Home / Romansa / Di Antara Dua Pilihan / Bab 6. Orang yang Kamu Cintai atau Orang yang Mencintai Kamu?

Share

Bab 6. Orang yang Kamu Cintai atau Orang yang Mencintai Kamu?

last update Last Updated: 2025-11-30 16:30:00

Suhu tubuh Keenan meningkat sengit karena sentuhan insten dengan Dhara. Embusan udaranya menghangat, menyapu leher dan daun telinga si gadis.

Di luar hujan sangat deras, tetapi sunyi di dalam. Hal itu membuat isi kepala keduanya sangat liar. Mereka memandangi satu sama lain dengan sayu.

Perlahan, selimut ditarik ke atas oleh Keenan hingga mengubur mereka. Di atas sopa sempit ini keduanya mulai mencoba melakukan hal gila. Degupan jantung yang seolah saling bertaberakan, embusan udara hangat, sentuhan panas.

“Dhara!” seru seorang lelaki dari balik kaca yang tertutup tirai.

“Langit?” gumam Dhara seiring dorongan kecil yang membuat Keenan bangkit. “Kayanya itu Langit.” Panik di bola matanya sangat kontras.

“Ck!”

Segera Dhara beringsut dari sofa, merapikan pakaian yang kusut dan rambutnya yang berantakan. “Keenan, pakai baju kamu!” paniknya.

“Buka saja pintunya!” Keenan tidak peduli, ia hanya bersantai di atas sofa dengan kedua tangan terlentang dan satu kaki terangkat.

“Pakai dulu baju kamu. Nanti gimana kalau Langit mikir aneh-aneh!”

Lehernya hanya memutar kecil. “Buka saja pintunya.” Wajahnya datar dan dingin.

Ujung kuku digigit oleh Dhara yang sedang diselimuti perasaan gelisah. Kakinya terpaku, tetapi ketukan pintu semakin brutal dan memaksanya untuk meladeni seseorang di luar sana.

Decitan pintu belum selesai karena Langit segera menenggelamkan Dhara dalam pelukannya yang hangat, aman dan nyaman. Perasaan ini tidak pernah bisa disangkal oleh si gadis.

“Kamu baik-baik saja, kan?” Embusan udara ini sangat hangat, tetapi berbeda makna dengan Keenan. Perasaan Langit selalu dipenuhi ketulusan.

Dhara mulai menggeliat kecil hingga berhasil keluar dari pelukan Langit yang tidak pernah mengandung paksaan, obsesi dan semacamnya. Ia menjawab dengan anggukan kecil. “Ya.”

Saat ini Dhara tidak memiliki keberanian beradu tatapan dengan Langit, justru ia sibuk merapikan rambutnya yang sudah rapi.

Sejenak, Langit bingung dengan sikap aneh Dhara. Namun, ada hal yang lebih penting. “Mana Keenan?” Dengusan tipisnya mengudara.

Sekejap lirikan Dhara mengarah pada ruang tengah. “Keenan ..., mungkin tidur lagi.” Lalu mendongak dengan senyuman palsu yang dibalut cemas.

Wajah Langit dibuang. Cemburu sangat kontras di permukaan wajahnya. “Kenapa dia masih di sini?”

“Hujan. Kan?” Senyuman alakadarnya merusak aura cantik Dhara.

Saya rela basah buat kamu.

Hati Langit terbelah karena Keenan sudah menggeser posisinya.

“Kok kamu balik lagi?” Sepasang bola mata indah ini menatap netra yang dipenuhi dengan ketulusan. Pun, saat ini ia baru menyadari jika semua pakaian Langit sudah terguyur hujan. “Langit, kamu kehujanan? Gimana kalau kamu masuk angin ..., gimana kalau kamu sakit!”

Dengan sigap, Dhara menarik tangan kanan Langit, menggiringnya masuk. “Tunggu ya, saya ambilkan baju kering. Ada baju Papa yang muat buat kamu.”

Seketika senyuman bahagia diukir Langit saat kembali mendapatkan perhatian Dhara yang sudah banyak dicuri oleh Keenan.

Namun, saat ini juga hatinya dihancurkan oleh rivalnya kala lelaki itu muncul dengan bertelanjang dada. “Celana dalam Dhara cute banget!” Seringainya sangat licik dan dipenuhi kemenangan.

Buk!

Suara benda jatuh membuat Dhara berlari tergesa dari kamar ayahnya. Seketika mulutnya menganga saat mendapati Langit yang memukuli Keenan tanpa ampun, bahkan setelah hidungnya mengalirkan darah segar.

Tatapan Langit beralih pada Dhara. Tatapan yang sangat berkebalikan dari biasanya. Kecewa, kebencian, jijik. Bercampur jadi satu.

Buk!

Langit terjungkal setelah menerima tendangan Keenan hingga ia membalikan keadaan. Setiap pukulan berisi rasa puas. Kemenangan yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

Namun, Langit menerimanya tanpa perlawanan. Ujung matanya selalu bergeser ke arah Dhara. Tatapan nanar yang tidak pernah dilihat oleh si gadis.

“Berhenti ....” Suaranya bergetar. “Jangan seperti ini ....” Dhara ambruk bersamaan dengan air mata yang menetes untuk Langit.

Pukulan Keenan berakhir dan menyisakan Langit yang memandang kosong langit-langit dengan tubuh terkulai.

Dhara terduduk layu menatap Langit yang hancur. Tetapi Keenan tidak membiarkan pasangannya larut. Ia segera menggendongnya dan membawanya ke kamar.

“Kenapa kamu pukuli Langit?” Bibirnya masih bergetar dengan air mata membendung.

“Salah?”

“Jangan begitu ....”

“Dia pukul saya duluan.” Ekspresinya sangat tenang seiring mengusap darah segar yang masih mengucur.

“Langit tidak akan pukul kamu tanpa alasan. Saya tahu gimana Langit.” Matanya tidak dapat berbohong jika Dhara sangat peduli pada lelaki yang selalu berkorban untuknya.

Dengan lembut, Keenan mengusap air mata yang membendung. Berharap butiran itu tidak jatuh untuk Langit. “Saya cuma bilang celana dalam kamu cute. Tapi dia emosional.” Seringai kecil menjadi penutup kalimat liciknya.

Kedua tangan Dhara meremas celana panjangnya saat menahan kecewa. “Kenapa kamu bilang gitu, Keenan? Langit pasti berpikir kita sudah melakukan hal dewasa. Padahal kita ....” Keenan mengusap lembut bibirnya dan berhasil menghentikan kalimatnya.

“Ini cara lelaki bersaing.”

Dhara hendak keluar dari kamar, tetapi langkahnya terhenti kala Keenan menahannya dengan pelukan. Lalu berbisik dingin, “Siapa yang kamu pilih. Orang yang kamu cintai atau orang yang mencintai kamu?”

Cinta kamu palsu, tapi kamu tidak suka saya berlari buat Langit! Kenapa?

“Jangan membuat pilihan licik.” Suaranya hampir hilang karena menahan tangis.

Alih-alih melepaskan Dhara, justru Keenan semakin menenggelamkannya. Intonasi suaranya melembut. “Saya mau menikah sama kamu, saya mau hidup sama kamu. Tapi dia belum tentu. Dia suka kamu karena kalian sering bersama. Jangan salah mengartikan perasaan lelaki.”

Dhara memang tidak terlalu paham urusan hati, bahkan cinta pertamanya saja tidak pernah terlihat mencintainya, justru Keenan sering mengabaikannya. Jadi, bagaimana cara mendevinisikan cinta jika yang didapatnya selalu rasa sakit?

Begitupun tentang ketulusan Langit. Apa ada alasan tertentu, apa ada udang di balik batu?

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 7. Keenan dan Langit-Dua Orang yang Bertolak Belakang

    Langit menghilang di balik hujan, diguyur perih karena Dhara menabur garam di atas luka.Begitupun Dhara, ia terluka, entah karena apa? Tetapi luka Langit menjadi lukanya juga.***Amir pulang sesuai janjinya. Pelukannya, perhatiannya, kasih sayang, semua ditumpahkan untuk Dhara. Pun, bersama ayahnya gadis ini bisa tertawa lepas dan mengekspresikan diri sesuai kata hatinya.“Langit temani Dhara? Hampir setiap senggang Papa telepon Langit, tapi sudah dua hari Langit tidak angkat telepon. Apa kalian berjalan-jalan?” Tatapan serta senyumannya menggambarkan harapan besar untuk kebahagiaan putrinya.Namun, Dhara membalas datar, “Kok bisa sih, Papa percayakan Dhara ke Langit? Gimana pun Langit itu laki-laki.”Tubuh Amir segera condong ke arah Dhara dengan wajah pucat. “Dia melecehkan Dhara!”“Bukan Pa ... ya ampun ....” Teh hangat disodorkan pada Amir. “Maksud Dhara, Langit kan laki-laki. Gimana kalau Langit tiba-tiba sentuh Dhara?”Sejurus kemudian Amir terkekeh. “Karena Papa tahu bagaiman

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 6. Orang yang Kamu Cintai atau Orang yang Mencintai Kamu?

    Suhu tubuh Keenan meningkat sengit karena sentuhan insten dengan Dhara. Embusan udaranya menghangat, menyapu leher dan daun telinga si gadis.Di luar hujan sangat deras, tetapi sunyi di dalam. Hal itu membuat isi kepala keduanya sangat liar. Mereka memandangi satu sama lain dengan sayu.Perlahan, selimut ditarik ke atas oleh Keenan hingga mengubur mereka. Di atas sopa sempit ini keduanya mulai mencoba melakukan hal gila. Degupan jantung yang seolah saling bertaberakan, embusan udara hangat, sentuhan panas.“Dhara!” seru seorang lelaki dari balik kaca yang tertutup tirai.“Langit?” gumam Dhara seiring dorongan kecil yang membuat Keenan bangkit. “Kayanya itu Langit.” Panik di bola matanya sangat kontras.“Ck!”Segera Dhara beringsut dari sofa, merapikan pakaian yang kusut dan rambutnya yang berantakan. “Keenan, pakai baju kamu!” paniknya.“Buka saja pintunya!” Keenan tidak peduli, ia hanya bersantai di atas sofa dengan kedua tangan terlentang dan satu kaki terangkat.“Pakai dulu baju ka

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 5. Kita Akan Menikah Apapun yang Terjadi!

    Dhara sedang mencuci piring ketika Keenan kembali ke dalam rumah. “Hari ini saya kuliah, tapi tidak mungkin saya tinggalkan kamu.” Dia berdiri di sisi kiri Dhara, memandanginya.Garis senyuman di mata Dhara sangat kontras. “Kuliah saja, saya tidak apa-apa kok.”Sejenak, Keenan mengalihkan tatapannya ke lantai. “Saya juga harus pulang.” Suaranya sedikit menipis dan mendesah berat. “Papa udah telepon.”Dhara mengerjap kecil, memandangi Keenan dengan gelisah. “Apa Papa kamu marah karena 5 hari kamu tidak pulang?”Dengusan itu tipis, tetapi sangat jelas. “Bukan.” Langkahnya menuju meja, helm diraih. “Sorry ya, saya harus tinggalin kamu.”Hati Keenan hanya untuk mantan kekasihnya, tetapi kini tatapan penuh kekhawatiran dimiliki oleh Dhara.Lagi, senyuman Dhara mengudara bahkan sangat indah. “Pulang saja. Kapan-kapan kesini lagi, ya.”Senyuman seperti itu sering didapatkan Keenan dari Asyifa, maka senyuman Dhara-- bukan apa-apa!Pintu dibuka, sedikit berdecit karena gaya tarikan dengan angi

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 4. Kamu cuma Berpura-pura

    Aroma masakan menggelitik rongga hidung Dhara. Gadis ini bergegas ke dapur karena mungkin Langit membuat kekacauan lagi. Namun, ternyata itu Keenan, ia memasak dengan terampil.“Pagi.” Senyuman lembut dengan pembawaan shunsine didapatkan Dhara dari lelaki yang berhasil mengisi hatinya setelah Amir.“Saya masak beberapa menu. Saya tidak tahu kamu suka atau tidak, tapi di kulkas cuma ada ini.” Bahkan penataan meja pun terkesan elegan jika di tangan Keenan.Dhara masih menganga kala Keenan terkekeh.“Makan, yuk.” Keenan segera menggiring Dhara ke arah kursi yang sudah disiapkan. Kedua bahu si gadis disentuh lembut.“Kamu masak semua ini?”Apa ini mimpi? Keenan, seseorang yang sering mengacuhkannya tiba-tiba sangat perhatian, dan ... tindakannya selalu di luar dugaan!“Iya.” Keenan masih dengan senyuman yang sama.Dhara masih dalam suasana tidak percaya, tetapi ini nyata. Lalu memperhatikan hidangan di meja makan dengan heran, “Sebanyak ini?”Keenan mengangguk kecil. Ia menggeser kursi di

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 3. Masa Lalu atau Orang Baru?

    “Polisitemia Vera.”Dhara sudah mendengar penyakitnya dari dokter bahkan sebelum ayahnya tahu, tetapi ia sembunyikan agar Amir tidak bersedih. Jadi gadis ini membiarkan ayahnya tahu dengan sendirinya, sedangkan dirinya tetap berpura-pura seolah tidak tahu apapun.Lalu, sekarang di hadapan Keenan, ia melakukan hal yang sama. Bukan karena ingin dikasihani agar Keenan tetap menjadi miliknya, tetapi ia ingin seseorang memeluk ayahnya ketika dirinya sudah tidak di dunia ini.Namun, walaupun begitu, perasaan dalam dadanya sangat nyata. Dhara jatuh cinta pada pandangan pertama pada seniornya di kampus yang sempat memarahinya ketika ospek. Keenan tampak kaku, tetapi sangat tegas. Kuat walau sebenarnya memiliki kelemahan.Hanya butuh 2 bulan sejak awal bertemu hingga menjalin hubungan spesial, tetapi Keenan tidak seperti pacar pada umumnya. Dia dingin, tetapi hangat sesekali.Awalnya Dhara tidak tahu apapun, hingga akhirnya ia tahu jika Kenaan pernah ditinggal mati oleh Asyifa-perempuan yang d

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 2. Penyakit Langka

    Air mata? Bukan. Keenan sudah menyelesaikan semuanya saat bersama Asyifa. Yang dilakukannya kini hanya menatap nanar ke arah Dhara yang terbaring dengan beberapa alat di tubuhnya.“Kenapa kamu bisa bertahan sejauh ini, dan kenapa cuma saya yang tidak diberi tahu. Lalu, kenapa kamu tetap memilih saya. Kamu cuma buang waktu, kamu tahu itu?”Dua jam lalu, setelah percakapan dengan dokter, Keenan berbicara banyak dengan ayahnya Dhara-Amir. Pria itu membenarkan penyakit yang diderita putrinya. Penyakit langka, yang hidupnya hanya mengandalkan keajaiban.Gejala penyakit itu muncul tidak lama setelah kepergian ibunya Dhara-Deswita Maharani yang hingga saat ini keberadaannya tidak pernah diketahui oleh Amir sekali pun. Wanita itu pergi tanpa alasan. Ia hanya berkata ‘Ibu pergi karena terlalu mencintai Dhara, tapi Dhara boleh membenci Ibu.’Genggaman lemah tangan Dhara menyadarkan Keenan dari lamunan. Tatapannya sayu, tetapi senyumannya indah. “Keenan, kamu di sini ....”Dhara tampak bagai bun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status