Share

Bab 3

Penulis: Quinn
Lengan Martin mulai kejang tanpa henti, tapi dia menolak untuk menangis.

Dia mengangkat kepala, matanya yang merah bengkak menatap tajam ke arah Sheilla yang berpenampilan mewah itu.

"Ibuku bukan perempuan murahan, ibuku adalah ibu terbaik di dunia ini!"

"Kamu wanita jahat, aku tidak mengizinkanmu menyakiti ibuku!"

Setelah selesai berkata, Martin membuka mulutnya dan menggigit Sheilla dengan keras, berpikir bahwa dengan begitu dia bisa membuat Sheilla menarik kakinya.

Sheilla yang sudah sangat marah benar-benar kehilangan kendali. Dia dengan keras menendang perut Martin yang rapuh menggunakan sepatu hak tinggi bertumit runcing.

"Bajingan kecil!"

Aku berteriak keras, langsung menerjang untuk melindungi Martin dalam pelukanku.

Martin malah melewati tubuhku, terhantam keras ke dinding, dan tiba-tiba meludahkan seteguk darah.

Namun dia tetap menahan tangisnya, dengan keras kepala mengulurkan tangan kecilnya, meraba-raba di lantai.

"Selimut ... Selimut ... "

"Ibu butuh selimut ... "

Sheilla masih belum puas, dia meletakkan anjing peliharaannya yang ada di pelukan, lalu melangkah ke depan Martin dan menamparnya dengan satu tamparan keras.

"Sheilla?"

Suara Sutiarso yang tidak percaya tiba-tiba terdengar, membuat semua orang yang ada di tempat itu terkejut.

Mata Martin yang tadinya redup tiba-tiba bersinar, dengan mulut yang terluka karena pukulan, dia pelan-pelan memanggil, "Ayah ... "

Sutiarso hendak melangkah mendekat, tapi tiba-tiba Sheilla yang membelakangi memanjangkan tangan untuk menghentikannya.

"Sutiarso, aku sedang mencarimu."

Sheilla memberi isyarat pada pengawal untuk menghalangi tubuh Martin, lalu tersenyum manja dan memeluk Sutiarso.

Sutiarso merasakan ada yang tidak beres. Dia mengerutkan alisnya dan berkata, "Sheilla, itu Martin di lantai kan? Kamu memukulnya?"

Tatapan Sheilla berubah sekejap, lalu segera meneteskan air mata dan berkata, "Sutiarso, maafkan aku. Tadi saat kamu tidak ada di sini, Martin entah disuruh siapa, sampai masuk ke kamar rawat dan memarahiku lama sekali."

"Aku sebenarnya nggak mau mempermasalahkannya, tapi entah kenapa dia tadi sengaja menabrakku."

"Kamu tahu kan, aku baru saja selesai operasi, dokternya bilang ... "

Wajah Sutiarso perlahan berubah buruk, keraguan di matanya berubah menjadi kemarahan.

"Kiyano Nirmala benar-benar semakin nggak pandai mendidik anak."

"Kamu memang dari awal sudah lemah badannya, kalau sampai dia menabrakmu lagi sampai meninggalkan dampak buruk, aku tidak akan membiarkan mereka lolos begitu saja."

Aku berdiri di depan Sutiarso, berusaha mati-matian untuk menjelaskan.

"Bukan, Martin tidak seperti itu!"

"Martin sangat patuh, Sheilla yang sedang membohongimu!"

Martin sepertinya juga mendengar ucapan kata-kata Sutiarso, dengan penuh rasa sakit memanggil satu kata, "Ayah ... "

Begitu kata itu terucap, mulutnya segera ditutup oleh pengawal.

Sutiarso mendengar suara itu, tubuhnya terhenti dan ingin menoleh ke belakang.

"Apakah Martin memanggilku?"

Ekspresi Sheilla tiba-tiba berubah menjadi tegang, lalu dengan berpura-pura, dia melepaskan tangan yang menggenggam Sutiarso dan berkata, "Kalau begitu, kamu pergilah menemani Martin, aku baik-baik saja."

"Meskipun dulu dia yang menyebabkan aku sakit jantung, hampir membuatku tidak bisa bertemu denganmu lagi ... "

"Tapi Martin masih kecil, aku sudah memaafkannya."

Kata-katanya membuat keraguan di mata Sutiarso segera berubah menjadi ketegasan.

Sutiarso mengejek dengan dingin, lalu meninggalkan Sheilla dengan langkah besar.

"Kalau ibunya tidak bisa mengatur anaknya, maka Sheilla, kamu yang harus mengurusnya dengan baik untukku."

"Batu yang tidak diasah tidak akan menjadi permata. Kalau nggak dididik dengan benar, lama-lama akan jadi rusak karena didikan Kiyano."

"Aku akan menunggumu di lantai atas," ucap Sutiarso.

Melihat punggung ayahnya yang semakin menjauh, gerakan Martin jadi semakin liar penuh perjuangan.

Sheilla melangkah mendekati Martin, lalu tanpa ampun menampar wajah Martin berkali-kali dengan brutal.

Wajah Martin sudah membengkak total, sudut bibirnya juga pecah akibat pukulan, dan darah mengalir membentuk garis-garis merah.

Namun, apa pun yang terjadi, dia tetap tidak mau melepaskan selimut yang dipeluk erat.

Sheilla masih belum puas, kuku panjangnya menggores keras di sudut mata Martin.

"Anak haram, sama murahan seperti ibumu."

Aku seperti kehilangan akal, mencoba mencekik Sheilla yang telah menyiksa anakku, tapi sia-sia.

Aku lalu menangis tersedu, berlutut di lantai memohon dengan sekuat tenaga.

Meminta Sheilla agar mengasihani anakku yang masih kecil, dan berhenti menyakitinya.

Tapi semua itu juga tidak berguna.

Aku sangat membenci, membenci mengapa aku meninggal terlalu cepat, mengapa aku tidak bisa melindungi anakku.

Penyiksaan itu terus berlanjut sampai anjing peliharaan Sheilla tiba-tiba menggonggong.

"Sayang, kamu terkejut, ya?"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di Antara Tangis Anakku dan Diam Suamiku   Bab 8

    "Kalau begitu, berlutut dulu pada anakku dan minta maaf padanya."Sheilla menatap Sutiarso dengan tidak percaya, tapi rasa sakit luar biasa di kulit kepalanya mengingatkannya bahwa dia tidak punya pilihan selain tunduk."Baik ... aku berlutut."Sheilla berlutut, terus menerus membenturkan kepalanya ke arah Martin."Martin, Tante salah, maafkan Tante ya.""Tante janji nggak akan berani lagi."Satu suara, satu ketukan. Setiap kali kepalanya menyentuh lantai, itu benar-benar keras tanpa pura-pura.Aku menatap dingin adegan dramatis ini, tapi tidak ada sedikit pun rasa lega di hatiku.Aku tahu, bahkan jika dia membenturkan kepalanya sampai mati di sini, itu tidak akan menghapus luka yang diterima anakku.Saat itu juga, seorang dokter tiba-tiba memberanikan diri berbicara, "Pak Sutiarso, aku ingin melapor!"Kata-kata yang mendadak itu membuat semua orang spontan menoleh.Terutama Sheilla, sebuah firasat buruk tiba-tiba muncul di hatinya.Sutiarso menyipitkan mata, dengan suara dingin berkat

  • Di Antara Tangis Anakku dan Diam Suamiku   Bab 7

    Jantungku berdetak kencang.Aku melayang di depan pintu ruang perawatan intensif, tubuhku terus gemetar.Dia mau apa?Apakah dia masih akan menyakiti Martin, anakku?Tidak, tidak boleh!Anakku tidak boleh terluka lagi.Tidak boleh sama sekali!Melihat senyum samar di wajah Sheilla, aku benar-benar ingin menguliti dan mengoyak tubuhnya sampai habis.Sheilla tidak bisa melihatku, dia asal mencari alasan untuk menyuruh perawat pergi dari ruang perawatan intensif.Lalu diam-diam mendorong pintu terbuka.Melewati tubuhku yang tak tersentuh, Sheilla perlahan melangkah masuk ke ruang perawatan intensif.Dia berjalan ke ranjang Martin, bibirnya tersenyum tipis, kuku-kuku cantik yang terawat itu menggores pelan dahi, mata, dan mulut Martin.Sampai akhirnya berhenti di leher Martin yang rentan."Menurutmu, kalau Kiyano tahu keadaanmu yang menyedihkan ini, apa dia akan membenciku?"Sheilla tertawa, matanya berkilat jahat."Sayangnya tubuh ibumu terlalu lemah, aku cuma menyuruh orang mengeluarkan

  • Di Antara Tangis Anakku dan Diam Suamiku   Bab 6

    Bengkak di wajah Martin sudah agak mereda, darah di sudut bibirnya pun telah dibersihkan dengan hati-hati oleh para perawat.Namun justru ini membuat bekas luka-luka di wajahnya tampak semakin jelas.Terutama bekas tamparan di pipinya.Jelas sekali itu hasil pukulan dengan kekuatan penuh.Sutiarso menatap kosong wajah Martin, kedua tangannya sudah mengepal kuat sejak tadi."Sutiarso?"Sheilla memanggilnya dengan suara gemetar, diselimuti rasa takut dan cemas.Sejak pagi tadi, dia sudah mendengar kabar dari rumah sakit.Tentang mayat seorang wanita yang ditemukan di koridor, bersama seorang anak berusia enam tahun.Saat itu Sheilla sedang merias wajah. Mendengar kabar ini, lipstik di tangannya langsung patah.Setelah mengikuti Sutiarso selama bertahun-tahun, dia sangat memahami Sutiarso.Laki-laki ini memang menyebalkan, dia cuma tertarik pada sesuatu yang tidak bisa diraihnya.Dulu itu adalah dirinya, sekarang ... Sheilla mulai panik ... Jadi ketika tahu Sutiarso mencarinya, Sheilla s

  • Di Antara Tangis Anakku dan Diam Suamiku   Bab 5

    "Ki ... Kiyano ... "Sutiarso menyebut namaku dengan lirih, lalu tanpa ragu menerobos kerumunan dan bergegas menuju ranjangku.Melihat tubuhku yang kini hanya jasad, pucat, kaku, tanpa sedikit pun tanda kehidupan.Hati Sutiarso tiba-tiba terasa seperti diremas dengan keras.Sutiarso mengulurkan tangan dengan gemetar untuk memeriksa apakah aku masih bernapas, tetapi tanpa sengaja menyentuh wajah Martin yang lebam.Secara refleks, dia langsung memeluk Martin dalam pelukannya.Mata Sutiarso memerah, dia berteriak kepada orang-orang di sekelilingnya, "Dokter! Mana dokternya?!"Kerumunan mulai panik.Beberapa dokter dan perawat segera muncul dan menuntun Sutiarso menuju ruang perawatan.Sutiarso dengan sangat hati-hati membaringkan Martin yang tak sadarkan diri itu ke atas ranjang pasien.Jiwaku yang melayang di udara, akhirnya merasa sedikit tenang.Melihat kepanikan yang tak terbendung di wajah Sutiarso, aku justru ingin tertawa.Bukankah semua ini terjadi karena tindakan dia?Tadi malam,

  • Di Antara Tangis Anakku dan Diam Suamiku   Bab 4

    Sheilla membelai bulu halus anjing kecil itu dan bertanya dengan suara lembut.Kemudian, seolah akhirnya merasa lelah, Sheilla menyuruh pengawal menurunkan Martin.Dia mengangkat kakinya dan menginjak wajah Martin yang sudah membiru dan lebam, dengan ekspresi penuh belas kasihan yang pura-pura."Kamu lihat sendiri, ayahmu pun sudah nggak menginginkanmu lagi.""Kasihan sekali."...Pintu lift perlahan tertutup.Hanya menyisakan tubuh kecil Martin yang menggigil kedinginan di lantai keramik yang dingin.Aku berlutut di sampingnya, meskipun tahu itu sia-sia, tetap berusaha lagi dan lagi untuk mencoba menggendongnya.Tapi tidak ada gunanya, sama sekali tidak ada gunanya.Pintu rumah sakit telah lama ditutup, tanpa perintah Sutiarso, tidak ada seorang pun yang berani menyelamatkan anakku.Darah di sudut bibir Martin sudah mengering.Dia mencoba menggerakkan kelopak matanya, tetapi sama sekali tidak bisa membuka matanya.Hanya selimut di pelukannya yang masih terbungkus plastik tipis, mengel

  • Di Antara Tangis Anakku dan Diam Suamiku   Bab 3

    Lengan Martin mulai kejang tanpa henti, tapi dia menolak untuk menangis.Dia mengangkat kepala, matanya yang merah bengkak menatap tajam ke arah Sheilla yang berpenampilan mewah itu."Ibuku bukan perempuan murahan, ibuku adalah ibu terbaik di dunia ini!""Kamu wanita jahat, aku tidak mengizinkanmu menyakiti ibuku!"Setelah selesai berkata, Martin membuka mulutnya dan menggigit Sheilla dengan keras, berpikir bahwa dengan begitu dia bisa membuat Sheilla menarik kakinya.Sheilla yang sudah sangat marah benar-benar kehilangan kendali. Dia dengan keras menendang perut Martin yang rapuh menggunakan sepatu hak tinggi bertumit runcing."Bajingan kecil!"Aku berteriak keras, langsung menerjang untuk melindungi Martin dalam pelukanku.Martin malah melewati tubuhku, terhantam keras ke dinding, dan tiba-tiba meludahkan seteguk darah.Namun dia tetap menahan tangisnya, dengan keras kepala mengulurkan tangan kecilnya, meraba-raba di lantai."Selimut ... Selimut ... ""Ibu butuh selimut ... "Sheilla

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status