.

“Gue harus ke Jogja,” gumam Keisha pelan. Ia pun mengatakan pada Elena agar menemaninya pergi ke Jogja.

El: Kapan? Sekarang banget?

Awalnya Keisha tidak berpikir akan pergi sekarang. Namun, semakin ia menunda, semakin tidak baik untuk mentalnya.

Keisha: Iya. Gue mau ziarah ke makam Kakek. Minta maaf ke Kakek. Gue mau waras, El. Sementara bertahan sama Mas Rendra bikin kewarasan gue hilang.

Keisha dan Elena sepakat bertemu langsung di stasiun. Mereka akan ke Jogja naik kereta malam dan tiba pagi hari.

Keisha berkali-kali meyakinkan diri bahwa perceraian bukanlah akhir dunia. Justru bertahan dengan luka batin yang terus menganga adalah bunuh diri perlahan.

"Gapapa, Keisha. Lo cuma jadi janda. Tapi virgin. Gapapa. Not bad."

Ya. Selama enam bulan menikah, Rendra tak pernah menyentuhnya. Bahkan perhatian pun tak pernah diminta, karena Keisha tahu—cintanya tak berbalas.

Ia tertegun menatap foto lama Rendra yang masih terselip rapi di buku diarinya. Foto itu diberi tulisan: Crush since SMA.

"Ganteng banget pas masih jadi crush," gumamnya. Ia meletakkan foto itu di laci nakas.

Tak mau lagi menyimpannya dalam diary.

Mungkin suatu saat, Keisha akan membakar foto itu—bersama kenangan.

Ia duduk di tepi tempat tidur, melemaskan bahu dan menarik napas dalam.

"Kok bisa gue jatuh cinta sama iblis berparas malaikat?" lirihnya, menatap laci. "Oh, mungkin karena dulu gue masih bocil. Lihat gantengnya doang. Wajar, namanya masih labil."

Ia menggeleng kecil. “Tapi gue tertipu banget. Fak yu, Mas Rendra.”

Terlebih ketika mengingat bagaimana Rendra dulu bersikap sangat baik di depan almarhum kakeknya. Semua hanya sandiwara.

Keisha beranjak, memasukkan diary ke dalam tas. "Apa lagi ya?" gumamnya, memastikan tak ada barang yang tertinggal.

Ting!

Pesan dari Rendra masuk.

Mas Rendra ku: Saya nggak pulang malam ini.

Keisha tersenyum getir. "Gue sedekahin lo buat Nara, Mas. Mau kalian ngamar sampai anu lo keriput juga, gue nggak peduli."

Ia mengetik balasan cepat.

Keisha: Iya. Lembur di apartemen Nara 👍🙂

Pesan baru masuk.

Mas Rendra ku: Bilang apa kamu? Saya di perusahaan. Mau bukti?

Keisha menggeleng, lalu membalas singkat.

No, thanks. Nggak perlu.

Setelah itu, ia menonaktifkan ponselnya.

*

“Kei!” Suara Elena menyapa indera pendengaran Keisha, membuat perempuan itu menoleh ke arahnya.

Terlihat Elena melambaikan tangannya. Keisha tersenyum tipis lalu membawa langkahnya menghampiri sang sahabat.

“Udah lama?” tanya Keisha.

Elena mengangguk. “Yuk.” Ia merangkul lengan

Keisha. “Lo nggak usah sedih. Kita kasih paham si asu Rendra itu kalau lu baik-baik aja tanpa tu dajjal.”

Keisha menghela napas pelan. “Gue juga nggak nyangka bisa sampai di titik ini, El. Rasanya udah nggak ada yang bisa diselametin dari pernikahan ini.”

“Memang nggak ada, Kei,” jawab Elena mantap. “Lo udah cukup sabar. Udah cukup menderita. Sekarang waktunya lo bahagia.

Udah saatnya milih waras.”

Keisha tersenyum getir, lalu mengangguk. “Makasih ya, El... selalu ada buat gue.”

Elena menepuk-nepuk bahu sahabatnya. “Selalu. Gue nggak akan ke mana-mana. Kita ke Jogja, healing, terus pikirin langkah selanjutnya. Yang penting, jangan biarin laki nggak tahu diri itu nginjek harga diri lo terus.”

Keisha mengangguk pelan. Ia menarik koper kecilnya, sementara Elena membantunya membawa tas selempang.

“Lo beneran mau ziarah ke makam kakek lo?” tanya Elena saat mereka sudah berjalan menuju pintu masuk stasiun.

“Iya. Gue harus minta maaf. Karena gue udah gagal jaga amanat perjodohan itu,” jawab Keisha lirih.

Elena menoleh. “Jangan nyalahin diri lo terus, Kei. Itu bukan salah lo. Itu salah Rendra yang brengsek.”

Keisha hanya mengangguk. Dalam hati ia tahu, memang bukan salahnya, tapi tetap saja rasa bersalah itu sulit diusir dari hati.

Perjalanan malam ke Jogja itu terasa panjang tapi sekaligus melegakan. Keisha memutuskan untuk tidur dalam perjalanan, bersandar pada bahu Elena yang setia menemaninya, sementara air mata pelan-pelan mengering, hanya perasaan yakin untuk berpisah dari Rendra yang tersisa.

Tbc

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Antara Dua Hati   Bab 7

    “Kamu itu seluruh duniaku. Hidup tidak ada artinya tanpa kamu, Narendra.”—Inara Swastika—Di apartemennya yang mewah, Nara berdiri di depan cermin besar, merapikan penampilannya dengan saksama. Lipstik merah tebal membingkai bibirnya sempurna, menonjolkan kontras tajam dengan gaun hitam elegan yang pas di tubuhnya. Setiap detail ia persiapkan dengan teliti: tak ada rambut terurai sembarangan, tak ada noda mengganggu. Malam ini harus benar-benar sempurna.“Bi, saya udah cantik belum?” tanyanya sambil memperhatikan bayangannya, seolah mencari kepastian dari penampilan yang sudah ia rancang matang-matang.Pelayan setia yang sudah menemaninya bertahun-tahun menunduk hormat. “Cantik sekali, Non.”Nara tersenyum tipis, tapi ada kegelisahan tersembunyi. Dalam hatinya, api persaingan dengan istri sah Rendra terus berkobar. Keisha selalu menjadi bayangan yang menghantui kebahagiaannya. Ia harus mengalahkan wanita itu dengan cara apa pun.“Harus lebih cantik dari Keisha. Wajib banget,” gumamny

  • Di Antara Dua Hati   Bab 6

    Keisha menatap layar ponselnya dengan kosong, air matanya kembali mengalir. Sakit hatinya kian dalam setelah membaca pengakuan Nara yang dengan angkuh menyatakan bahwa Rendra lebih memilih bersamanya. Luka itu bukan hanya karena pengkhianatan, tapi juga perasaan tak berdaya yang kian menjerat. Ia menutup mata, mencoba mengatur napas. Dalam kondisi seperti ini, hanya satu jalan: tetap tenang, jangan sampai terjebak dalam emosi. Jika ia lemah, Rendra dan Nara akan merasa menang. “Menyerah bukan berarti kalah,” gumamnya parau. Tekadnya semakin bulat, meski rasa sakit terus menggerogoti. Waktu berjalan lambat. Keisha duduk di tepi ranjang, memandangi pintu kamar yang tertutup rapat—simbol penjara tak kasat mata. Ia tahu Elena sedang menuju rumah, tapi kecemasan tetap menghantui. Bagaimana jika Rendra lebih dulu pulang? Bagaimana jika ia memergoki rencananya? Untuk mengusir rasa cemas, Keisha berjalan ke jendela, mengintip dari celah tirai. Benar saja, dua bodyguard berdiri di dep

  • Di Antara Dua Hati   Bab 5

    “Jika bertahan itu sakit, untuk apa tetap bertahan? Hatimu berhak memilih: melepaskan rasa sakit atau tetap memeluknya.”—Keisha Anandita Raveena—“Maaf, Bu. Bapak berpesan Ibu tidak boleh keluar rumah,” ucap Tuti sopan, menghadang Keisha yang hendak pergi dengan kopernya.“Mbak, saya harus pergi sekarang. Tolong jangan halangi saya!” suara Keisha bergetar penuh penekanan.Namun Tuti menggeleng, “Jangan persulit saya, Bu. Saya bisa kena hukuman Pak Rendra kalau Ibu sampai keluar.” Wajahnya memelas.Keisha menarik napas panjang, matanya berkaca. “Saya juga kesulitan kalau harus tetap bertahan di rumah ini, Mbak.” Ia sudah lelah. Mengapa Rendra sengaja mempersulit? Seolah pria itu tahu rencananya untuk pergi.Tuti menunduk, hatinya ikut terenyuh. “Bu, meskipun saya tak menghalangi, Ibu tetap akan sulit keluar. Baru saja bodyguard suruhan Pak Rendra datang. Mereka berjaga di pintu utama dan pos satpam.”Keisha membelalak. “Ma-maksud Mbak, suami saya menempatkan bodyguard di rumah ini? Di

  • Di Antara Dua Hati   Bab 04

    Jogja memang memberi ketenangan bagi jiwa yang terluka, tapi bagi Keisha itu hanya sesaat. Setelah hari-hari penuh ketidakpastian, akhirnya ia dan Elena kembali ke Jakarta. Hati Keisha masih berat, namun keputusannya sudah bulat: saatnya menyelesaikan semuanya dengan Rendra. Pesawat mereka mendarat mulus di Bandara Soekarno-Hatta. Usai mengambil bagasi, Keisha menerima pesan dari Rendra yang sudah menunggunya di pintu keluar. Mas Rendraku: “Sudah di mana?” Keisha: “Di pintu 3.” Tak lama, Rendra muncul dengan ekspresi datar. Keisha terbiasa dengan sikap dinginnya, tapi kali ini ada beban berbeda yang tampak jelas. Mereka saling berhadapan dalam hening sebelum Rendra mengambil koper istrinya. “Ayo, kita pulang,” ucapnya singkat. Keisha hanya mengangguk, mengikuti langkah suaminya yang tegas tapi penuh ketegangan. Di dalam mobil, hampir tak ada percakapan. Hanya suara mesin dan kendaraan lain yang terdengar. Elena sudah lebih dulu pulang dengan taksi online, memberi ruang untuk

  • Di Antara Dua Hati   Bab 03

    
 Mas Rendra Ku:Sadar kamu tanyakan itu ke suami kamu, Keisha?
 Keisha:Suami? Masih ingat kalau Mas itu seorang suami? Aku kira ingetnya udah jadi duda.
 Mas Rendra Ku:Jaga ketikan kamu, Keisha!Saya jelas suami kamu. Kamu lupa saya mengucap akad di hadapan mendiang kakek kamu?!
 Keisha:Dih, ngamuk.Aku lagi di Jogja sama Elena, ziarah ke makam Kakek. Kalau ada yang mau dibahas nanti aja pas aku pulang.
 Mas Rendra ku:Kamu di Jogja? Kenapa nggak izin saya?Kamu seorang istri, Keisha. Seharusnya kamu izin saya sebelum pergi ke Jogja.
 Keisha:Izin ke Jogja (Emot kedua tangan mengatup)
 Mas Rendra Ku: Sebelum pergi!
 Keisha hanya membaca pesan Rendra tanpa berniat membalasnya karena saat itu Elena sudah datang. 
 “Ayo, gue udah legah.” Kekeh Elena seraya mengelus perutnya yang rata.
 Keisha geleng-geleng kepala lalu bangkit dari duduknya. 
 ***Keisha berlutut di samping pusara kakeknya, air matanya menetes membasahi tanah yang masih basah oleh hujan semalam.

  • Di Antara Dua Hati   Bab 2

    Mas Rendra ku:(Foto ruangan meeting )Break meeting.Kamu tidak percaya sama saya?Keisha? Keisha memutar bola matanya malas membaca rentetan pesan Rendra yang tak akan dia balas saat ia baru saja mengaktifkan ponselnya. 
 “Maaf, gak akan percaya lagi. Takut musyrik percaya sama setan,” Gumam Keisha menatapi layar ponselnya.
 Jahat bukan mengatai suami ‘setan’? Tapi, sejujurnya Rendra lebih jahat dari Keisha. Istri mana yang akan baik-baik saja saat suaminya bobok di apartemen mantan dan mantannya pamer ke istri sah? 
 Iya, kan? Lebih jahatan Rendra, kan? 
 “Udah, mas. Cukup, aku nggak akan kasih kamu celah buat nyakitin aku lagi.” Keisha mencoba meyakinkan dirinya sendiri, ia menghela napas berat, “Memang cowok ganteng cuman kamu aja, mas? Gak, yang lebih ganteng banyak.” Kesalnya tiba-tiba.
 Pada akhirnya kekesalan itu berakhir dan Keisha ketiduran di kereta. Sampai, alarm ponselnya berbunyi, dan membangunkan Keisha juga Elena. Ya, Keisha mengatur alarm ponselnya 15 men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status