ANMELDENIstri dari mendiang sahabat suamiku mengunggah foto hasil pemeriksaan kehamilan. “Terima kasih atas spermamu yang memberiku kesempatan memiliki anak sendiri.” Aku melihat di kolom suami tertera nama suamiku, Benson. Lalu, meninggalkan komentar tanda tanya. Tak lama kemudian, Benson langsung meneleponku dan memarahiku habis-habisan. “Dia itu seorang janda dan hidupnya kesepian. Dia hanya ingin punya anak supaya ada teman di rumah, biar agak ramai. Masa kamu nggak punya sedikit pun rasa toleransi?” “Lagipula, Celvin itu sahabat baikku. Dia sudah meninggal, jadi wajar kalau aku menjaga istrinya. Ini namanya setia kawan, kamu mengerti nggak, sih?” Tak lama kemudian, janda sahabatnya itu kembali memamerkan foto sebuah apartemen mewah tipe penthouse di Sandona. “Untung ada kamu yang menemaniku, membuat aku kembali merasakan hangatnya sebuah rumah.” Melihat foto punggung Benson yang sedang sibuk di dapur, aku pun berpikir, sepertinya pernikahan ini memang sudah waktunya berakhir.
Mehr anzeigen'Tap!' 'Tap!' 'Tap!'
"What the actual fudge," I sighed. I waited for a good five minute listening to the sounds around me before deciding there was nothing there before closing my eyes to go back to sleep.'Tap!' 'Tap!' 'Tap!'This time I was wide awake. I kicked off the covers and turned on the bedside lamp.'Tap!' 'Tap!' 'Tap!'I got up and walked towards the window, ready to give whoever woke me up what for. Armed with a scowl that would scare Hades himself, I threw open the curtains and looked outside. Standing out in the garden below my window was my best friend, Jenny."What the hell girl, I nearly said some unsavoury things." Jenny just grinned from ear to ear listening to me vent a little. I didn't expect anything less from her."Just be grateful I didn't throw the larger stones", Jenny said, grinning, which caused both of us to giggle.Quickly coming back to reality, I remembered that Jenny was still standing on the lawn, "What are you doing here at..." I paused to look at the time on my phone, "2:45 in the damn morning!?" I exclaimed."Did you forget what today is?" Jenny asked in shock."It's Saturday, there's no school" I replied dumbly. Jenny sighed with an eye roll. "OK, looks like I'm going to have to remind you." From behind the tree, Jenny pulled out a bag of gifts and balloons, "Happy Birthday bestie!" she shouted."OMG!" I shouted before I squealed and ran out of the room, down the stairs and out of the front door, crashing onto Jenny, which resulted in both of us crashing to the ground in fits of laughter."I am so sorry. I have literally just got off a double shift and forgot that it was our birthday today."Both of our mums gave birth at the same hospital on the same day, literally two minutes apart, and became the best of friends and have been inseparable. This then resulted in Jenny and I growing up together as best friends. We think of each other more like sisters as we spend so much time together. This is not uncommon in the werewolf community and today is our 18th birthday. We are now old enough to shift into our wolves and eligible to find our mates. The only thing we worried about was that we would find our mates in different packs and move away from each other. We haven't spent a day apart since we were born.When we expressed our concerns to our parents, they laughed, "Unfortunately, that's the way life is darling." my mum would say. "The Moon Goddess works in mysterious ways," my dad would then say as he added a wink and a warm hug."Tomorrow is the full moon. Are you ready for the first shift?" Jenny was bouncing from one foot to the other."How can you be so excited about it?" I questioned. " You know that we could also find our mates too. What if they are from different packs? What if they think you are good enough and I am not and reject me or vice versa or we both get rejected?""Breathe", Jenny said with a warm smile on her face. She gently held my shoulders and pulled me in for a hug, "There's a lot of what ifs in there Emily," she began, "But, what if they are in the same pack? What if we are both good enough?" Jenny calmly said."I suppose you are right. I just don't want to lose you. You're my best friend, my sister, and I don't know what I would do without you," I explained."Let me stop you right there. No matter what happens, nothing or no one will take me away from you." Jenny said whilst keeping eye contact. Her way of showing that she is serious when saying something. This made me relax a bit, making my shoulders sag a little more.Something everyone in our pack knows about me is that I am fiercely loyal to anyone whom I trust and who is loyal to me. I can tell backstabbers or gossipers, users, and abusers from a mile away and Jenny is just like me. We keep each other balanced.Jenny is a blonde bombshell, and she knows it. Curves in all the right places, chocolate brown eyes and a mouth that can put a sailor to shame, but she is working on that as requested by Alpha Declan Haywood.Me, on the other hand, am quite the opposite. I have dark, wavy hair, eyes as blue as the ocean and extra curves which I didn't ask for but can't seem to get rid of and am also kind of an introvert.After tonight, things were going to change, but neither of us realised how much.Mungkin karena merasa bersalah, saat bercerai Benson memberiku sejumlah besar harta. Aku pun menerima semuanya. Uang itu cukup membuatku hidup berkecukupan tanpa khawatir soal sandang dan pangan dalam waktu yang lama. Jadi, aku pun memulai perjalanan keliling duniaku.Setiap sampai di suatu tempat, aku selalu mengirimkan kartu pos untuk orang tuaku dan menuliskan pengalaman perjalanan itu di blog.Lama-kelamaan, ternyata blogku mengumpulkan cukup banyak penggemar.Mereka semua kagum pada keberanianku melakukan perjalanan sendirian.Lewat perjalanan-perjalanan itu, aku juga merasakan keindahan alam dan menemukan arti perjalanan hidupku sendiri.Pernikahan lima tahun yang lalu rasanya seperti cerita dari kehidupan yang sudah berlalu.Ketika aku pulang dari salah satu perjalanan keliling dunia, aku kembali mendengar kabar tentang Benson dari mulut orang tuaku.Setelah bercerai denganku, Tasya yang sedang hamil memanfaatkan keadaan untuk naik posisi.Awalnya, Benson menolak. Katanya dia s
Aku memandang Tasya yang duduk santai di hadapanku, perlahan menyeruput kopinya. Dia benar-benar berbeda dari yang biasa kulihat saat bersama Benson.Tasya meletakkan cangkirnya, menatapku dengan tatapan meremehkan.“Aku yang Benson cintai, cepat cerai dengannya.”Melihat Tasya yang akhirnya memperlihatkan sikap aslinya, aku tetap tenang dan mengangkat cangkir dan menyesap kopi sedikit.Dari mana kamu tahu aku yang nggak mau cerai?”“Justru yang memohon nggak mau cerai itu Benson.”Tasya sempat terdiam sejenak, kemudian memandangku dengan tatapan penuh kebencian.“Nggak mungkin! Aku sudah mengandung anaknya, dia nggak mungkin nggak menikahiku.”“Pasti kamu yang terus mengejarnya dan nggak mau bercerai!”Detik berikutnya, dia menatapku dan tersenyum dingin.“Kamu belum tahu, ‘kan? Anak dalam kandunganku itu bukan hasil inseminasi buatan seperti yang Benson bilang.”“Aku dan Benson sudah melakukan semuanya sejak lama!”Mendengar berita itu, aku sempat membeku sejenak.Kupikir Benson hany
Benson yang sekarang sudah jauh berbeda dengan dulu. Janggutnya tidak terurus, wajahnya tampak lesu dan letih.Begitu melihatku, matanya langsung bersinar dan buru-buru mendekat.“Yuna, bagaimana keadaanmu? Sudah agak membaik?”Aku mengangguk pelan.“Sudah lumayan membaik. Kalau nggak ada urusan lain, aku mau pergi dulu.”Dia buru-buru mengangkat tangan, menghadangku, lalu dengan hati-hati menyodorkan sebuah kotak.Saat kubuka, isinya sepasang cincin.“Yuna, cincin nikah yang kupesan sudah jadi.”Dulu, cincin pernikahan kami adalah hasil desain bersama, punya arti yang sangat istimewa bagi kami.Kami bahkan berjanji, apapun yang terjadi, cincin itu tidak boleh dilepas.Namun entah sejak kapan, aku menyadari cincin di jari manis Benson sudah tidak ada.Saat kutanya, dia malah bilang bahwa Tasya merasa sedih setiap melihat cincin itu, karena mengingatkannya pada mendiang Celvin. Jadi, dia melepaskannya sementara.Waktu itu, aku kesal sekali dan sempat bertengkar hebat dengannya.Karena a
Benson langsung panik, suaranya terdengar cemas saat menjelaskan, “Yuna, aku nggak mau cerai denganmu. Aku sungguh nggak tahu kalau kamu hamil sebelumnya. Kenapa kamu nggak memberitahuku?”Mendengar pertanyaannya, aku malah merasa konyol.Baru beberapa hari, Benson seolah sudah melupakan pertanyaan yang pernah kulontarkan di rumah sakit waktu itu.Sebenarnya, pertanyaan di hari itu adalah kesempatan terakhir yang kuberikan untuknya, sekaligus kesempatan terakhir bagi pernikahan kami.Namun, dia mengecewakanku.Pada akhirnya, dia tetap memilih Tasya tanpa ragu sedikit pun.“Di rumah sakit hari itu, saat kamu dan Tasya hendak pergi, aku memanggilmu dan menanyakan sesuatu. Kamu masih ingat?”Awalnya, ekspresi Benson tampak bingung. Lalu perlahan berubah menjadi penuh kesedihan dan tak percaya.Suaranya terdengar bergetar, “Jadi, hari itu kamu ke rumah sakit bukan karena sakit, tapi untuk aborsi?”Aku mengangguk tenang.“Iya.”Benson jelas mengingat jawabannya waktu itu.Dialah yang memb
Saat tersadar kembali dan membuka mata, yang pertama kulihat adalah ibu yang diam-diam meneteskan air mata.Begitu menyadari aku sudah terbangun, ibu buru-buru menyeka air matanya, lalu menggenggam tanganku erat sambil bertanya dengan penuh perhatian, “Yuna, bagaimana sekarang? Sudah enakan?”Waktu tahu Tasya mengandung anak Benson, aku tidak menangis.Saat terbaring di meja operasi yang dingin, merasakan nyawa kecil dalam rahimku perlahan menghilang, aku pun tidak menangis.Namun, saat melihat wajah ibu yang penuh kesedihan, aku tak mampu lagi menahan sakit di hati, tangisanku pun pecah.Ibu segera memelukku erat, menepuk lembut punggungku. Suaranya terdengar penuh kesedihan, “Ibu nggak tahu kamu melalui semua penderitaan itu. Ibu yang datang terlambat.”“Begitu keluar dari rumah sakit, langsung ceraikan Benson! Yunaku bukan untuk diinjak-injak seenaknya!”Aku mengangguk kuat-kuat, lalu menangis sepuasnya dalam pelukan ibu.Saat ayah masuk, aku sudah menenangkan perasaanku.Ayah mema
Mendengar jawabanku, ibu Benson tampak sedikit terkejut dan menatapku sejenak. Saat melihat wajahku tanpa tanda-tanda marah, ekspresinya sedikit melunak.“Baguslah kalau kamu bisa mengerti. Bagaimanapun juga, keluarga ini nggak mungkin dibiarkan tanpa penerus.”“Untung saja Benson itu orang yang setia kawan. Kalau nggak, aku juga nggak akan bisa mendapatkan cucu.”Sambil berbicara, ibu Benson membelai perut Tasya, wajahnya terlihat penuh kegembiraan.Namun bagiku, semua itu terdengar begitu ironis.Setia kawan?Kalau Celvin tahu bahwa menjaga istrinya berarti membuat Tasya mengandung anak Benson, mungkin dia akan berontak sampai penutup peti matinya tak bisa menahannya di dalam.Melihat aku diam saja, Tasya melirikku dengan ragu.“Yuna, kamu masih marah pada aku dan Benson?”“Aku sungguh hanya ingin punya anak sendiri. Aku sendirian di rumah, rasanya sangat sepi dan menakutkan.”Sambil bicara begitu, Tasya terisak pelan, seolah-olah baru saja mendapat perlakukan paling kejam di dunia.






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Kommentare