Setelah didorong oleh cinta pertama suamiku dari tangga, aku mengalami keguguran anak kedua dan akhirnya mati di sudut tangga rumah sakit pribadi milik Grup Dariawan. Menjelang ajal, putraku yang berusia enam tahun menangis sambil memohon pada ayahnya untuk menyelamatkanku. Untuk pertama kalinya, Ridwan hanya mencibir. "Sekarang ibumu pintar ya, pakai anak untuk berlagak pura-pura menyedihkan demi menipuku." Setelah itu, dia malah menepis tangan anakku dan pergi tanpa belas kasihan sedikit pun. Kedua kalinya, anakku mengatakan aku terus mengeluarkan banyak darah. Ridwan hanya berkata dengan jengkel, "Jangan berlebihan, cuma keguguran saja, bukan masalah besar. Dia itu memang paling manja!" Ridwan bahkan mengusir anakku, lalu memerintahkan dokter agar tidak boleh ada seorang pun yang merawatku. "Semua gara-gara aku terlalu memanjakannya. Kalau nggak merasakan penderitaan, dia nggak akan pernah tahu kesalahannya." Terakhir kalinya, anakku berlutut di depan Mariana sambil terus-menerus memohon. Ridwan murka dan memerintahkan pengawal untuk melempar tubuh mungil anakku yang penuh luka keluar dari ruang rawat, serta membiarkannya menjadi bahan tertawaan. "Kalau berani mengganggu Mariana lagi, aku akan segera mengusir ibumu dari Keluarga Dariawan dan dia nggak boleh bertemu denganmu selamanya!" Anakku merangkak kembali ke sisiku dengan meninggalkan bekas darah yang panjang di lantai. Kali ini, keinginanmu tercapai ... aku dan anakmu sudah menjadi mayat yang dingin. Seumur hidup, takkan pernah lagi bertemu denganmu.
View MoreSatu bulan kemudian, putraku akhirnya keluar dari rumah sakit. Selama waktu itu, aku senantiasa berjaga di sisinya. Merasa tenagaku semakin melemah, aku sangat menghargai setiap detik yang masih bisa kuhabiskan bersama putraku.Saat dia sadar, kalimat pertamanya adalah, "Mama mana?"Waktu itu, Ridwan tidak berani menatap matanya."Kakek, apa Starla terlalu bodoh dan nggak bisa menjaga Mama, jadi Mama marah lalu sembunyi?"Mata mertuaku memerah, dia menenangkan Starla dengan berkata bahwa ibunya pergi ke luar negeri untuk berobat. Asal dia cepat sembuh, Mama akan pulang.Mata anakku langsung berbinar, dia mengangguk patuh. Sejak hari itu, dia rajin untuk suntik dan minum obat setiap hari. Bahkan dokter pun kagum, dia belum pernah melihat anak sekecil itu begitu pengertian dan menggemaskan.Ridwan akhirnya berhasil merakit kembali mobil mainan yang rusak. Namun, anakku tidak lagi menyukainya seperti dulu yang selalu dibawa ke mana pun.Ridwan berkata dengan murung, "Starla nggak suka mai
Pada akhirnya, Mariana sepertinya sadar bahwa Ridwan benar-benar tidak berniat melepaskannya. Dia merasa pasrah, lalu tiba-tiba meledak tertawa histeris."Ridwan, kamu sok jadi pria setia? Apa benar aku yang membunuh Priscilla dan Starla? Nggak, bukan aku! Itu kamu! Kamu sendiri adalah pembunuh terbesar!"Wajah Ridwan yang sedari tadi tegang akhirnya berubah. Dia memaki Mariana melantur, bahkan sudah di ujung maut pun masih mau melemparkan kesalahan.Namun bagiku, perkataan itu sama sekali tidak salah.Mariana memang datang dengan niat jahat. Namun, seandainya Ridwan benar-benar mencintaiku dan anak kami tanpa tergoyahkan sedikit pun ... mana mungkin dia bisa dipermainkan oleh tipu muslihat murahan seperti itu?Kematian diriku dan luka parah Starla hingga tak kunjung sadar ... Ridwan adalah biang keladi semua itu.Mariana terus berteriak, kata-katanya semakin tajam menusuk. "Ridwan, Priscilla mati di tanganmu, kamu yang menyiksanya sampai hancur! Sekarang kamu menyiksaku demi menebusny
Mariana berusaha menahan diri agar tetap tenang, tetapi air matanya telah jatuh duluan. "Ridwan, kamu benar-benar salah paham sama aku. Aku cuma nggak sengaja menyenggol selang itu. Sebelum sempat kupasang kembali, kamu malah sudah masuk."Ridwan hanya menyeringai dingin, lalu memberi isyarat pada para pengawal untuk membawa laptop ke depan. Dia menyuruh Mariana jangan terburu-buru membela diri, tunggu setelah melihat rekaman ini dulu.Baru melihat rekaman itu beberapa detik, wajah Mariana langsung pucat pasi. Aku ikut mendekat dan melihat layar itu menampilkan adegan kemarin ketika Starla dilempar keluar dari ruang rawat oleh para pengawal.Sekali lagi, aku melihat putraku berusaha merangkak perlahan di lantai dan bergerak menuju arah tangga dengan sisa tenaganya. Pemandangan yang memilukan itu membuatku ingin menangis sampai kehilangan kesadaran.Di jalur yang dilewati Starla, tertinggal bercak-bercak darah yang berantakan, membentuk garis tidak teratur sampai ke depan tangga.Namun
Aku mengabaikan semua omongan mereka, hanya berulang kali menyeka keringat di pelipis anakku dengan jariku. 'Sayang, kamu harus cepat sembuh.'Malam harinya, Ridwan akhirnya kembali. Tangannya menggenggam erat sebuah kantong. Benar saja, pecahan mobil-mobilan itu berhasil dia temukan satu per satu.Dari balik kaca ruang ICU, dia berkata tubuhnya kotor, jadi untuk sementara tidak masuk."Starla, Papa akan merakit kembali mobil-mobilan ini dengan tangannya sendiri. Janji sama Papa, saat mobil ini sudah selesai, kamu juga harus bangun, ya?"Aku mendadak berbalik, air mataku berlinang menimpa wajah anakku. Bukan karena terharu, tapi karena benci!Benci karena Ridwan baru sadar ketika semuanya sudah terlambat, benci dia masih pura-pura penuh penyesalan!Aku sudah mati, anak kami juga sudah terluka begitu dalam karena dia dan wanita jalang itu. Kalaupun Starla benar-benar bangun, dia tetap akan trauma dan kehilangan seorang ibu selamanya.Ridwan bicara beberapa kalimat lagi, lalu mengusap-us
Mariana mengusap sisa air mata dengan tangan dan menutupi sorot matanya yang panik. Mungkin karena merasa di kamar rawat ini tidak ada kamera pengawas, matanya memancarkan kebengisan sekilas.Namun saat kembali menegakkan wajah, dia tetap menampilkan sosok lemah lembut yang tampak penuh kesedihan. "Ridwan, kamu lupa ya? Ini bukan pertama kalinya Priscilla melakukan hal seperti ini!"Mariana berkata, dulu dia pernah membawa teh saat berkunjung ke rumahku. Aku sengaja menuangkan teh panas ke punggung tangan Starla, lalu mencoba menuduhnya sebagai pelaku.Untung saja, waktu itu Ridwan pulang tepat waktu dan kebetulan menyaksikan dengan mata kepala sendiri aku yang menumpahkan teh pada anakku. Sehingga dia tidak sampai tertipu.Mendengar hal itu, kegelapan di mata Ridwan tampak berkurang sedikit.Aku menggenggam tanganku begitu erat, sampai kuku menembus telapakku. Semua itu bohong!Saat itu, Mariana yang diam-diam menendang kakiku dengan keras dari bawah sofa. Tubuhku kehilangan kendali,
"Priscilla ... Priscilla!"Ridwan berlari ke sisi ranjang dan mengguncang tubuhku dengan keras. Tentu saja, jasad tidak akan memberi respons apa pun.Mata Ridwan langsung memerah. Dia menarik seorang dokter yang paling dekat dengan panik. "Bukannya dia baik-baik saja? Kenapa bisa tiba-tiba pingsan?"Ekspresi dokter itu tampak sangat buruk. Dia hanya bisa menyampaikan belasungkawa dengan terbata-bata, "Bu Priscilla ... sudah tiada."Jawaban itu dibalas dengan bentakan marah dari Ridwan. Awalnya, dia terus berteriak tidak mungkin dan memaksa dokter segera membawaku ke ruang operasi untuk diselamatkan. Namun, semua dokter dan perawat di tempat itu hanya terdiam.Akhirnya Ridwan sadar, aku benar-benar sudah mati. Mati di rumah sakit pribadi yang didirikan dengan tangannya sendiri. Dia terus mengulang kata "tidak mungkin", tetapi suaranya semakin lama semakin pelan.Tubuhnya goyah dan nyaris jatuh ke belakang."Kalian ini kerja apa? Sebagai dokter, masa nggak tahu periksa pasien? Kenapa mem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments